[27] Bintang dan Matahari itu Punya Caranya Sendiri untuk Bersinar

565 119 22
                                    

Ini persis seperti yang Raya lihat di internet, bahkan lebih indah dari itu. Raya sendiri tidak mampu untuk mengungkapkannya dengan kata-kata. Terlalu indah, terlalu bagus, terlalu menyenangkan, dan terlalu membuatnya bahagia.

Bukit Bintang ternyata benar, tidak pernah mengecewakan. Raya senang karena Astha telah mengajaknya ke tempat ini.

Seperti saat di rooftop rumah sakit waktu itu, hampir sama, namun Raya lebih merasakan banyak lagi cahaya di depannya. Semuanya begitu membuat Raya bahagia.

"Aku seneng banget liat kamu senyum terus dari tadi, Ya." Astha juga tak kalah senang melihat kekasihnya terlihat begitu bahagia di sampingnya.

"Aku lebih seneng karena kamu ajak aku ke sini," balas Raya. Ia semakin mengeratkan genggaman tangannya bersama tangan Astha. "Aku sampai kepikiran nggak mau pulang."

Astha tertawa kecil. "Inget sama kerjaan di kantor."

Mendadak Raya jadi cemberut Astha membicarakan perihal pekerjaan. Raya benar-benar tidak ingin ini semua segera berakhir, sungguh. Bisa tidak waktu berhenti sebentar saja agar Raya bisa menikmati suasana seperti ini lebih lama lagi bersama Astha?

"Jangan cemberut. Nanti aku ajakin kamu ke tempat lain."

"Ke mana?" Mata Raya kembali berbinar. Kenapa rasanya setelah menjalin hubungan Astha, kehidupan Raya terasa begitu menyenangkan? Astha seakan tahu apa saja yang Raya sukai dan tahu segala hal yang mampu membuat Raya senang sekaligus bahagia.

"Kalau di daerah Bandung lagi, kamu bosen nggak?" Astha memastikan. Di dalam pikirannya ada satu tempat yang ingin sekali ia kunjungi, tapi tidak bisa sekarang. Butuh persiapan yang cukup matang dan juga waktu yang pastinya tidak sehari.

Raya dengan cepat menggeleng. Baginya, asal dengan Astha, ke manapun Raya akan tetap menyukainya. Mungkin seperti itu yang orang pikirkan ketika sedang jatuh cinta, termasuk Raya.

"Ya udah, nanti aku ajak ke sana," ucap Astha tanpa memberitahu ke mana ia akan mengajak Raya. Lagi-lagi Astha membuat Raya penasaran.

Raya tidak memaksa Astha untuk segera memberitahunya. Sudah Raya bilang, 'kan? Ke manapun Astha akan mengajaknya, Raya akan tetap senang.

"Tha ...." Raya menoleh pada Astha, sedikit mendongak untuk mempertemukan netranya dengan netra milik Astha.

"Hm?" Astha juga tak kalah memberi tatapan teduh pada Raya.

"Kayaknya kamu suka Bandung banget, ya?" tanya Raya sedikit serius. Raya menyadari satu hal, selain dirinya yang teramat bahagia karena telah diajak oleh Astha ke beberapa tempat di Bandung ini, Astha juga merasakan hal yang sama. Bukan sebagai seseorang yang merasa puas karena orang yang diajaknya terlihat bahagia, melainkan karena alasan lain.

Astha sedikit menyembunyikan raut bahagia yang itu. Seakan tidak ingin terlihat terlalu kentara.

Astha melepas genggaman tangannya, bergerak sedikit ke belakang tubuh Raya, lalu memeluk tubuh Raya. Astha menautkan kedua tangannya di depan perut Raya, menumpukan dagunya di puncak kepala Raya. Ini benar-benar mirip seperti apa yang terjadi di rooftop rumah sakit waktu itu.

"Mau dengerin cerita nggak?"

Raya ingin mendongak untuk menatap wajah Astha, namun tubuhnya seolah telah dikukung dengan kuat oleh Astha, sehingga ia hanya bisa mengangguk, menyetujui untuk mendengarkan Astha bercerita.

"Bapak bukan orang Bandung, tapi Bapak kuliah di Bandung dan sempet tinggal di Bandung juga beberapa tahun setelah lulus kuliah sebelum akhirnya nikah sama Ibu dan pindah ke Jakarta." Astha memulai ceritanya dengan kalimat yang cukup panjang.

Renjana MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang