"Syam!"
Syam bangun dengan nafas yang terengah-engah, dirinya baru saja bermimpi buruk, untung saja ada yang membangunkan nya. Namun mimpi tersebut terasa sangat nyata.
Peluh membanjiri tubuhnya, mata bocah itu berkaca-kaca, seakan siap tumpah dalam sekali kedip.
Air itu merembes turun dari pipi nya saat tubuh nya ditarik seseorang masuk kedekapan hangat orang tersebut.
Syam terisak, dirinya jarang sekali bermimpi buruk, terakhir kali dia bermimpi buruk pada saat duduk kelas lima sekolah dasar, itupun ada Janna disampingnya yang langsung menenangkannya.
Syam memeluk tubuh itu erat, seakan mencari perlindungan pada nya, dirinya benar-benar takut. Pria di dalam mimpinya sangat menyeramkan.
"Sttt.....tenang, Abang disini" itu suara Vano.
Jadi yang memeluk Syam adalah Vano?, Sungguh tidak dapat dipercaya. Namun mau bagaimana lagi, pemuda tersebut sudah merasa nyaman dan aman didekapan Vano.
"T-takut" cicit Syam sambil terisak.
Vano mengelus punggung ringkih tersebut, dirinya menyukai aroma bayi yang menguar dari tubuh sang adik.
"Abang disini" ujar nya menenangkan sang adik.
Beberapa menit berlalu, namun Syam belum juga mau melepaskan pelukan sang Abang. Dirinya masih takut, bahkan tangannya masih bergetar.
"Makan malam dulu" Vano mencoba melepaskan pelukan sang adik, namun anak itu menolaknya dan kembali terisak.
Vano tersenyum, dirinya tidak pernah menyangka akan sedekat ini dengan sang adik, ini adalah moment langka yang tidak boleh dilewatkan.
Jika boleh jujur sebenarnya Vano sudah lama mencari kesempatan untuk berduaan dengan sang adik, memeluk dan mencium nya lama. Dan Vano diberikan kesempatan itu.
"Abang gendong, kita turun makan" ujar nya, dirinya sama sekali tidak keberatan, justru itu adalah sebuah kesempatan emas.
Adik nya itu tidak menjawab. Vano langsung saja mengangkat tubuh kurus adik nya itu, keluarga nya pasti sudah menunggu lama dimeja makan.
Bocah berbaju kuning tersebut menenggelamkan wajah nya didada bidang sang Abang. Abang nya itu berbeda dari biasanya. Terkesan lebih lembut dalam mengucapkan kata. Syam juga tak tahu jika dekapan Vano sehangat ini.
Para anggota keluarga yang sudah duduk dimeja makan menampilkan raut terkejut nya saat melihat Vano keluar dari lift dengan Syam digendongannya.
Pasalnya mereka semua tahu bahwa Vano dan Syam tak pernah akur, ditambah sifat Vano yang terlalu dingin sangat sulit untuk akrab dengan orang lain.
"Kenapa?" Tanya Rama saat melihat punggung anak bungsunya sedikit bergetar.
"Mimpi buruk" jawab Vano singkat.
Syam berbalik saat mendengar suara sang ayah "A-ayah..."
Vano yang mengerti langsung berjalan mendekati Rama dan memberikan tubuh Syam dipangkuan sang Ayah.
Rama mengusap punggung Syam yang masih bergetar, saat ini dirinya harus menjadi ayah yang baik, kakak ipar nya tidak ada di rumah, begitu juga dengan kedua keponakan perempuannya. Jadi dirinya harus bisa merawat si bungsu.
"Tenang ya, Ayah disini" ujar nya lembut.
Syam menengadah, menatap wajah sang ayah lekat dengan hidung yang memerah. Matanya mengerjap pelan.
Rama mengecup dahi anak nya singkat, terlampau gemas dengan wajah sang putra, mengabaikan beberapa tatapan tajam yang mengarah padanya.
Namun apa peduli Rama, toh bocah imut ini adalah anaknya, hasil produksinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alrasyam Galendra [Ready Versi Pdf]
FanfictionSyam terpaksa membiarkan dirinya terikat oleh rantai emas tak kasat mata milik keluarga Ayahnya, demi menyelamatkan nyawa sang Bunda. __________________ "Ikutlah dengan Ayah jika masih ingin melihat jalang itu tetap bernafas" No plagiat!