Dewi malam terlihat sudah mulai menghilang, namun belum sepenuh nya. Langit malam masih menghitam, ditemani taburan bintang yang masih menetap menemani sang Dewi malam. Deburan angin saling berbalas, terasa menyejukkan saat menyentuh kulit, membuat siapa saja betah berada diluar rumah.
"Kita masuk!" Ujar Vano.
Syam yang berada didekapan sang Abang menggeleng dengan cepat. Dirinya masih butuh pelampiasan, butuh ketenangan setelah kejadian beberapa waktu lalu. Hampir saja diri nya kembali terkena tamparan sang ayah kalau saja Vano dan Vino tidak datang dengan cepat dan menyeretnya.
Syam tidak tahu pasti bagaimana bisa kedua Abang nya itu datang disaat yang tepat, namun ia beruntung, setidak nya hati nya tidak merasakan luka yang sama untuk kedua kalinya.
"Jangan bang" ujar nya.
Vano menghembuskan nafas kemudian merekatkan kembali jas nya di tubuh sang adik. Udara malam cukup dingin, ia tidak ingin adik nya itu sakit. Pemuda itu segera menyambar Susu hangat yang baru saja di bawakan Vino, kemudian memberikan nya kepada sang adik bungsu nya.
"Minum ini biar hangat. Minum atau kita masuk" ujarnya saat kembali melihat gelengan kepala sang adik. Dengan amat terpaksa Syam meminum susu itu.
Walaupun terlihat galak dan yang paling dingin, namun Vano tetap ia sayangi. Abang nya yang satu itu selalu menjadi penyelamat nya, sosok yang selalu menyelamatkan dirinya di manapun dan kapan pun. Dulu Vano pernah membantu nya lepas dari teman-teman Dira, dan sekarang Vano membawanya pergi dari luka yang akan ditoreh kan sang ayah.
"Abang, makasih" ujar Syam tulus, netra nya memperhatikan raut wajah tegas sang Abang dari bawah.
"Untuk?" Tanya Vano mengangkat salah satu alisnya.
"Abang superhero aku, Abang pernah bawa aku pergi dari teman mama, dan sekarang Abang bawa aku dari ayah"
Vano tampak menghembuskan nafas, menoleh sebentar kearah Vino yang tersenyum kearah nya. Netra nya membalas tatapan sang adik lembut, ia hanya tidak ingin salah satu adik nya terluka, terlebih lagi Syam yang memang terlihat sangat rapuh dibanding kan adik nya yang lain.
"Tadinya... Abang memang selalu bela ayah, tapi Abang nggak pernah setuju sama perlakuan ayah kalau sudah main tangan, apa lagi sama anak nya sendiri" ujar Vano. Memang ia selalu berada dibelakang Rama, membelanya dan selalu mendukung nya setiap saat, namun ia tidak pernah setuju jika Rama sampai bermain fisik kepada anak-anak nya, terutama Syam.
"Itu juga salah aku, seharusnya aku nggak ngomongin yang nggak-nggak soal nenek. Tapi aku nggak bisa kalau ayah hina bunda, apa lagi mau aku nganggap bunda udah mati, itu mustahil" ujar nya.
"Abang nggak bisa ngomong. Sejak lama emang posisi bunda di hidup Abang udah ditempatin ayah, Abang juga nggak tahu gimana rasanya kasih sayang ibu. Ayah, semua nya ayah. Seperti rasa sayang kamu ke bunda sebesar itu pula rasa sayang Abang ke ayah" ujar Vano menatap ke depan.
"Terus apa yang Abang lakuin kalo ada di posisi aku? Gimana kalau bunda bilang yang nggak-nggak tentang ayah? Apa yang Abang lakuin? Abang marah kalo bunda nodongin pistol ke arah ayah? Jawab aku bang!" Syam meremat kemeja yang melekat ditubuh Vano, dirinya sangat membutuhkan jawaban, mereka ingin dimengerti tapi mengapa tidak bisa mengerti?
"Ehm... Bang udah malem, mending masuk besok kita harus berangkat pagi" sela Vino saat melihat Abang nya itu terdiam mendapat pertanyaan dari sang adik.
Vano mengangguk "kita masuk" ujarnya seraya menggendong sang adik yang kembali menangis didekapan sang Abang.
_______
Pemuda itu mematut dirinya didepan cermin. Tampilan nya tampak kacau. Lingkaran hitam di bawah mata ditambah pipi kanan yang sedikit membengkak bekas tamparan sang ayah kemarin malam tercetak jelas di kulit putih nya. Dirinya tidak bisa tidur semalam, kejadian di kamar sang ayah terulang dipikirannya, ditambah suara tamparan itu terdengar masuk ditelinga nya beberapa kali.
Setiap mata nya terpejam maka raut marah sang ayah terlihat jelas, kata-kata itu berulang kali berputar bak kaset rusak. Tubuh nya kembali membungkuk, meraup air yang jatuh dari keran lalu membasuh nya di wajah. Tidak lama sudut bibir nya tertarik, walaupun terlihat berbeda namun ia tetap menunjukan senyumnya.
Suara ketukan dari luar kamar mandi membuyarkan lamunan nya. Syam melangkah keluar menemui Dira yang sudah menggendong tas sekolahnya, memasang wajah garang karna sudah membuat wanita itu khawatir perihal dirinya lama dikamar mandi.
Syam menggigit bibir bawahnya saat Dira mengecupi wajah nya, yang tak sengaja bibir itu mendarat apik di pipi kanannya. Sensasi perih itu langsung menyapa nya, namun ia tidak bisa membiarkan mama nya itu tahu dan membuat nya khawatir. Dengan begitu dirinya tetap mempertahankan senyum diwajahnya.
Syam sama sekali tidak melihat kearah Rama saat sudah sampai di meja makan. Pemuda itu masih marah atas perkataan Rama yang menyampaikan keinginan buruk dan perlakuan ayah nya itu. Ia melakukan aktivitas seperti biasa, seakan tidak terjadi apapun. Vano dan Vino menyadari itu, adik nya sama sekali tidak mau membuat kontak mata dengan sang ayah.
"Kamu lelah? Sama, aku juga, pacaran yuk?" Ujar Syam menatap Chaca saat kakak nya itu terlihat tidak bersemangat mengambil sarapan.
"Anak nya siapa sih? Gemoy banget euh?" Chaca mengecupi pipi bocah di samping nya.
"Anak bunda lah" ujar Syam membuat suasana langsung hening.
"Lebih baik makan, udah siang nanti kita bisa terlambat berjamaah" ujar Rana seraya memulai sarapan.
"Asik itu Pa, kita bisa hokya hokya, iya nggak?" Syam menaik turunkan alisnya yang di balas kekehan Rana.
"Kamu belajar yang rajin, jangan bolos-bolos dulu" ujar Rana.
"Lah apaan? Aku udah sering bolos tau, sama Abang noh di rooftop" ujar Syam seraya menunjuk Erkan dan Arkan dengan dagu nya.
"Kalian ngajarin adek nya bolos?" Ujar Dira berkacak pinggang.
"Ekhem, penting" ujar Erkan yang di angguki Arkan.
"Makan, udah siang ini, beneran mau bolos berjamaah?!"
Semua nya terdiam setelah Rana angkat bicara dengan nada ngegas. Padahal Syam ingin melihat kedua Abang kembarnya itu di jewer oleh Dira, namun papa nya itu tidak bisa diajak kerja sama, tidak asik sama sekali.
________
Jangan lupa voment and follow
KAMU SEDANG MEMBACA
Alrasyam Galendra [Ready Versi Pdf]
FanfictionSyam terpaksa membiarkan dirinya terikat oleh rantai emas tak kasat mata milik keluarga Ayahnya, demi menyelamatkan nyawa sang Bunda. __________________ "Ikutlah dengan Ayah jika masih ingin melihat jalang itu tetap bernafas" No plagiat!