Suasana SMA Galaksi tampak ramai dibagian halamannya. Para murid sedang sibuk membuat makanan untuk siang nanti. Namun yang paling ricuh adalah ditenda bagian para siswa. Berbeda ditenda siswi yang nampak tenang.
Seperti ditenda Syam dan anggota kelompoknya yang lain. Kelompok Syam diketuai oleh Adit, karna memang Adit yang tampak berwibawa dan profesional dibandingkan anggota nya yang lain.
Saat ini para pemuda itu sedang sibuk memasak nasi di rice cooker, sesekali bertanya kepada pembina yang telah diganti kan oleh orang lain. Rey, pembina sebelumnya bertukar posisi dengan pembina lainnya. Mungkin saja pemuda itu tidak tahan dengan tingkah kelompok Syam. Dan saat ini yang menggantikan adalah Algar, kakak pembina yang baru. Dan yang tidak beruntung bagi Syam adalah pemuda itu memiliki sifat dingin.
"Bang, udah ini gimana? Dikasih micin nggak, biar gurih-gurih gitu loh. Kata bunda micin itu nggak boleh banyak dikonsumsi nanti tambah goblok, jadi pake Royco aja ya bang?" Syam mengambil bungkus Royco, bersiap menuangkannya diatas beras yang sudah diberi air sebelum tangannya ditahan oleh Adit.
Pemuda itu nampak menghembuskan nafas "nggak perlu Syam. Masak nasi nggak perlu dikasih bumbu" ujarnya.
Syam mengerutkan keningnya "lah, nggak ada rasa nya dong? Mana mantep dit, kasih dikitlah ya?" Ujarnya menatap Adit penuh harap.
"Gimana setuju nggak?" Ujar Syam menatap Agus dan Bayu selaku teman satu kelompoknya.
Kedua pemuda itu mengangguk saja, karna tidak mengerti perihal memasak. Yang mereka tahu adalah makan nasi yang sudah matang, tidak tahu cara membuatnya siap dimakan. Mereka benar-benar diajarkan cara mandiri yang sebenarnya.
Setelah melihat anggukan kedua temannya yang lain Syam bersiap memasukan Royco kedalam beras itu. Namun sayang, lagi-lagi ada saja orang yang menghentikan aksi nya.
"Gua tanya dulu sama yang lain, jangan disentuh kalo nggak mau sakit perut" ujar Algar. Bagaimana pun juga pembina hanya disuruh mengawasi, bukan mengajari bagaimana cara memasak nasi yang benar. Apa lagi ia juga seorang pria.
Syam mendengus, namun tak ayal kepalanya mengangguk. Ia hanya tidak ingin menjadi penyebab keracunan teman-teman nya nanti. Walaupun sebenarnya tangan itu sudah gatal ingin melakukan gerakan menabur ala para chef profesional.
Netranya menatap pembina nya itu yang sedang menelepon seseorang. Pembinanya itu lebih baik dari pembina sebelumnya. Walaupun pembina nya itu dingin tapi pemuda itu sabar membimbing kelompoknya. Tidak seperti pembina sebelum nya yang selalu berkata sarkas.
"Masak nasi nggak pake bumbu" ujar Algar setelah bertanya kepada teman perempuannya.
Bahu Syam nampak meluruh, wajah nya berubah lesu. Perkataan pembina nya itu tidak sejalan dengan apa yang ia lakukan. Apa benar nasi tidak pakai bumbu? Tangan pemuda itu kembali meletakkan Royco yang tadi dipegang nya.
"Aku nggak tau nggak suka gelay..."
_______
"Hm.... lumayan" ujar Agus saat sayur kangkung itu menyentuh lidah nya.
Syam tersenyum lebar mendengarnya. Tidak salah ia sering membantu bunda nya dulu didapur. Walaupun tidak terlalu paham, namun ia mendapat sedikit pengalaman dan bisa menggunakan nya disaat yang seperti ini.
Bahan masakan yang diberikan pihak sekolah sangat sederhana. Dua ikat kangkung dan beberapa buah tempe dan tahu. Kemah kali ini benar-benar memberikan hal yang positif. Makan seadanya, bekerja keras, serta bersikap mandiri. Harus mereka lakukan.
Syam, pemuda itu memasak tumis kangkung dibantu oleh Bayu, sedangkan Adit dan Agus bertugas menggoreng lauk. Semua pekerjaan dibagi sama rata tanpa ada yang membedakan. Dan Syam beruntung karena mendapat tugas memasak kangkung, selain karna ia bisa, ia juga tidak perlu berperang dengan minyak panas yang keluar dari wajan.
"Sakit ya dit?" Tanya Syam seraya menyentuh kulit Adit yang terkena cipratan minyak panas.
Adit tersenyum kemudian menggeleng "nggak, gua nggak papa kok" ujar nya.
"Lebih baik kalian makan, akan ada kegiatan setelah ini" ujar Algar.
Mereka mengangguk kemudian mulai memakan makanan yang telah mereka buat. Tidak menggunakan piring, melainkan daun pisang yang sudah diletakkan diatas tikar. Disusun berjejer sebelum meletakkan makanan yang sudah mereka masak. Sesuatu yang sederhana namun mampu meningkatkan kebersamaan dan rasa solidaritas yang tinggi.
"Dek..."
Syam hampir saja tersedak saat mendengar suara Abang nya itu. Setahu pemuda itu kedua Abang nya menjadi panitia dan bertugas dibagian lain. Seperti memantau kegiatan yang akan dilakukan nanti. Namun mengapa Abang nya berada disini? Bukannya nanti akan ada kegiatan dan Abang nya itu pasti mendapatkan banyak pekerjaan.
"Abang ngapain disini?" Syam menoleh kearah sang Abang diikuti teman-teman dan pembina nya juga.
Arkan mendekat, kemudian menyerahkan susu yang ditaruh di botol minum, "diminum, dari Mama"ujarnya.
Syam mengangguk saja, karna memang sekolah tidak menyediakan susu untuk para murid nya. Sekolah menyediakan sebotol jus buah disiang hari, itupun berukuran sedang dan saling berbagi dalam anggota kelompok.
"Jangan kecapean, lakukan pekerjaan yang ringan aja. Dan jangan sampe luka, atau Ayah langsung datang nyeret kamu pulang" ujar Erkan.
"Iya Abang, udah sana, malah santuy-santuy kan Abang panitia pasti sibuk"
"Jangan lupa, tujuan Abang jadi panitia itu untuk ngawasin kamu"
Syam memutar bola mata nya malas, Abang nya itu terlalu berlebihan. Ia sudah dewasa untuk diawasi, lagian ia juga bisa merawat dirinya sendiri. Katakan lah bahwa ia sudah mandiri dan ia tidak manja seperti yang mereka katakan.
"Gua titip, inget pesen gua" Arkan menepuk bahu Algar yang hanya diangguki sang empu. Kemudian kedua pemuda itu pergi meninggalkan tenda Syam.
"Pesen kematian ya bang?" Tanya Syam pada Algar, ia masih penasaran dengan ucapan Arkan, pesan seperti apa yang dimaksud Arkan. Ia hanya tidak ingin melewatkan pesan terakhir sang Abang. Walaupun Abang nya itu jelek ia tetap menyayangi nya.
"Urusan orang dewasa, kamu nggak akan ngerti, mending makan aja terus minum susu lo" ujar Algar.
Syam mengangguk namun tetap melaksanakan perintah dari pembina nya. Makanan didepannya sudah habis tak tersisa, bahkan ia tidak percaya bahwa masakannya seenak itu hingga membuat Agus nambah.
"Mau susu?" Tanya Syam seraya menunjukan botol susu nya dihadapan para anggota kelompok nya yang lain.
Mereka menggeleng "abisin, itu dari Mama lo" ujar Algar.
Syam mengedikkan bahu acuh lalu meminumnya hingga tandas. Ia masih tidak menyangka jika berkemah semenyenangkan ini, jika ia tahu, pasti ia tidak akan menangis dan meminta pulang saat berkemah di SMP dulu.
Ia benar-benar merasakan sesuatu yang berbeda dan pasti nya belum pernah ia rasakan. Ia juga mendapatkan banyak pengalaman disini. Namun satu yang tidak menyenangkan. Mengapa semua orang disekitarnya tidak bisa diajak bercanda?.
_______
Jangan lupa voment and follow.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alrasyam Galendra [Ready Versi Pdf]
FanfictionSyam terpaksa membiarkan dirinya terikat oleh rantai emas tak kasat mata milik keluarga Ayahnya, demi menyelamatkan nyawa sang Bunda. __________________ "Ikutlah dengan Ayah jika masih ingin melihat jalang itu tetap bernafas" No plagiat!