42 - Aku Tetap Menyayanginya

16 3 0
                                    

Serumit apapun masalah yang datang, semua akan berakhir baik jika tidak disikapi dengan egois.

*****
Kasih ibu sepanjang masa, begitulah ungkapan yang selalu didengar.

Seorang ibu bahkan rela mempertaruhkan segalanya demi anaknya yang terkadang lupa akan pengorbanannya tersebut.

Ibu selalu menjadi pelindung terdepan saat anaknya mendapat masalah.

Selalu menjadi penyemangat di saat-saat tersusah.

Hanya dalam pelukan ibu, dunia terasa aman, tentram, dan damai.

Begitupun yang dirasakan Yuki saat ini, ia sudah tidak peduli jika baju mamanya itu basah karena air mata, Yuki hanya ingin memeluk Halia selama mungkin.

Yuki takut, ia sangat takut jika ini semua hanyalah mimpi, ia sungguh tidak sanggup jika harus kehilangan mamanya lagi.

Hari kemarin benar-benar hari terburuk dalam hidup Yuki, setiap masalah yang datang benar-benar ia hadapi sendiri, tanpa Halia di sampingnya.

Yuki sudah tidak mampu lagi, ia lelah selalu berpura-pura kuat.

Nyatanya, memang hanya Halia sosok penguat dalam hidupnya, yang memberinya segala kekuatan menghadapi hidup.

"Sayang, udah nangisnya, mata kamu udah merah loh, udah yah nak, mama nggak tega liat kamu kayak gini." Halia mengusap rambut Yuki dan menenangkannya.

Yuki mempererat pelukannya. "Maa...fin Yuki mah, maafin Yuki," isaknya

"Ya Allah nak, udah berapa kali kamu ngomong gitu, mama nggak pernah marah sama kamu nak, dan kamu berhak marah sama mama," Halia melepas pelukan Yuki, ia menatap wajah sembab putrinya, lalu mengahapus perlahan air matanya, "mama udah nyakitin kamu, kamu berhak marah sama mama, jadi udah yah nak, mama justru semakin sakit kalau kamu nangis gini, umm putri mama, lama sekali mama baru liat wajah cantik ini, mama rindu banget!" Halia kembali memeluk Yuki.

"Yuki juga, Yuki rindu banget sama mama!!"

"Umm, anak mama yang cengeng ini," ucap Halia lalu terkekeh.

Begitupun dengan Brama dan Abel yang duduk di sofa sudut ruangan rumah sakit. Keduanya tersenyum cerah melihat interaksi ibu dan putrinya itu.

Suasana di ruangan itu terlihat begitu hangat, seperti keluarga yang menemukan kembali kebahagiaanya.

*****

Berbanding terbalik dengan suasana di ruangan Halia, keheningan yang dingin terlihat menyelimuti dua cowok yang duduk di taman rumah sakit itu.

Keduanya masih dalam pikiran masing-masing, memilah kata yang pantas diucapkan, tak ingin membuat keributan di sana.

Sebab sekali saja salah satunya memancing keributan, maka keduanya mungkin tak dapat dilerai.

"Ekhem, kalau nggak salah, lo bosnya Yuki dulu kan?" Arka memulai percakapan dengan masih menatap kosong ke depan.

"Udah bukan, sekarang lebih ke...sabahatnya," jawab Luthfi.

Arka tersenyum miring mendengarnya, senyum samar tetapi masih bisa dilihat oleh Luthfi. "Em, sahabat."

Dua Sisi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang