[44] Dan mungkin bila nanti kita kan bertemu lagi

1.2K 130 161
                                    

Satu pintaku, jangan coba kau tanya kembali rasa yang ku tinggal mati.

•°•°•

Kalau bukan karena bunyi bel yang ditekan berkali-kali, mungkin Naja masih asik tidur sambil memeluk Bia sekarang. Dia ingin membiarkan dan membuat orang tang menekan bel itu beranggapan tidak ada orang di dalam, tapi tidak bisa. Bunyi bel tersebut membuat telinga pengang hingga akhirnya memutuskan untuk beranjak setelah agak sibuk mencari pakaiannya yang tercecer di lantai.

Sambil melangkah malas, Naja terus mengutuk orang tersebut yang belum berhenti menekan bel dengan brutal. Kalau saja suara bel itu terdengan sampai unit sebelah, pasti Naja akan kena tegur atau orang tersebut sudah keluar dan memarahi dalang yang membuat keributan.

Naja semakin malas ketika melihat siapa yang datang; Raya dengan wajah kesal tanpa dosa. Lagi-lagi Raya datang saat Naja sedang melakukan aktivitas asiknya bersama Bia. Heran.

Naja ingin langsung memarahi Raya kalau saja tidak melihat wajah bersinar Raya di sana, lalu digantikan dengan tatapan menyelidik yang membuat Naja malas.

"Lagi habis ngapain, sih?" tanya Raya dengan nada kesa;.

"Yakin mau tau?"

Mata Raya langsung memicing. "Gila! Ini baru jam delapan malem, Najandra! Nggak bisa ditunda sampai tengah malem apa?!"

"Kalau udah kebelet gini mana bisa ditunda-tunda."

"Otak lo kotor banget, Naj!"

"Gue selalu main bersih. Mau liat bekasnya?"

"Nggak sudi!"

Naja tertawa. "Lo ada apa?"

"Nggak apa-apa. Mau main aja." Raya tersenyum kecil. "Bia mana?"

"Lagi mandi."

"Dan lo belum mandi?!" pekik Raya dan dengan cepat dia segera menjauh dari Naja. "Jangan deket-deket gue! Lo masih kotor!"

Naja tertawa lagi. Bukannya menjauh, Naja justru menggoda Raya dengan tambah mendekat, membuat Raya dengan jeritan kecil menghindar dari Naja.

"Enyah!!!"

Tawa Naja semakin meledak. Dia senang kalau Raya seperti ini, menggodanya seakan tidak ada beban apapun yang tengah dipikulnya. Padahal, Naja yakin sekali kalau setiap malam, Raya pasti melamun karena memikirkan hal itu.

"Gue penasaran, kira-kira di lemari pakaian lo saat ini, ada berapa set pakaian dalem punya Bia?" 

"Ada beberapa," jawab Naja santai. "Mau tau nggak mana yang paling gue suka?"

Raya membelalak mendengarnya. Bahkan dia tidak habis pikir dengan Naja yang menjawab masih menggunakan wajah datarnya.

Naja kembali mengeluarkan tawanya. Dia tidak malu mengatakan hal itu pada Raya. Tidak pernah menceritakan secara gamblang bagaimana hubungan yang dia jalani dengan Bia, tapi Naja sendiri yakin kalau Raya pasti bisa menyimpulkan sendiri lewat hal-hal kecil yang kadang tidak sengaja perempuan itu pergoki, entah saat dia berkunjung ke apartemen Naja seperti saat ini, atau saat dia menelepon salah satu di antaranya.

Kalau sedang tertawa seperti itu, Raya memang membuktikan jawabannya selama ini bahwa dia baik-baik saja dan orang-orang di sekitarnya tidak perlu mengkhawatirkan soal itu.

Walau kenyataannya tidak seperti itu; Raya jauh dari kata baik-baik saja.

Dan Naja tahu itu.

Sesudah pulih dari operasi ginjal bersama Adit hari itu, Raya menjalani pengobatan lain di salah satu psikolog kenalan Mama. Raya berusaha keras membuat harinya sesibuk mungkin agar tidak terlalu mengingat Astha. Seperti melakukan traveling ke beberapa tempat yang Raya belum pernah kunjungi sebelumnya, bahkan perempuan itu jadi gila belanja yang membuat tagihan kartu kreditnya seketika membengkak.

Renjana MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang