Bila aku harus mencintai
Dan berbagi hati itu hanya denganmu
Namun bila 'ku harus tanpamu
Akan tetap 'ku arungi hidup tanpa bercinta•°•°•
Canggung. Sama seperti pertama kali bertemu, kali ini juga begitu canggung. Malah, sepertinya lebih canggung dari pertama kali.
Kali ini bukan kafe, kedai kopi, atau resto seperti biasanya, melainkan taman bermain; Dufan.
Bia sedang tidak ingin dalam suasana menenangkan yang diiringi lagu-lagu terkini, karena memang ia sendiri tahu kalau bertemunya ia dengan Naja hari ini akan sangat canggung. Karena itu Bia mengusulkan keduanya untuk bertemu dan menjadikan tempat yang ramai dan bising untuk mereka berbicara.
Meski awalnya ragu, Naja akhirnya menyetujui untuk mereka main ke Dufan di akhir pekan kali ini.
Sudah terbayang bagaimana suasana dan keadaannya di sana. Beruntungnya, hari ini cuaca sedang tidak terik atau mendung seperti hari-hari biasanya. Bia sudah mengecek ramalan cuaca untuk hari ini, yaitu berawan, namun menjelang sore nanti akan hujan kecil. Masih kemungkinan, karena tidak selamanya ramalan cuaca itu benar.
Seolah seperti pasangan pada umumnya, mereka menikmati berbagai macam wahana ekstrim tanpa ragu. Tertawa dan berteriak seperti tidak ada sesuatu yang mengganjal, seperti tidak ada apa-apa yang perlu diungkapkan secara serius, seperti tidak ada alasan khusus untuk keduanya bertemu hari ini. Ini hanya seperti ... mungkin sesuatu yang buruk.
"Kita istirahat dulu, ya, Naj." Bia berjalan ke sebuah tempat duduk untuk mereka istirahat sejenak.
Naja menurut. Lagi-lagi hanya mengekori Bia dari belakang, menuruti semua kemauan perempuan itu tanpa protes sedikitpun. Bukan tidak menikmati segala wahana yang dinaikinya, namun ada sesuatu yang mengganjal di sudut hati. Dan memang, sebenarnya, Naja merasa dirinya, juga hidupnya berantakan beberapa bulan terakhir ini.
"Mau minum?" tawar Naja. Ia belum duduk, masih berdiri di hadapan Bia yang sudah duduk dan tengah mendongak untuk menatapnya.
Bia mengangguk. "Mau yang manis dan juga dingin."
Tanpa membalas apapun, Naja melangkah meninggalkan Bia untuk membelikan perempuan itu minum.
Sungguh, tidak ada yang salah dengan Bia. Naja sadar kalau selama ini Bia menyimpan sebuah harap pada hubungan yang mereka jalin selama ini. Katakan saja kalau Naja memang laki-laki berengsek yang terlihat seperti memiliki niat untuk memberi harapan palsu pada Bia. Namun jauh sebenarnya tidak seperti itu.
Kalau saja ... perihal hati itu mudah, mungkin Naja sudah lebih dulu jatuh pada Bia. Bia itu hampir menyentuh kata sempurna. Namun lagi-lagi ini tentang hati, dan Naja yang salah.
Setelah mendapatkan sebuah minuman manis dan dingin sesuai keinginan Bia, Naja kembali ke tempat Bia duduk, dan memberikan minuman itu pada Bia.
"Makasih," ujar Bia seraya menerima minuman itu.
Naja tersenyum, ia mengambil tempat duduk di samping Bia, meminum minumannya yang serupa dengan milik Bia.
"Habis ini kita mau naik apa lagi?" tanya Bia, masih dengan binar mata yang tak padam sejak mereka pertama kali menginjakkan kaki di Dufan.
"Saya ikut kamu aja," balas Naja dengan senyuman tipisnya yang selalu ia berikan kala membalas segala ucapan Bia.
"Apa kamu mau ngikutin mau saya untuk jatuh cinta sama saya?" Tatapan Bia berubah serius.
Naja mengerjap. Ia sudah menebak hal ini, tapi tidak tahu kalau Bia akan mengatakan sebegitu gamblangnya.
Bia terkekeh pahit. Ia lalu bangkit dari tempat duduknya, berniat untuk melanjutkan kegiatan keduanya yang akan menaiki wahana yang lain, namun tangan Bia langsung digenggam oleh Naja, laki-laki itu mengisyaratkan Bia untuk kembali duduk dan berbicara dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Mentari
Romance[SELESAI] Menjadi kembaran Naja, Raya pikir, sudah menjadi hal yang mampu membuat hidupnya menenangkan dan menyenangkan. Tapi ternyata semesta tidak pernah sesederhana itu untuk menciptakan sebuah takdir. Kisah cintanya perlahan menjadi rumit saat b...