".... peluk dan cium gue," bisiknya. Altezza menggigit bibirnya seakan-akan takut jika Zee akan menolaknya. "Sekarang?" Zee bertanya polos.
Altezza mengerang. Dia menepis kasar tangan Zee dan memilih membenamkan wajahnya di antara kedua lengannya yang tertekuk. "Nggak jadi."
"Oke." Zee mengangkat bahu —menopang dagunya dengan satu tangan, terlihat bosan. Sesekali dia mendengar suara rintihan tertahan dari cowok disebelahnya. Altezza benar-benar tidak bisa ditebak. Kadang dia bersikap kasar, kadang juga bersikap manja ketika sakit dan terluka. "Mau ke rumah sakit, nggak?" Altezza tidak menjawab, membuat Zee sedikit merasa bersalah. "Kalau dipeluk dan dicium, mau kan?" Cowok itu terdiam lama sebelum akhirnya mengangguk pelan tanpa suara.
Menghela napas, Zee menyelipkan tangannya di perut serta tengkuk leher Altezza, menarik cowok itu agar bersandar di bangkunya. Dia benar-benar lemas tanpa tenaga.
Altezza mendesis ketika tangan Zee tidak sengaja menekan lukanya. "Sorry. Sakit banget, ya?" Altezza menggeleng. Tapi entah kenapa hal itu justru membuat Zee jauh lebih khawatir. Zee mengusap lembut perban luka Altezza, perhatian. Dia memperhatikan wajah cowok itu seksama. Jika dilihat dari dekat, Altezza memiliki beberapa luka memar di sekitar pipi dan keningnya. Tapi Zee tahu bahwa luka cowok itu lebih banyak di dalam dan tidak dapat tersentuh.
Tanpa menunggu signal dari Altezza, dia langsung menarik cowok itu ke dalam pelukan.
Meskipun Altezza masih merasakan ngilu beberapa tempat di wajahnya, dia balas memeluk Zee, mencoba mencari kenyamanan. Cewek itu mengulurkan tangannya, merangkul pundak Altezza sehingga cowok itu lebih dekat kepadanya. Sentuhan Zee seakan mampu menyembuhkan luka lara yang selama ini dipendamnya. "Gue sakit, Ka," bisiknya.
"Ka?"
"Lu-Ka." Zee terkekeh dan membelai lembut kepala Altezza yang bertengger di pundaknya. Cowok itu seperti sudah kehabisan napas dan yang dapat dia lakukan adalah memeluk tubuh Zeegrey.
_LUKA_
Buana dan Filosofi menjatuhkan diri, terlentang di atas lantai kelas yang dingin setelah tadi nyaris membunuh satu sama lain. "Kalau lo mati, cewek lo nangis." Buana melirik Fana lewat ekor matanya.
Fana menatap dingin.
"Tch."
Detik yang sama, pintu kelas XI IPA I terbuka dari luar dan menampilkan Kezia, gadis cantik dari kelas XI IPA II yang menyampirkan tas ransel di pundak kirinya. Kezia merupakan salah satu most wanted girl di SMA Gatlantra. Sifatnya yang baik dan ramah membuatnya disukai banyak orang. Kezia tersenyum lembut, membuat lesung pipinya terlihat manis.
"Hai.." dia melangkah mendekati Filosofi.
Filosofi menghela napas berat lalu bangkit terduduk dengan lutut yang ditekuk. "Kenapa, Kez?"
"Lo bisa anterin gue ke rumah sakit 'kan?"
"Lo sakit?"
"Nggak." Kezia menggeleng. "Tapi gue barusan dapet kabar kalau bokap gue kecelakaan dan dilarikan ke rumah sakit." Filosofi terdiam lama. Dia memiringkan kepala, menatap Fana yang juga sedang menatapnya. Ekspresi wajahnya datar dan tidak terbaca. "Lo nggak apa-apa kan kalau gue nganterin Kezia?"
Fana tidak mengatakan apapun.
Filosofi menjilat bibir. Matanya tidak berbohong. Sebenarnya dia berharap jika Fana akan cemburu dan menahannya. Tapi yang Fana lakukan malah sebaliknya. Tanpa berkata sepatah kata pun, Filosofi meraih dan menggenggam tangan Kezia —menarik cewek itu keluar dari dalam kelas menuju parkiran, meninggalkan Fana yang tanpa sadar memaki dalam diam.
"Lo nggak cemburu, Fa?" Tanya Buana. Fana menggeleng cepat, membuat cowok itu gemas sendiri. "Lo kalau cemburu, jujur aja kali. Kalau perlu, kasih Filosofi kode."
Fana terkekeh sinis "Buat apa kasih kode terus-terusan kalau udah tau dia nggak mungkin peka? Percuma."
"Ssstt!" Seluruh atensi murid kelas XI IPA I langsung tertuju ke arah Zee yang sedang memeluk Altezza. "Jangan berisik. Altezza tidur."
Buana yang mendengar hal itu segera mengesot mendekati Zee. Dia menopang dagunya dengan satu tangan, memperhatikan wajah pucat Altezza yang tertidur pulas dipelukan Zeegrey. Tatapan cowok itu terkunci pada headband hitam yang terikat di dahi Zee. Terdapat bercak darah pekat yang melambangkan kepribadian sang pemilik. "Punya Ezz, kan?"
"Ya. Malam itu headbandnya ketinggalan di kamar apartemen gue." Zee menahan kepala Altezza yang merosot di pundaknya. Satu tangannya terulur untuk melepaskan headband Altezza. Zee mengangkat satu alisnya. "Ada masalah?"
Buana membuka mulut. Ingin mengatakan sesuatu hal tapi tertahan di tenggorokan. Dia menipiskan bibir. "Nggak ada."
658 word.