28. Maaf?

10.3K 1.4K 112
                                    

Arunika sudah terlihat saat pemuda itu menyibakkan tirai jendelanya. Dengan semangat empat lima pemuda itu berjalan ke kamar mandi. Membersihkan diri dari siraman pulau yang dibuatnya malam tadi.

Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi nya untuk sekedar membersihkan diri. Melangkahkan kaki nya keluar kamar mandi dengan baju yang sudah bersih sehabis diganti.

Syam, pemuda itu sudah berada dikamar nya sejak tadi pagi. Bahkan Abang nya itu belum bangun saat dirinya beranjak dari kasur. Ternyata tidur bersama Vano itu sangat nyaman, bahkan ia sangat lelap hingga tidak bermimpi buruk.

Namun ia sudah berencana bangun pagi, hingga ia mampu bangun sendiri karena sudah niat dalam hati. Hari ini ia yang akan membangunkan ayah nya itu, sebagai permintaan maaf karena telah membuat ayah nya itu sedih ia abaikan.

Ia menyesal karna telah mengabaikan ayah nya. Syam mana tahu jika ayah nya lah yang memanggil Vano. Abang nya itu telat memberitahu nya, salahkan saja Abang nya yang satu itu.

Jam masih menunjukkan pukul enam pagi. Sinar matahari pun belum sepenuh nya keluar dari tempatnya bersemayam. Bahkan udara masih sangat dingin, namun karna rasa bersalah nya Syam sudah siap untuk merayu ayah nya sebelum berangkat sekolah.

Pemuda itu sudah siap dengan seragam khas anak SMA, dengan penampilan urakan pemuda itu melangkahkan kakinya keluar kamar, saat ini tujuannya adalah kamar ayah nya.

Netra nya menatap nanar pintu coklat didepan nya, menjulang tinggi hingga tiga meter. Syam membuka pintu itu, beruntung pintu itu tidak dikunci hingga ia tidak perlu mendobrak nya. Bukan pintu nya yang terbuka tapi tulang nya yang akan renggang.

Aroma khas ayah nya langsung menyambut Indra penciuman nya. Syam suka bau ini, aroma nya sangat menenangkan, sama seperti pelukan ayah nya yang jauh lebih menenangkan.

Mata bulat itu meliar, mencari keberadaan si empu pemilik kamar, hingga sesuatu diatas kasur berhasil menarik pertahatian nya. Perlahan langkah pemuda itu mendekat, tangannya langsung menyibakkan selimut putih polos itu dengan perlahan.

Senyuman terbit dibibir nya, saat melihat ayah nya itu masih tertidur pulas. Namun tak lama bibir yang melengkung keatas itu berubah menjadi kebalikannya. Netra pemuda itu berkaca-kaca saat melihat apa yang ayah nya itu pegang didekapannya.

Itu foto nya.

Apakah ayah nya itu sangat bucin terhadap dirinya? Hingga ayah nya itu mendekap foto nya sambil tertidur. Dan ia merasa bersalah lagi akan hal itu, ayah nya itu mungkin merasa bersalah, ayah nya itu pasti sedih karena diabaikan kembali oleh anak nya.

"Ayah...." Syam memanggil sang ayah dengan nada yang bergetar. Pemuda itu merasa bersalah unik yang kesekian kali nya.

Pemuda itu berbaring sambil mendekap sang ayah setelah menyingkirkan foto dirinya yang digenggam erat, hingga ia membutuhkan sedikit tenaga untuk mengambil nya.

"Ayah....hiks...." Terlalu dalam penyesalan yang melanda pemuda itu, hingga ia tidak bisa mengendalikan emosi nya. Ayah nya itu sedih karena dirinya.

"Syam? Kenapa? Kamu nangis nak?" Suara serak itu masuk keindra pendengaran Syam, ia mendongak menatap sang ayah.

"Kenapa? Kamu diganggu bang Vano hem?" Pria itu mendekap anak nya erat, ia baru saja terbangun karena mendengar isakan anak nya, ia kira itu mimpi ternyata nyata.

"Maaf ayah, aku buat ayah sedih lagi kan?" Suara nya tampak bergetar karna menahan tangis.

"Ayah kira kenapa" Rama menghela nafas nya "enggak, ayah nggak sedih kok, karna ayah tau kamu nggak akan bisa marah lama-lama sama ayah" ujar nya.

"Terus kenapa ayah tidur nya peluk poto aku?" Mata bulat itu berkedip lambat, menunggu jawaban dari sang ayah.

Rama langsung gelagapan mendengar pertanyaan polos sang anak, ia harus menjawab apa? Apa kah ia harus mengatakan yang sebenarnya kepada sang anak dan membiarkan harga dirinya jatuh begitu saja?.

Tidak, tidak akan ia membiarkan harga dirinya jatuh begitu saja dihadapan sang anak. Lalu dia harus menjawab apa?

"A-yah, ayah itu, apa namanya, oh ini ayah lagi ngecek bagus nggak hasil foto nya, ayah lagi ngumpulin foto keluarga untuk dimasukin kedalam album" ujar Rama gugup.

Syam hanya mengangguk-anggukan kepala nya saja. Mungkin ayah nya itu tertidur disaat sedang mengecek hasil foto nya.

"Ayah nggak marah kan sama aku?" Tanya Syam sekali lagi.

"Enggak sayang, mana bisa ayah marah sama kamu" Rama mengecup singkat pelipis sang anak.

Syam tersenyum simpul, kemudian menggeser tubuh nya semakin dekat sebelum bergantian mengecup kedua pipi sang ayah. Sejenak Syam merasa sedang mencium Janna. Tidak biasa nya ia menerima kehadiran orang baru dengan mudah. Namun kali ini ia bahkan merasa tidak perlu menerima, melainkan langsung dekat dan menjalin hubungan bersama tanpa perlu waktu adaptasi.

"Bujang aing udah ganteng, tumben udah bangun, biasa nya masih molor"

______

"Satu nya dek"

Syam mendekatkan pipi kirinya ke Dira, membiarkan wanita itu mengecup sebelah kiri setelah sebelum nya sudah merasakan pipi kanannya. Setelah ia memaafkan Dira dan Rama, mama nya itu langsung menyerbu nya dengan kecupan sayang.

Ia tidak tahu jika Mama nya itu akan sedih saat ia abaikan. Dan ia cukup menyesal karna sudah membuat kedua orang terdekatnya itu sedih.

"Sayang nyaaaaa...." Dira berganti memeluk tubuh anak itu, ia sudah dibuat tidak tidur semalaman karna memikirkan anak itu yang marah padanya.

"Maafin aku ya ma, lain kali aku nggak akan marah lagi sama Mama" ujar Syam, ia hanya tidak ingin menyakiti Dira yang sudah ia anggap seperti ibu nya sendiri setelah Janna tentunya.

Dira tersenyum kemudian mengangguk, ia menyukai semua sifat yang dimiliki anak ini. Anak manja, penyayang, jahil, ceria, pemaaf, bahkan dewasa pun hadir didalam nya. Ia tidak bisa memikirkan bagaimana cara Janna mendidik Syam hingga tumbuh menjadi anak kriteria nya.

"Anak nya Mama nggak salah, jadi nggak perlu minta maaf" ujar nya sebelum kembali mengecup pelipis anak itu.

"Ekhem, lebih baik kita mulai sarapan nya, ini sudah siang, kalian semua bisa terlambat" ujar Rana menengahi drama kedua orang itu.

Dira mendengus kesal pada sang suami, tidak bisa kah suami nya itu diam sebentar. Setidak nya biarkan Dira menyelesaikan hasrat bahagianya. Ia sangat bahagia karna anak itu sudah memaafkannya.

Semua anggota keluarga melanjutkan sarapan nya sebelum memulai kegiatan diluar rumah yang tentunya sangat menguras tenaga. Hening, hingga semua nya selesai sarapan.

"Hari ini berangkat sama kita" ujar Arkan yang diangguki Erkan.

Syam menunjuk dirinya sendiri tanpa minat, yang dibalas anggukan oleh kedua Abang kembarnya itu. Pemuda itu berdiri dari posisi duduk nya, melipat tangannya didepan dada sebelum melengos menatap arah lain.

"Sorry ya, disini aku cuman maafin ayah sama Mama aja, kalian enggak. Dan untuk kalian------ kita end!"




___________

Jangan lupa voment and follow.

Jangan kaget ya kenapa aku bisa double up hari ini.

Karna aku akan sering update, ngejer waktu dong, setiap selesai nulis langsung aku publish biar cepat selesai sebelum kepotong waktu.

Dan setelah masalah aku selesai, aku bakalan ngehadirin book baru nih buat kalian. Jadi ditunggu ya.

Em, mungkin juga book kali ini berbeda, lebih ke brothership sih sebenernya. Tapi tetep family ya :)

Aku butuh semangat kalian pokoknya.

Alrasyam Galendra [Ready Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang