41. Kecewa

8.7K 1.1K 99
                                    

Tiga hari telah berlalu sejak Syam menerima novel kiriman Nana. Dan tiga hari itu pula sikap Syam berubah menjadi lebih pendiam, hingga membuat seluruh keluarga nya bingung dengan perubahan anak itu yang tiba-tiba.

Anak itu terlihat sering melamun, dan sedikit menjauh dari keramaian. Syam yang tadi nya suka dengan keributan kini menjadi acuh. Keluarga nya sering mempertanyakan hal yang membuat pemuda itu berubah, namun anak itu selalu menjawab bahwa ia baik-baik saja dengan senyuman.

Membuat keluarga nya yakin bahwa ada yang disembunyikan. Entah mengapa, mereka semua tidak tahu penyebab nya, tapi yang pasti perubahan sifat Syam mampu membuat mereka semua uring-uringan.

"Ribuan kilo, jalan yang kau tempuh, lewati rintang untuk aku anakmu..."

Nada indah itu keluar dari celah bibir Syam. Netra indahnya menatap sang Dewi malam yang telah bersinar, dengan bintang yang mengelilingi nya. Rasa rindu itu kian menyiksa, hanya bernyanyi dan menatap bulan sebagai perantara.

"Ibuku sayang, masih terus berjalan, walau telapak kaki penuh darah penuh nanah..." Setetes air jatuh dari pelupuk mata pemuda itu. Lagu itu selalu mengingatkannya pada sang Bunda.

Ditemani lagu kesukaan sang bunda, Syam membayangkan wajah sang bunda, perlakuan dan kenangan bersama sang bunda. Setidak nya cara seperti inilah yang membuat pikirannya nyaman, setelah mencari cara bagaimana bersama sang bunda tanpa menyakiti ayah nya.

Pikirannya berkecamuk. Hingga tanpa sadar bahwa sikap nya berubah beberapa hari yang lalu menjadi pribadi yang pendiam. Padahal ia sudah mencoba biasa saja, namun semua nya kacau, sama seperti pikirannya.

Ia sedang memikirkan waktu yang tepat untuk berbicara baik-baik dengan ayah nya. Namun, kala waktu itu datang bibirnya tidak bisa terbuka, suara itu tercekat di tenggorokan. Khawatir akan apa yang dipikirkan ayah nya nanti, takut jika ayah nya malah kembali terluka, lantas apa yang harus ia lakukan?

"Nak?"

Syam menghapus air mata nya dengan cepat saat mendengar suara sang ayah. Langkah kaki ayah nya itu semakin dekat bersamaan dengan bibirnya yang semakin tertarik. Pemuda itu tersenyum lalu berbalik menatap sang ayah.

"Ayah!" Syam berbalik, kemudian mendudukan dirinya ditempat tidur.

"Nak?" Syam hanya berdehem sebelum tubuh nya masuk kedalam dekapan sang Ayah.

"Ayah sayang kamu, sayang banget. Kamu itu bintang Ayah, dan selama nya akan seperti itu, walaupun kita baru bertemu, tapi ayah bisa memahami kamu dengan baik, ayah kenal kamu, sikap kamu, perilaku kamu, dan fikiran kamu" Rama memegang kedua bahu sang anak, menatapnya tepat di netra hitam itu.

"Orang tua dan anak nya itu sangat dekat, walaupun mereka berjauhan. Karna apa? Nggak akan ada hubungan yang bisa mutusin ikatan batin antara orang tua dan anaknya. Maka dari itu, setiap seorang anak sakit saat itu orang tuanya juga akan merasakan hal yang sama. Dan disaat anak nya sedang dalam masalah, firasat itu datang menghampiri hati orang tuanya nak. Belakangan ini ayah lihat sikap mu sedikit berubah, kamu ada masalah?"

Syam yang tadi nya diam mencerna perkataan Rama kini di buat tersentak. Ia tidak menyadari jika sikap nya berubah beberapa hari ini hingga membuat ayah nya itu merasakan perubahannya. Padahal ia sudah berusaha bersikap seakan tidak terjadi masalah.

"Cerita sama ayah. Jangan sungkan, kamu itu anak ayah. Kadang berbagi masalah itu bisa membuat hati kita sedikit lega" ujar Rama saat melihat anak nya itu masih terdiam.

Pikiran pemuda itu berkeliaran. Bercerita memang dapat membuat hati nya sedikit lega, namun bagiamana bisa ia bercerita pada seseorang yang menjadi masalahnya? Atau memang ini lah waktu yang tepat?

Syam mendongak, menatap netra yang sama dengannya itu intens. Lidah nya tidak bisa berucap, padahal ia tahu bahwa saat ini adalah waktu yang tepat.

"Ayah.." dari sekian banyak kata yang tersusun di kepalanya hanya satu kata yang mampu ia keluarkan. Ia hanya takut, ayah nya akan terluka.

"Kenapa hem?" Rama mengelus rambut Syam singkat sebelum mengecup pelipis sang anak.

Syam kembali terdiam. Rama yang melihat itu pun membuka suara, ingin meyakinkan sang anak bahwa ia juga bisa dijadikan teman bercerita. Berharap anak nya itu mau berbagi masalah dengannya.

"Kamu masih belum yakin sama ayah? Oke nggak papa. Tapi satu hal yang haru----"

"Bunda!"

Kedua manusia dengan ikatan ayah dan anak itu pun saling bertatapan. Syam menyebutkan bunda nya dengan sedikit keras, membuat Rama langsung menoleh kearahnya dengan raut tidak suka. Syam masih belum siap untuk mengatakannya, namun mau tidak mau ayah nya itu harus tahu semuanya. Menundanya bukan lah keputusan yang bagus, karna bagaimana pun juga ayah nya itu pasti akan tau, dan itu dari nya.

"B-bunda, ayah aku mau bi----"

"Jadi wanita itu penyebab kamu berubah? Kamu masih berhubungan dengan wanita itu heh?" Rama bertanya dengan raut datarnya, suara pria itu berubah menjadi dingin.

"Ayah sendiri yang bilang bukan? Nggak akan ada yang bisa mutusin hubungan anak dan orang tuanya? Terus kenapa ayah nanya kaya gitu? Pasti nya aku sama bunda akan terus berhubungan. Hubungan antara anak dan ibu nya adalah hubungan yang paling kuat di semesta ini ayah"

Rama terdiam, perkataanya menjadi Boomerang tersendiri. Namun tetap, ia tidak suka jika anak nya itu berdekatan dengan Janna. Menurutnya Janna mampu membawa sisi buruk, melihat dari bagaimana wanita itu dimasa lalu.

"Ayah, aku seorang anak, tentu nya butuh kasih sayang orang tua yang lengkap. Fiks, aku terima kalo ayah dan bunda nggak akan pernah bisa nyatu lagi, tapi setidaknya aku masih bisa ngerasain kasih sayang kalian"

"Bisa nggak Ayah maafin Bunda sepenuh nya. Aku tau ayah terluka sama perilaku yang diberikan bunda ke ayah. Tapi ayah juga harus tau, aku sama Abang juga masih butuh bunda"

"Aku mau ketemu bunda. Aku kangen bunda, ayah. Maafin aku, aku bilang begini bukannya mau nambah luka Ayah apalagi buat ayah kecewa. Aku sayang Ayah, sangat. Tapi aku juga sayang bunda, bunda yang udah ngurus aku dari kecil, seharusnya ayah ngerti"

"Ayah sadar nggak selama ini ayah salah karna udah misahin aku sama bunda. Ayah emang kecewa sama bunda, tapi nggak seharusnya ngelakuin ini. Ayah tau hukuman apa yang paling mengerikan? Penyesalan. Dan bunda selalu hidup di awang-awang penyesalan"

"Bunda cuman punya aku yah, dan ayah tau? Ayah udah ngambil segalanya dari bunda karna kekecewaan ayah"

"Yah, dengerin aku. Tentang luka, disini semua nya terluka, semua nya nggak bahagia. Kalo ayah bilang bunda penyebabnya, oke iya. Tapi apa ayah tau? Selama ini juga bunda udah cukup sulit, bunda udah hidup ditengah penyesalan"

"Bukan maksud aku mau ngebela bunda, bukan yah. Aku bilang ke ayah tentang ini karna aku nggak mau ngelukain ayah terlalu dalam. Jadi izinin aku buat ketemu bunda, bunda cuman punya aku yah"

Syam menatap Rama dengan air mata yang sudah mengalir indah dipipi nya. Netranya berbinar penuh harap semoga ayah nya bisa mengerti perkataan nya. Ia tahu tidak bahwa perkataan nya akan melukai ayah nya atau tidak.

Rama turun dari kasur Syam, menatap netra putranya itu dalam. Sedangkan Netranya sendiri memancarkan binar yang redup dengam berbagai arti yang tidak bisa diungkapkan. Pria itu tertawa miris.

"Ayah kira ayah hanya akan menemukan kebahagiaan dari kamu Syam, tapi ayah salah. Ternyata kamu sumber kekecewaan terbesar dihidup ayah" pria itu berlalu dari kamar dan anak.

Berbalik sebentar saat diambang pintu "sampai kapan pun ayah nggak akan ngizinin kamu ketemu wanita itu" ujarnya dan benar-benar pergi dengan rasa kecewa.

Saat detik itu juga tangis Syam pecah, bersamaan dengan kepercayaan sang ayah padanya yang ikut hancur. Ia kembali melukai ayah nya.


______

Gimana part ini?

Menurut kalian konflik diceritakan ini ringan atau enggak?

Maap ya siang terbitnya, lupa aku.

Alrasyam Galendra [Ready Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang