#1 flashback.
"Aku suka sendirian." Altezza kecil berkomentar santai. Dia tidur telungkup dengan satu tangan menutupi kepalanya. Matanya terpejam. Bibir bawahnya yang tebal sedikit terbuka. "Meskipun membosankan, kesendirian itu menenangkan."
Tidak ada sahutan.
Meteor, Zero, Filosofi dan Purnama kompak memiringkan kepala, menatap Altezza. Kelima remaja berusia empat belas tahun itu berbaring di atas rooftop salah satu gedung kosong setelah puas bermain play station. "Shh." Filosofi bernapas sesak. Purnama membenamkan kepalanya di dadanya, sementara wajah Meteor menekan perutnya, dan kaki Zero ada di lehernya. Sebuah bentuk kasih sayang Filosofi dengan tidak mendorong ketiga sahabatnya jatuh dari lantai tujuh puluh. "Jadi, apa yang kita lihat?"
"Disana, ada bulan kan?" Altezza menunjuk ke langit malam yang kian menggelap. Dia membuka mata. Alis sebelah kirinya naik. "Bulannya nggak terlihat. Coba tunggu sebentar."
Meskipun bosan, Filosofi dkk tetap menunggunya.
Altezza memainkan jari-jari tangan Zero di genggamannya. Waktu berlalu tanpa memberitahu -detik berubah menit, menit berubah jam, bulan tetap tidak kembali. Hingga akhirnya mata Altezza dan keempat sahabatnya terlalu berat untuk terus membuka. Kelima anak itu jatuh tertidur di bawah bentangan langit yang bergemuruh parau.
-x word.