38. Bulan dan Bintang

8.7K 1.3K 115
                                    

Raut wajah pemuda itu tampak masam, dengan bibir yang mengerucut beberapa senti kedepan membuat wanita disampingnya gemas bukan main. Wanita itu mencubit kecil bibir sang anak yang bertambah masam.

"Udah lah dek, kan nggak ada kegiatan lagi" ujar Kinan.

"Ya nggak bisa dong kak, itu namanya nggak profesional. Ngejalanin sesuatu itu harus sampai akhir, nggak boleh setengah-setengah, nanti peliharaannya mati"

"Kata siapa? Mitos itu"

Syam merenggut "kata Bunda" celetuk nya membuat keadaan didalam mobil hening.

"Ehm. Yaudah kita lanjutin acara kemahnya dihalaman belakang Mansion aja ya? Familytime?" Ujar Dira memecahkan suasana hening yang baru saja dibuat Syam.

Syam mengangguk, netra nya melirik kearah sang ayah yang duduk disampingnya. Ayah nya itu nampak terdiam setelah ucapan nya barusan, mungkin karna ia menyebut bunda nya barusan, membuat mood ayah nya itu turun.

"Eh, btw Mbak tadi latihan akrobat dimana ya? Kok bisa kayak terbang beneran gitu"

Seluruh keluarga nya yang berada didalam Limousine itu terdiam, tidak ada yang menyahut. Ingin mengatakan yang sebenarnya tapi takut Syam histeris. Alhasil mereka diam tidak ada yang menjawab.

"Sayang nya Mama, gimana kemah nya, seru nggak?" Ujar Dira mengalihkan pembicaraan.

Syam mengangguk antusias, netra pemuda itu terlihat berbinar hingga membuat anggota keluarga nya yang lain silau. Kemudian mulai mengalirlah cerita kehidupannya selama dua hari terakhir melalu celah bibir nya.

Keceriaan anak itu saat bercerita mampu membuat mood seorang Rama naik drastis. Pria itu juga mendengar kan setiap kata yang keluar dari mulut sang anak, sesekali mengecup dan mengusap rambut anak itu karena terlampau gemas dengan sikap anak itu saat bercerita.

"Aku nggak mau nggak suka gelay, sama dua kadal itu!" Syam menunjuk Arkan dan Erkan menggunakan dagu nya. Tangan anak itu terlipat didepan dada seraya menatap kedua Abang kembarannya itu tajam.

"Hust mulutnya, itu Abang kamu lo nak, nggak boleh gitu. Emang kenapa nggak suka sama Abang he?" Tanya Rama sebelum memukul bibir anak nya itu pelan.

Kenangan buruk melintas di benak Syam. Membuat rasa malu itu datang kembali, saat dimana ia ditertawakan oleh murid satu angkatannya dan panitia kemah yang ada disana. Bibir pumuda itu melengkung kebawah, ia masih tidak bisa melupakan kejadian yang memalukan itu.

Dan ia masih dendam dengan kedua Abang nya itu yang tidak mau membantunya, justru kedua pemuda itu malah ikut menertawakannya. Tidak kah Abang nya itu tahu kalau dirinya hampir mati karna menahan malu?.

"Heh, kenapa sedih hem? Bilang sama Mama, adek kenapa?"

"Ayah, aku nggak mau tau pokok nya nama dua kadal ini harus dicoret dari KK!"

_______

Bibir Syam maju beberapa senti, menghela nafas dalam sebelum meniupkan nya kearah bara yang menyala. Tidak peduli jika jagung diatasnya terkena cipratan tsunami dari mulutnya. Karna yang penting baginya, jagung itu matang dan siap dimakan.

"Jangan deket-deket dek, nanti mulut kamu kebakar" ucap Chaca.

Syam tidak menjawab. Pemuda itu melanjutkan kegiatannya meniup bara didepannya, kegiatan yang biasa ia lakukan dulu bersama Janna dan Nana. Membakar jagung bertiga dengan iringan gitar yang dipadukan suara Janna.

Syam merindukan suasana itu, suasana dimana ia menatap antariksa dipangkuan Janna, seraya bibirnya bergerak menggoda Nana. Yang berakhir dengan ia yang menangis karena jagung mentah yang melayang di dahinya. Dan Janna akan menenangkan nya, mengusap dahi nya seraya meniupnya pelan sambil memberi wejangan pada Nana.

"Dek, kenapa ngelamun? Udah mateng itu"

Syam tersentak kecil mendengar suara Adam tepat ditelinga nya. Pemuda itu menoleh yang langsung disajikan pemandangan Adam yang tersenyum menatapnya. Syam membalas senyuman itu kemudian bangkit untuk menghampiri keluarga nya yang lain.

Halaman belakang Mansion tak seburuk yang Syam kira. Terlihat indah dimalam hari dengan lampu hias yang ditempatkan dibeberapa sisi, menatap langit yang langsung disajikan gugusan bintang terang di kegelapan malam.

Netranya menangkap kehadiran bulan. Membuat pemuda itu kembali teringat kepada Janna. Bintang dan bulan selalu bersama, sama seperti ia dan Janna. Bulan dan bintang diatas sana nampak berjauhan, namun tetap menghasilkan cahaya nya.

Begitu pun ia dan Janna yang akan selalu terhubung satu sama lain. Memancarkan cahaya masing-masing walaupun berjauhan. Ia berharap cahaya itu tidak redup, walaupun ia tahu bintang dan bulan akan hilang dengan kehadiran sang Surya.

"Bintang dan bulan itu bersinar, tapi sayang ya, bulan nggak bisa bersinar tanpa pantulan matahari. Sedangkan bintang punya cahaya nya sendiri"

Syam menoleh menatap sang ayah yang berjalan mendekat kearah nya. Posisi kedua nya sedikit berjauhan dengan anggota keluarga yang lainnya. Ayah nya itu duduk tepat disampingnya, merangkul pundaknya seraya menengadah menatap galaksi.

"Kalau diibaratkan kamu itu bintang, dan ayah itu bulan. Ayah itu sepi, sendiri dan suram, tapi karena ada kehadiran bintang. Langit malam jadi lebih hidup, lebih indah dan menarik dibandingkan hanya kehadiran bulan" Syam menatap wajah ayah nya itu intens.

"Hadir nya bintang dan bulan itu saling melengkapi. Menyempurnakan keindahan semesta, tapi sayang ayah nggak bisa jadi bulan"

"Kenapa?"

"Karna ayah manusia"

Syam merenggut sebal, padahal ia sedang mode serius mendengarkan ayah nya itu. Namun apa yang dikatakan ayah nya itu jauh dari ekspektasi nya. Pemuda itu melengos kembali menatap langit malam, mengabaikan sang ayah yang kini menatapnya.

"Karna ayah nggak bisa meyakinkan kamu untuk selalu bersama ayah. Bintang dan bulan itu selalu bersama, saling melengkapi dan menyempurnakan. Sedangkan ayah, ayah nggak bisa meyakinkan bintang ayah untuk selalu bersama bulan nya" Syam langsung menatap sang ayah.

"Karna ayah tau, bintang ayah sudah memilih bulan nya. Dan yang pasti bukan Ayah"

Entah mengapa namun Syam merasa sesak didada nya. Perkataan ayah nya barusan mampu meremat hati nya. Ia tahu maksud dari perkataan sang ayah, mengatakan bahwa hatinya sudah milik orang lain.

"Ayah tau itu. Tapi ayah egois karna memaksa jadi bulan untuk bintang ayah. Padahal ayah tau ayah hanya sebuah batu luar angkasa yang sama sekali tidak terlihat, tidak indah, dan.....tidak berarti. Ayah egois karna hanya mementingkan kebahagiaan ayah, tanpa tahu bahwa sinar bintang redup karna berjauhan dengan bulannya" Rama menatap sang anak yang kini tengah menatap nya intens.

"Boleh ayah jujur? Ayah juga pengen bahagia. Menjadi kepala keluarga yang harmonis adalah impian ayah, tapi sayangnya Ayah gagal. Ayah gagal jadi seorang kepala keluarga, dan karna kegagalan ayah anak-anak ayah tidak mendapatkan apa itu arti kebahagiaan yang sesungguhnya"

"Tapi setidaknya ayah dan Abang-abang kamu bahagia setelah kedatangan kamu. Mungkin kamu nggak tau, tapi kehadiran kamu itu berpengaruh besar bagi kebahagiaan kami"

"Ayah mohon, untuk kehadiran kamu disekitar ayah dan juga abang-abang kamu. Karna kamu, ayah bisa ngerasain kebahagiaan nak" ujar Rama sendu.

Netra pemuda itu terlihat berkaca-kaca, ia tidak menyangka kehadirannya membawa pengaruh besar pada kebahagiaan ayah dan para Abang nya. Namun disisi lain ia bingung dengan janji nya pada Janna. Lantas apa yang harus Syam lakukan?.

Alrasyam Galendra [Ready Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang