14 - Jadian yah?

61 17 2
                                    

Mengungkapkan perasaan sebenarnya simpel. Hanya saja seseorang biasanya sudah berpikir terlalu jauh tentang penolakan hingga pengungkapan itu terasa sulit.


25 April 2020, 07:59
*****
Sebuah rumah di komplek perumahan elite, terlihat seorang pemuda sedang duduk dengan gelisah di balkon kamarnya.

Ia terus saja mengusap wajahnya dengan kasar lalu menghembuskan nafas kesal.

"Bisa gila gue kalo kayak gini terus," kesal Luthfi.

Ia sedari tadi tak bisa diam, pikirannya berkecamuk dan terbang kemana-mana.

Tapi, hanya ada satu objek yang begitu jelas. Gadis ceroboh yang ia pekerjakan beberapa minggu lalu.

Terkadang Luthfi bingung, mengapa Yuki dengan mudahnya membuat ia uring-uringan begini. Bahkan mantan-mantannya terdahulu pun tak seperti itu.

Mengherankan.

Bahkan hanya dengan menatap mata bulat hitamnya itu Luthfi seakan sudah tak bisa bernafas.

"Shit!" Luthfi kembali mengeram kesal.

"Masa iya gue nggak bisa kalo nggak ketemu dia sehari?!" Luthfi menjambak rambutnya frustasi.

Beberapa minggu setelah Yuki menjadi asistennya, Luthfi memang tak pernah absen ke minimarket. Bahkan ia betah berlama-lama di tempat itu jika ada Yuki di dekatnya.

Luthfi bisa gila jika begini terus. Tapi sungguh, ia gengsi jika suatu saat ia menyadari bahwa ia memiliki rasa pada bawahannya itu.

Bagaimana mungkin? Mantannya termasuk ke dalam model-model terkenal, lalu ia malah tergila-gila kepada gadis SMA tukang rusuh. Parah.

"Luthfi, kamu ada di dalam nak?"

Pintu kamarnya diketuk beberapa kali, Luthfi mulai beranjak dari balkon untuk membuka pintu.

Pintu terbuka lebar, menampilkan wanita umur empat puluh tahunan. Tapi masih cantik dengan berbagai macam aksesoris yang ia kenakan.

"Kenapa mah?"

"Kamu jangan kemana-mana yah hari ini."

"Emang mau ngapain?"

"Mama ada tamu, kamu bisa temenin mama kan?" Sonya memegang tangan anaknya itu, ia berharap kali ini Luthfi mau ikut dengannya.

"Nggak bisa mah, Luthfi ada kerjaan." Luthfi melepas tangannya dari genggaman Sonya dan masuk kembali ke kamarnya.

Sonya hanya bisa pasrah melihat tingkah anak semata wayangnya itu, jika suatu saat Luthfi membencinya maka itu juga karena kesalahannya sendiri.

Luthfi mengambil jaket dan kunci mobil. Jika moodnya sudah seperti ini, ia sudah tak bisa lagi berada di rumahnya itu, seketika semua seperti terasa sesak.

Luthfi membuka pintu perlahan, mamanya sudah tak ada lagi di depan pintu, ia berharap mamanya tak melihatnya pergi dan bertanya lagi.

Sesampainya di lantai bawah Luthfi tak melihat keberadaan mamanya, ia segera mengeluarkan mobilnya dari garasi dan melaju dengan kencang.

"Sial! Gue kenapa nggak bisa ngontrol emosi gini sih?!" Luthfi memukul stir mobilnya hingga terdengan suara klakson yang begitu nyaring.

"Oke, gue butuh obat pereda emosi," ucapnya dan tersenyum kecil.

*****

Mobil Jeep warna hijau tua itu melaju dengan kecepatan sedang disiang hari yang cerah itu.

Hari itu tidak begitu panas, bahkan terlihat banyak awan di langit sana.

Hembusan angin dan suasana hati yang baik menambah rasa nyaman dalam mobil itu.

Dua Sisi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang