[1] Hujan dan Segala Hal yang tidak Menyenangkan

5K 293 31
                                    

Seharusnya, dari sejak mulai mendung, kita mulai bersiap mencari tempat berteduh atau segera mengangkat jemuran. Bukan malah mengabaikan dengan terus jalan atau sibuk menonton film.

•°•°•

Kenapa harus hujan lagi?

Bukan Raya sedang tidak bersyukur atas nikmat yang baru saja diturunkan Tuhan-nya, tapi Raya jadi sulit mendapatkan taksi online. Ini bahkan sudah percobaan ketiganya dan ketiga-tiganya-pun tetap dibatalkan dengan alasan; jarak yang lumayan jauh dari titik jemput, jalanan yang memang macet, atau hal lain yang membuat Raya jengah. Kalau begini, Raya jadi menyesal karena tidak mengiyakan tawaran Yovan yang akan mengantarkan pulang.

Kali ini, kalau percobaan keempatnya kembali dibatalkan oleh pengemudi, Raya akan bertekad menunggu Naja untuk menjemputnya saja, atau menunggu hujan reda. Tapi masalahnya, keduanya tidak Raya ketahui akan berpihak pada Raya kapan. Naja akhir-akhir ini sering pulang larut karena sibuk mengurusi sebuah event besar, katanya. Dan hujan kali ini ... sepertinya juga tidak ada tanda-tanda akan berhenti lima atau sepuluh menit lagi.

Dapat!

Seorang pengemudi sudah tertera di layar ponsel Raya, sekarang Raya hanya berharap agar yang kali ini tidak mengirim pesan permintaan maaf karena harus membatalkan penjemputannya.

Di depan lagi macet banget, Mas. Nggak apa-apa nunggu agak lama?

Raya membaca pesan itu lekat-lekat. Apa katanya? Mas?

Ini pasti kerjaan Naja, saudara kembarnya yang sering sekali mengubah-ubah display name di akun aplikasi-nya itu.

Tapi daripada sibuk menggerutu Naja yang jelas-jelas tidak ada di sini, lebih baik Raya segera membalas pesan pengemudi taksi online-nya, memberitahu kalau Raya tidak apa-apa menunggu, yang penting tidak dibatalkan.

Raya akhirnya bisa bernapas lega karena sudah dapat pengemudi dan tinggal menunggunya. Ya, hujan seperti ini selain membuat susah perasaan hati yang katanya bisa mendadak jadi galau, ternyata membuat susah para pengendara motor yang beberapa dari mereka harus menepi dulu karena tidak membawa jas hujan, atau para pengendara mobil yang harus mengemudi pelan di tengah jalanan yang mendadak licin.

Raya baru akan menyumpal telinganya menggunakan earphone untuk mendengarkan saluran radio, eksistensi suara lain yang lebih dulu memasuki telinga Raya membuat tangannya berhenti bergerak.

"Dit, lo bisa jemput gue nggak? Mobil gue tadi pagi masuk bengkel nih."

Raya tidak berniat untuk menguping, tapi laki-laki yang sedang menelepon berdiri tidak jauh dari tempatnya dan berbicara cukup keras, mungkin agar suaranya tidak teredam suara air hujan yang ternyata semakin deras.

Mereka beradu tatap sejenak, lalu Raya menunduk sopan sebagai tanda salam pada laki-laki yang berposisi sebagai atasannya itu, walau beda divisi, tapi divisinya dan divisi laki-laki itu masih melayani hal yang sama, hanya beda cara saja.

Raya sudah tidak peduli. Kini telinganya sudah tersumpal earphone dengan seorang penyiar perempuan yang sedang memberitahu titik-titik mana saja yang mengalami kemacetan karena hujan ini, lalu beralih dengan pembicaraan menganai hal tentang hujan lainnya.

"Eum ... Naraya?" tanya laki-laki itu ragu setelah melihat id-card yang menggantung di tengkuk Raya.

Volume yang memang diatur agak kecil membuat Raya bisa mendengar suara laki-laki tersebut dan segera melepas sebelah earphone-nya, padahal lagu kesukaannya baru saja akan diputar oleh penyiar tersebut.

Renjana MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang