Syam melirik kearah dua Abang nya itu, Arkan dan Erkan. Entah kenapa sejak pertandingan basket selesai kedua Abang nya itu tiba-tiba membisu.
Sungguh Syam tidak mengerti dengan perubahan sifat kedua nya yang sering berubah disaat yang tidak tepat seperti saat ini.
Bel istirahat berbunyi sekitar lima menit yang lalu, padahal Syam sudah berencana untuk mentraktir kawan sekelasnya dengan uang Arkan dan Erkan.
Namun sepertinya harus ia urungkan terlebih dahulu karna bank tujuannya sedang bermasalah.
Syam hanya heran, saat ia ingin meninggalkan lapangan basket dirinya langsung ditarik oleh kedua Abang nya itu, tapi sekarang dia malah didiamkan.
"Abang......nggak kesurupan kan?"
Pertanyaan polos dari Syam berhasil membuat Radit dan Satya meledakkan tawannya hingga sang empu yang melontarkan pertanyaan bingung karenanya.
Arkan dan Erkan mendengus sebal, sesungguhnya kedua nya hanya berniat membuat sang adik sadar, bahwa dia lah penyebab kekalahan kedua Abang nya kali ini.
"Kayaknya setannya pindah ke bang Radit sama bang Satya deh" gumam Syam namun masih bisa didengar yang lainnya.
Radit dan Satya langsung menetralkan kembali tawanya, dari pada bocah imut itu menganggap mereka kesurupan dan menjauh?
Satya berdehem singkat "gini loh adekku, Abang kamu itu marah karena kamu nggak dukung mereka main basket tadi" ujar nya.
Syam mengangguk-anggukan kepalanya mengerti, hanya karna itu dan kedua Abang nya itu marah, dasar labil.
"Abang....."panggil Syam namun semua nya menoleh.
"Semangat ya main basketnya" lanjutnya, ya walaupun telat tapi nggak papakan?
Radit dan Satya menahan tawanya, berbeda dengan Galang yang tersenyum tipis, dirinya hanya terlampau gemas dengan tingkah polos bocah itu.
"Telat" ujar Erkan tanpa membalas tatapan sang adik.
Syam mendekat kearah Erkan yang berdiri dipembatas roiftop, tangannya menarik baju sang Abang dari belakang.
"Abang kalo mau bundir jangan disini, nanti sekolah kita gempar" ujar Syam saat melihat Erkan menaruh tangannya diatas besi pembatas rooftor sebagai penopang.
Sekali lagi hati Erkan dihancurkan oleh sang adik, dirinya pikir adiknya sudah sadar dan akan meminta maaf, namu adiknya itu malah memperingatkan nya untuk tidak mengakhiri hidup disekolahan.
"Bang Arkan, kalo mau ketawa nggak usah ditahan, nanti malah keluar dari bawah bahaya" Syam mengingatkan Arkan saat melihat Abang nya yang satu itu menahan tawanya.
Radit dan Satya kembali terbahak, entah karna lelucon apa namun setiap perkataan Syam selalu berhasil menggelitik ginjal keduanya.
Galang mendekati bocah itu lalu menarik tangannya pelan, menuntunnya untuk duduk dikursi tengah, dirinya hanya kasian melihat Arkan dan Erkan yang selalu dijatuhkan oleh adiknya sendiri.
"Udah dek, tidur"
Syam menurut saja, dirinya memeluk Galang dari samping, sebagai pengganti guling. Arkan dan Erkan yang melihat itu langsung menatap tajam Galang, namun hanya dibalas tatapan datar dari sang empu.
Galang mengelus-elus rambut lembut Syam yang beraroma strobery, seiring dengan Syam yang mulai menutup matanya karna nyaman.
Hingga dengkuran halus mulai terdengar. Dengan perlahan Arkan mengambil alih tubuh kecil Syam yang mendekap Galang, tujuannya adalah rumah, membolos sesekali bukanlah hal yang buruk. Namun bagaimana jika sudah berulang kali?.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alrasyam Galendra [Ready Versi Pdf]
Fiksi PenggemarSyam terpaksa membiarkan dirinya terikat oleh rantai emas tak kasat mata milik keluarga Ayahnya, demi menyelamatkan nyawa sang Bunda. __________________ "Ikutlah dengan Ayah jika masih ingin melihat jalang itu tetap bernafas" No plagiat!