27. Salah Lagi?

11.7K 1.5K 104
                                    

Sang Surya sudah tenggelam, sarayu semakin kencang bersahutan. Udara malam nampak sangat sejuk dari biasanya. Mampu membuat kulit meremang dinginnya malam.

Vano mengeratkan pelukannya pada tubuh sang adik yang mulai mendingin. Padahal adik nya itu sudah menggunakan jaket dan selimut tebal yang melilit tubuh nya.

"Masuk dalam aja yuk, udara malem nggak baik buat kesehatan, kamu juga udah kedinginan kan dek"

Adik nya itu tampak menggeleng, sebelum mengeratkan kembali pegangannya dipunggung Vano. Kepala pemuda itu mendongak menatap sang abang, yang sudah ia anggap sebagai pahlawannya sejak siang tadi.

Saat dirinya menjadi bulan-bulanan para sahabat Dira. Tidak ada yang mampu menolong nya selain Vano. Disaat seluruh keluarga nya tidak bisa membantu nya yang sedang di monopoli para sahabat Dira, Vano lah yang maju dan mengambilnya.

Siang tadi ia mengerti peringatan Dira agar tidak mendekati para sahabat nya itu. Ternyata benar, sahabat nya Dira itu sangat mengerikan. Seperti zombie yang melihat manusia diantara kerumunan nya.

Mereka semua memperebutkan dirinya, menggendong, dan mencubit pipi nya bergantian. Keluarga nya itu sudah mencoba membantu nya, namun sayang para sahabat Dira itu tidak ada yang mendengarkan nya.

Ia sempat putus asa, suara nya sudah serak karna terlalu lama menangis, ia meraung meminta bantuan kepada keluarga nya, namun tak ada yang mampu membantunya dari jerat yang di buat para sahabat Dira.

Pasrah, yang ia lakukan saat melihat keluarga nya sudah putus asa membantu nya. Tangis nya bahkan tidak didengar oleh para sahabat Dira yang malah sibuk mengecupi pipi nya.

Bak superhero yang datang kesiangan. Vano membuka jalan diantara kerumunan ibu-ibu tersebut. Memarahi dan mengambil alih tubuhnya dari keramaian, kemudian mengusir semua nya, hingga acara dibubar kan.

"Mau tidur sama Abang" ujar nya.

Vano mengangguk seraya tersenyum tipis, membuat Syam tidak mengalihkan tatapannya dari wajah manis sang Abang yang saat ini tengah tersenyum menatap nya.

Tangannya terulur menyentuh rahang tegas sang Abang, terlihat kokoh menambah kesan sempurna pada wajah nya. Mata tajam Abang nya itu sedikit menyipit jika sedang tersenyum, mampu membuat Syam diam beberapa detik.

"Abang ganteng" celetuk nya, membuat Vano terbahak mendengar perkataan polos itu.

"Abang kan bibit unggul"

Syam tidak tahu jika Vano bisa bercanda seperti itu. Dan ia suka sikap Abang nya saat ini, terlihat sangat berbeda dari sifat biasanya.

Tangan pemuda itu terulur untuk menyentuh mata sang Abang yang langsung tertutup saat ia sentuh. Irish mata Abang nya itu berwarna hitam pekat, membuat sorot mata nya semakin menakutkan.

"Udah menikmatinya? Lebih baik kita masuk, udaranya semakin dingin, kamu bisa sakit kalo disini terus"

Tanpa menunggu jawaban dari sang adik, Vano langsung mengangkat tubuh itu untuk digendong. Membawa tubuh adik nya menuju kamar pribadinya. Kamar yang selama ini tidak pernah dimasuki oleh siapapun, kamar yang selama ini menjadi tempat privasi nya.

Langkah nya baru saja mau memasuki lift, sebelum suara seseorang menghentikan nya. Vano membalik tubuh nya dengan perlahan, takut membuat pergerakan yang terlalu menganggu adik nya.

"Tunggu!"

Vano mengangkat salah satu alisnya saat melihat ayah nya berdiri dihadapannya bersama Adam. Namun bukan itu yang menarik perhatiannya, melainkan wajah ayah nya yang terlihat sangat tidak mengenakan untuk dipandang.

Alrasyam Galendra [Ready Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang