28 - Harus Kuat

21 3 0
                                    

Karena sahabat bisa menjadi penasihat, penyemangat, juga penyeimbang langkahmu saat diterpa angin.

15:20, 01 September 2020

*****

"Bentar lagi Kepsek ganti kan yah?" Ucap Ifi sembari menyuruput es jeruknya.

"Iya kali, udah dari tahun kemarin itu harusnya lengser jabatan!" Seru Mela.

"Lo kenapa dah, nggak suka banget sama Kepsek?" Bingung Aurel.

"Dia itu kejam Rel, siapa coba yang suka." Mela bergidik mengingat betapa menyeramkannya Kepala Sekolah mereka saat marah.

"Tapi gue suka-suka aja sih, Beliau itu tegas loh, liat kan sekarang murid bandel pada banyak yang insyaf." Ifi berpendapat.

"Siapapun Kepseknya sih, yang penting sekolah nggak usah fullday."

"Bener banget tuh Rel, jatah tidur gue udah berkurang karena midnight, apalagi kalau sekolah fullday." Setuju Mela.

"Elo nggak capek apa pake paketan midnight?" Heran Ifi, sahabatnya satu itu penikmat paketan midnight, tak heran jika setiap harinya ia akan merengek hotspot pada Farel.

"Kalau itu murah, berkualitas, dan banyak, buat gue nggak ada masalah."

Ifi memutar bola mata jengah mendengar jawaban Mela, selalu seperti itu.

Pandangan Ifi lalu tertuju pada Yuki di sampingnya yang sedari tadi diam, tak seperti biasanya.

Baru saja Ifi akan bertanya, Yuki sudah bersuara, dan membuat ketiga temannya menghentikan aktivitas mereka.

"Kalau misalnya gue pindah sekolah gimana?"

Baik Ifi, Mela dan Aurel. Mereka sama-sama tak mengerti maksud Yuki.

"Apasih, gaje deh, hahah!" Mela tertawa garing.

"Oma gue maksa gue buat ikut dia ke Belanda." Yuki semakin menunduk usai menyelesaikan kalimatnya.

Ifi di samping Yuki mulai merangkul sang sahabat, semabari sesekali menepuk-nepuk pundaknya.

"Emang ada masalah apa? Kok tiba-tiba sih?" Tanya Ifi lembut.

"Iya Ki, bukannya kata lo kemarin oma lo udah mau pulang hari ini?" Tanya Mela.

Aurel diam saja, menunggu sang sahabat menjelaskan, karena sebagian besar pertanyaanya sudah tersuarakan oleh Ifi dan Mela.

"Gue ... nggak tahu." Yuki semakin menunduk lesu, "gue, cuman nggak mau ninggalin mama gue." Suara Yuki terdengar serak, perlahan bulir-bulir air mata mulai membasahi pipinya.

"Yaudah, kalah gitu lo bilang aja sama oma kalau mau nunggu mama lo," usul Mela. Ifi dan Aurel hanya menganguki.

"Oma bilang...mama, mama gue udah meninggal." Tangis Yuki seketika pecah, pertahannya sudah runtuh, sedari tadi ia menahan untuk tidak menangis, tetapi itu sangat sulit.

Ifi memperat pelukannya, Mela dan Aurel pun mendekat, berharap bisa menenangkan sahabatnya itu.

"Kok oma ngomong gitu sih, nggak enak banget tahu dengernya," kesal Mela.

Dua Sisi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang