45. Sudut pandang Dira

6.9K 925 21
                                    

Pemuda itu terlihat menggemaskan nafas panjang nya, netra nya bergulir dari papan tulis kosong ke teman-temannya. Bahu pemuda itu tertunduk lesu, seraya menyodorkan sebuah kertas yang isinya sudah ia hapal di luar kepala. Netra pemuda itu terlihat sangat sendu, menatap kosong ruang hampa didepan nya.

"Gua nggak tau lagi harus gimana, satu-satunya cara ya begini, gua berharap banget sama kalian"

Dani menepuk bahu Syam singkat, membuat pemuda itu mendongak menatap mata nya, "gua nggak tau gimana cara ngeyakinin lo, yang pasti gua usahain" ujar nya.

"Thanks" ujar Syam, Dani hanya tersenyum membalasnya.

Syam kembali menghadap kedepan, ia tidak tahu ini akan berhasil atau tidak, yang pasti dirinya hanya butuh memastikan keadaan bunda nya disana.

Ia tidak bisa bertindak sekarang. Masih butuh waktu panjang untuk dirinya memikirkan segala nya, ayah dan bunda nya adalah dua jalan yang berbeda. Membelenggu Syam yang ada ditengah nya, bingung, jika ia mengambil langkah pasti nya akan ada yang tersakiti.

Jadi, sembari ia memikirkan jalan keluar nya maka ia juga butuh informasi mengenai keadaan kedua nya. Alhasil ia meminta pertolongan ketiga sahabatnya untuk memastikan keadaan bunda nya disana. Berhubung dirinya sendiri tidak bisa hadir. Sebenarnya Syam merasa tidak enak, namun ketiga sahabat nya itu memaksa nya berbicara, mereka memang sudah tahu kehidupannya, alhasil Syam meminta pertolongan pada ketiga nya.

"Yoi bro, kek apa aja lu tong" Romi melompat dari kursi depan dan memukul pundak Syam dengan kuat hingga membuat sang empu meringis.

Semua nya terdiam, mereka baru menyadari sesuatu, "kok lo mukul lagi sih! Mau gua aduin Abang?" Tanya Syam.

Romi mendekat kemudian merangkul pundak sahabat nya, "jangan gitu lah Syam, gua kan becanda lo mah sensian ah, nggak asik!" Ujar Romi sebal.

Syam terkekeh "iya, gua juga berjanda" ujarnya.

"Lah? Segale jande dibawa-bawa" sela Dani, mereka semua kembali tertawa. Bahagia mereka itu sederhana.

_____

Mata nya memejamkan, menikmati setiap sentuhan tangan lembut Dira dirambut nya. Nyaman memang, namun jika disandingkan dengan usapan lengan Janna sangat jauh berbeda. Tidak apa, Syam bersyukur karena telah bertemu dengan Dira, setidak nya ia bisa merasakan kasih sayang seorang ibu disini.

"Ma.."panggilnya membuat Dira menunduk menatap dirinya.

"Kenapa sayang? Mau susu?" Tanya Dira lembut. Syam mengangguk, ia memang haus.

Dira baru saja ingin beranjak untuk membuatkan bocah kesayangan nya itu susu, namun lengan nya malah ditahan membuat dirinya kembali duduk. Anak itu malah memeluk Dira semakin erat membuat Dira senang bukan main karena bisa memanjakan pemuda itu.

"Mama sini aja, suruh orang lain aja yang buatin susu nya" ucap nya.

Dira mengangguk, kemudian menyuruh salah satu maid yang kebetulan lewat didepannya membuatkan susu untuk bocah kesayangan nya. Entah mengapa ia merasa hari ini Syam terlihat lebih manja kepada nya, tidak seperti biasanya yang akan memasang raut tidak suka jika dirinya peluk.

"Kangen bunda..."

Dira jelas sekali mendengar lirihan Syam, sekarang ia mengerti mengapa anak itu terus menempel pada nya. Ia tahu dan ia mengerti perasaan anak itu, namun diri nya sendiri bahkan tidak bisa melakukan apapun. Jujur, sebenarnya ia tidak menyukai cara keluarga nya yang memisahkan Syam dengan Janna, karna bagaimana pun ia seorang ibu.

Jelas ia bisa merasakan penderitaan Janna. Ditambah, sikap Syam yang masih seperti anak kecil membuat ia yakin jika Janna memang senang memanjakan Syam. Ia tahu betul sulit nya Syam hidup tanpa Janna, pikiran anak itu masih labil, dan yang pasti Syam masih bergantung pada Janna. Mengingat dari hadir nya Syam di dunia ini hanya ada Janna disampingya. Jelas Syam akan sangat merindukan Janna.

Wanita itu membalas pelukan sang anak. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain memeluk anak ini, memberinya kasih sayang seorang ibu. Karna ia bahkan tidak mampu menentang kemauan keluarga ini, nyali nya tidak sebesar itu. Jujur, hati nya juga sakit melihat Syam yang selalu merindukan Janna diam-diam, tentu ia tahu, ia sering mendengar anak itu menangis di toilet.

"Maafin Mama karna nggak bisa bantu kamu sayang, tapi Mama selalu berdoa, semoga keinginan kamu segera tercapai. Kamu harus percaya, kalau Tuhan tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hamba nya" bisik Dira pelan ditelinga Syam.

Syam terdiam namun tak lama dirinya melepaskan pelukan Dira, menatap wajah sang Mama dengan mata yang berkaca-kaca, ia kira mama nya itu tidak mendengar suara nya. Yang lebih penting, apa maksud perkataan Mama nya itu? Bukan kah Mama nya selama ini berada di pihak Rama?

"M-maksud Mama apa?" Tanya Syam.

Dira tersenyum seraya mengelus rambut Syam lembut, "Mama ini seorang ibu, ibu kamu, semua orang ibu ingin kebahagiaan anak nya. Jadi Mama akan dukung kamu selagi apa yang kamu lakukan itu benar, kejar kebahagian kamu sayang, Mama emang nggak bisa bantu, tapi doa seorang ibu itu ajaib sayang" ujar nya lembut.

Pemuda itu langsung memeluk erat wanita didepan nya, terlampau tidak percaya dengan perkataan sang Mama. Ternyata benar kata orang, menilai seseorang itu jangan dari latar belakang dan sikap nya, namun dari hati nya. Dan ia harus belajar dari kata-kata itu.

Mama nya itu tinggal di keluarga ini, namun masih memiliki sisi lembut. Bahkan Mama nya itu tahu apa yang dilakukan keluarga nya itu salah, namun Mama nya bahkan tidak memiliki kehendak untuk menentang nya. Syam bersyukur, setidak nya ia mendapatkan doa dari Mama nya.

"Makasih Mama, lopyu Mama banyak-banyak" Syam mengecup singkat pipi Dira hingga membuat wanita itu tersenyum sangat lebar.

"Sayang anak Mama juga" Dira kembali membalas kecupan sang anak.

Kriuk

Syam mengerutkan dahi nya saat mendengar suara aneh di samping nya. Kepalanya menoleh kesamping, sejenak ia terdiam sebelum menerjang tubuh Adam yang entah kapan sudah duduk anteng disana seraya memakan keripik kentang milik nya yang ia simpan di kulkas.

"Punya aku Abang!" Syam berteriak heboh, tangan nya mencoba meraih bungkusan keripik itu.

"Apa? Abang nemu heh!" Adam menjauhkan keripik itu dari jangkauan sang adik.

"Nemu dimana? Dikulkaskan? Iya kan? Itu punya aku bang!" Pemuda itu sudah berkacak pinggang dengan mata yang memelotot tajam.

"Apaan? Abang nemu di Indomaret kok, Abang baru beli tau" ujar Adam membuat Syam terdiam.

Pemuda itu segera berlari kearah dapur, kemudian menghela nafas lega saat melihat bungkusan jajan nya masih tersusun rapih. Pemuda itu tersenyum kemudian meraih bungkusan itu dalam dekapannya, membawa nya ke ruang keluarga tadi.

"Nyam...nyam..nyam" pemuda itu menunjukan keripik kentang nya kepada Arkan dan Erkan yang baru saja duduk.

"Susu nya diminum dulu sayang" ujar Dira. Syam mengangguk dan meminumnya. Namun semua nya tidak berjalan sempurna, saat susu itu menyembur ke wajah Adam sebagai gerakan reflek karna abangnya yang satu itu mencuri sebungkus coklat di dekapannya.

"Kapok..."

________

Alrasyam Galendra [Ready Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang