36. Hukuman

9.3K 1.3K 184
                                    

Peluh nya kembali menetes, membasahi seragam berwarna coklat itu. Tangan pemuda itu tampak gemetar memegang mic, menoleh sebentar menghadap temannya yang tengah memangku gitar, tak berbeda, tangan temannya itu juga tampak bergetar.

Kedua pemuda itu tampak gugup dipandangi oleh satu angkatannya. Kedua nya kesal saat melihat kedua pemuda yang berada di kerumunan lain itu tampak menertawakan kedua nya, itu Dani dan Romi, kedua pemuda itu terlihat sangat bahagia melihat kedua sahabat nya yang lain dihukum.

Syam, pemuda itu memperhatikan sekitarnya, mencari keberadaan kedua Abang nya yang mungkin bisa membantunya dari hukuman ini. Netranya menangkap wajah kedua Abang nya. Syam menatap Arkan dan Erkan dengan tatapan permohonan, namun respon kedua Abang nya itu membuat ia kesal setengah mati.

Kedua Abang nya itu malah tersenyum tipis seraya melipat tangan kedepan dada, menatap ia dengan dagu terangkat. Tidak kah Abang nya itu tahu bahwa ia gugup setengah mati disini? Rasanya Syam ingin menangis, namun ia masih tau tempat.

"Seperti yang kalian lihat, kedua saudara kita ini tengah mendapat kan hukuman karena terlambat. Kakak sudah bilang bukan, agar kalian bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya?"

"Tepat waktu itu penting, selain tentang kedisiplinan, tepat waktu juga akan membantu kita kedepannya untuk menghargai waktu. Jangan pernah anggap sepele kata terlambat, justru itu yang akan menjadi Boomerang bagi kita kedepannya. Dan kakak memberikan hukuman agar kedua adik-adik ini sadar akan pentingnya waktu, sekarang ayo kita sama-sama memberi pengertian kepada kedua adik ini" ujar pembina laki-laki itu.

Syam semakin meremat mic ditangannya, menunduk kan kepalanya saat satu angkatannya itu terlihat bersemangat mendengar hukuman apa yang akan diberikan kepada ia dan Adit.

Adit yang tadi nya duduk langsung berdiri disampingnya, memberikan senyuman meyakinkan, namun Syam tahu bahwa Adit juga telah dilanda rasa gugup. Kedua pemuda itu pasrah dengan hukuman yang akan diterima nantinya.

Tidak ada yang bisa dimintai tolong, Arkan dan Erkan tanpa sadar juga turut mendukung hukuman itu. Dani dan Romi? Jangan ditanya, kedua manusia itulah yang bertepuk tangan paling kencang.

"Dit, gua mati ajalah.." Syam mendongak menatap Adit dengan putus asa, netra pemuda itu nampak berkaca-kaca.

"Mulut lo, lebih baik kita jalanin aja dulu, kalo nggak sanggup pura-pura pingsan" ujar Adit.

"Kalo pingsan sekarang boleh enggak?"

"Jangan, nanti curiga"

"Hukuman kali ini berprinsip pada kerja sama. Jadi Adit harus main gitar, terus Alrasyam yang nyanyi. Nggak gampang loh, karna disini Adit harus ngimbangin lagu yang bakal dibawain Alrasyam. Dan lagu yang bakalan dibawain harus lagu anak-anak"

Pembina itu berujar lantang, berbeda dengan Adit dan Syam yang semakin gugup. Apalagi saat melihat satu angkatan nya itu bersorak-sorai seperti para fans yang melihat idola nya. Angin sejuk disore hari itu tidak mampu menenangkan hati kedua pemuda itu.

"Kalian siap?" Tanya pembina itu.

Syam tidak menjawab, Adit lah yang mengangguk terbata-bata. Jantung kedua pemuda itu seperti diajak berdisco, berdetak kencang yang membuat empu nya kewalahan.

"Okay semua nya, mari kita nikmati penampilan kedua pemuda ini" pembina itu menepuk pundak Syam dan Adit "take care" ujarnya.

Syam dengan terbata-bata menoleh kearah Adit yang tersenyum seraya mengangguk ragu. Kedua nya mengangguk bersamaan, saling melempar kode yang hanya dimengerti keduanya.

Tangan gemetar itu mendekatkan mic yang berada di genggamannya didepan bibir. Menutup mata sejenak, sebelum membuka nya dengan pandangan yang lebih tajam. Petikan gitar Adit mulai terdengar, padahal Syam yakin Adit juga bingung dengan lagu yang akan mereka bawakan.

Suara petikan gitar yang dimainkan Adit telah terurai dengan Susana sekitar, membuat Syam sedikit tenang saat satu angkatannya ikut menikmati nada indah yang keluar dari gesekan senar gitar.

Syam menghembuskan nafas sejenak sebelum mengeluarkan suara indahnya, ditatap nya para manusia didepannya yang menatap penuh harap padanya. Bahkan kedua Abang dan temannya itu menatap ia dan Adit sangat intens.

Suasana tenang itu begitu nyaman masuk ke Indra pendengaran mereka. Skil Adit dalam bermain gitar memang tak diragukan. Setidak nya Susana terasa nyaman sebelum..

"D-diobok obok air nya di obok-obok. Banyak ikan nya k-kecil kecil pada mab------"

Suara Syam tercekat di tenggorokan, berganti dengan isakan yang harus ia tahan. Malu yang ia rasakan saat baru membuka suara namun langsung ditertawakan. Bukan hanya satu-dua, namun satu angkatan dan satu sekolah bahkan para guru yang ada pun ikut tertawa.

Semua orang menertawakannya kecuali Adit yang menatap nya. Wajah imut nya itu menunduk, menatap tanah yang tampak lebih menarik, mengabaikan suara setan yang tertawa dan berusaha menahan air yang menumpuk dipelupuk matanya.

Syam merasa sangat malu saat ini. Apa suara nya sejelek itu hingga ia ditertawakan seperti ini? Rasanya ia ingin menghilangkan dari bumi untuk saat ini, mengungsi di planet lain sepertinya bukan ide yang buruk.

Netranya sedikit melihat sekitar. Semua orang masih tertawa, bahkan kedua sahabat nya itu juga ikut tertawa seraya memegang perut. Tak sengaja netranya juga menangkap siluet kedua Abang nya itu yang tengah tersenyum lebar. Sejenak, ia menginginkan Janna merengkuh nya, membawa nya keluar dari sini.

"A-adit..." Syam menoleh kearah Adit yang tersenyum canggung kearah nya.

"It's okay, nggak papa, ada gua disini, lo malu nggak sendiri" ujarnya.

"Hiks....m-mau pulang"

Adit menghela nafas kemudian menarik Syam pergi dari pusat perhatian, mengajak bicara sebentar kepada ketua pembina yang masih tertawa, kemudian membawa Syam pergi dari sana.

"Huwaaa... Adit, gua malu" Syam menangis terisak dibangku belakang sekolah. Tempat ini kosong, karna memang kegiatan dilakukan dihalaman sekolah.

"Udah Syam, kita udah nggak dilihatin lagi"

"Hiks...ya gua malu, mau tari dimana muka gua nanti Dit.."

Adit mengusap pelan punggung sempit sahabat nya. Jujur, ia juga malu tadi, namun tidak separah Syam yang memang menjadi pusat perhatian. Ia ingin tertawa, namun juga tidak ingin sahabat nya itu marah pada nya.

"Lo juga kenapa nyanyi lagu itu? Emang nggak ada lagi lain yang lebih wajar?" Tanya Adit penasaran. Lagu anak-anak banyak, lalu mengapa sahabat nya itu memilih lagu yang dapat membangkitkan humor itu.

"Gua cuman apal lagu itu, bunda dulu sering nyanyiin sebelum gua tidur, hiks.... G-gua rindu bunda.."



________

Jangan lupa voment and follow

Alrasyam Galendra [Ready Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang