Jejak Altezza Gillova, dia benar-benar tidak bisa ditebak. Cowok itu sesulit labirin dan serumit teka-teki. "Yang bilang nggak akan pergi—" jeda. Altezza mencengkeram handphonenya dengan ekspresi tidak terbaca. Tangannya dingin dan kuat. Mata Altezza berkilat gelap. Sepasang mata itu terlihat buas. "Bullshit."
_LUKA_
"Kita yang berakhir sebelum dimulai," kata-kata itu terus menghantui dan meracuni Zee.
Dia membenamkan wajahnya di antara kedua lengannya yang tertekuk —meremas kertas saat menyadari jika manusia yang tersisa di kelas ini hanya dia dan bayangannya. "Sial," matanya spontan membuka ketika merasakan sesuatu yang dingin mengenai punggungnya. Zee mengangkat wajahnya sedikit dan menajamkan tatapan.
Ergazza berdiri tepat di hadapannya. Cowok itu melempari punggungnya dengan sekotak susu —basi. "Wait," dia merogoh sakunya dan melemparkan dua roti ke atas pangkuan Zee.
Zee menjatuhkan tatapannya dan memungut roti dan susu pemberian cowok itu.
"Itu makanan bekas yang gue pungut dari bak sampah. Sayang kalau dibuang. Lebih baik lo yang makan, kan?"
Zee terkekeh sarkastik. "Lo bicara apa? Gue nggak mengerti bahasa binatang."
Ergazza mengatupkan bibirnya, mendesis. Tanpa ragu, dia menendang salah satu bangku kelas hingga terjatuh.
Detik yang sama, Zee merasakan kerah seragamnya di tarik dan badannya langsung terlempar jatuh menghantam lantai. Cewek itu mengerang sembari memegangi lutut. "Punya masalah apa lo sama gue?"
"Nggak tau. Suka aja buat lo sakit."
Ergazza memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Dia terlihat tenang. Cowok itu merasakan keganjilan di udara. Ergazza memiringkan kepala dan menyeringai lebar. Altezza berdiri dibelakangnya. Cowok itu terlihat keren dengan Jersey basket di tubuh atletisnya. Ditambah lagi, Altezza selalu mengikat headband di dahinya yang memiliki bekas luka.
"Sedang apa lo?"
"Cemburu." Altezza kelewat santai.
Zee mengangkat satu alisnya. "Lo suka gue?"
"Cemburu bukan berarti suka, 'kan?"
Filosofi dan teman-temannya yang berdiri di belakang punggung Altezza kompak menyembunyikan wajah dibalik Jersey basket. Senyum sinis terukir di sudut bibir cowok bermarga Gillova itu. "Lo bukan tipe gue."
"Jangan bercanda. Apa lo pikir lo tipe gue?" Zee berkomentar datar. Sebelum dia kembali mengatakan sesuatu, pundaknya ditekan agar tidak beranjak dari tempatnya. Altezza lalu menjatuhkan diri, duduk bersebelahan dengan cewek itu. Zee menyipitkan mata, curiga. "Ngapain lo?"
"Harus gue jawab dulu supaya lo tau?" Altezza menjawab malas dengan punggung tangan menutup mata dan tengkuk bersandar ke pundak Zee. Cowok bermarga Gillova itu mendongak, bertepatan dengan Zee yang menunduk.
Garis luka di sekitar mata Altezza tanpa sadar menarik perhatian Zee.
"Sejak kapan di mata lo ada luka?" Zee mengulurkan tangan untuk menyentuh sudut matanya yang terluka. Dia menekan lukanya.
Altezza menepis tangannya. Sepasang mata buas itu menghujam Zee, seolah menegaskan, "luka gue bukan urusan lo."
_LUKA_