43 - Keluarga Yang Kembali

15 3 0
                                    

Setelah badai yang menghantam, meluluhlantakkan segala keadaan, dunia kembali berjalan, segalanya kembali pada tempatnya. Akankah kamu juga?

*****
Luthfi termenung sendiri di balkon kamarnya, jam sudah menujukkan pukul sebelas malam, tetapi ia masih enggan meninggalkan tempatnya berdiri menatap kosong jalan raya di depan rumahnya.

Ada banyak pikiran yang masih berkecamuk di kepalanya. Hal itu membuatnya sulit tidur.

"Gue harus gimana sama keadaan yang seperti ini, apa gue harus diam dan membiarkan Yuki memilih sendiri, atau gue harus bertindak dan meyakinkan Yuki kalau guelah yang lebih bisa bahagiaan dia."

"Tapi bukannya kebahagiaan itu harus Yuki sendiri yang nentuin?"

"Terus gue harus diam aja gitu kalau misalkan Yuki lebih milih cecunguk itu?!"

Luthfi terus saja bermonolog, mengeluarkan segala pemikiran-pemikiran yang terus saja menghantuinya belakangan ini.

Luthfi sadar, niatnya selama ini memang hanya ingin membahagiakan Yuki, membuat gadis itu melupakan kesedihannya dan melanjutkan hidup.

Tetapi, setelah semua yang ia lakukan selama ini, dan jika tiba-tiba Yuki memilih Arka, bukankah ia pantas marah, kesal, kecewa.

Luthfi tahu, bahwa perasaan tak dapat dipaksakan. Tetapi, jika Yuki tak kembali ke Indonesia, bukankah semuanya masih baik-baik saja.

Tuhan, bolehkan Luthfi egois. Ia sangat berharap masalah kemarin tidak terbongkar. Yuki pun sudah baik-baik saja dan menerima semuanya, terlebih, ada Luthfi yang selalu bersamanya.

Hidup memang selalu tidak adil. Ia akan mengambil dan mengembalikan semuanya pada tempatnya semula. Dan Luthfi benci, benci jika sesuatu yang sudah seharusnya menjadi miliknya tiba-tiba menjadi hak milik orang lain.

Perlukah ia merebutnya? Perlukah menjadi jahat dan mengambil kembali punyanya?

*****

"Mama!" Seru Yuki yang terdengar di seluruh penjuru rumah.

Halia yang sedang menyiapkan sarapan pun dibuat terkejut oleh putrinya itu.

Setelah beberapa hari dirawat, kemarin ia sudah diperbolehkan pulang, dan Halia sudah tahu apa alasan putrinya itu histeris sepagi ini.

"Mama! Mama kenapa ada di sini, kan udah Yuki bilang, biar Yuki aja yang nyiapin sarapannya. Mama udah duduk yang cantik aja di sini."

Yuki mengomel sembari menarik Halia duduk di kursi makan. "Udah mama duduk, biar Yuki yang beresin semuanya."

Halia tersenyum hangat melihat Yuki yang dengan lincahnya meracik nasi goreng di panci. Hatinya sedikit teriris melihat putrinya yang tak biasa melakukan pekerjaan dapur tiba-tiba bisa semandiri ini.

"Ki, kemarin-kemarin waktu mama nggak ada kamu masak sendiri?" Tanya Halia.

Yuki menoleh dan tersenyum. "Iya dong mah, waktu masih di rumah, Yuki gantian sama papa masaknya, pas di rumah Oma kan banyak pembantunya, jadi jarang-jarang, palingan kalau cuma mau buatin bekel buat Luthfi doang."

"Luthfi?"

"Iya, temen Yuki, dia dari sini juga, enggak tau kenapa bisa ketemu di Belanda sana, padahal kan Belanda luas yah mah," kekeh Yuki.

Halia tersenyum mengejek. "Temen apa temen nih?" Ejeknya.

Yuki tersenyum malu-malu. "Ah mama, bisa aja."

"Wah! Pantes aja ada bau-bau nggak asing gitu, menggetarkan lambung, ternyata anak papa masak toh." Brama yang muncul tiba-tiba mengangetkan ibu dan anak yang bercanda itu.

Dua Sisi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang