Setelah sekian lama tidak menapaki kaki ke kedai gelato, akhirnya malam ini sepulang dari kantor, Raya menyempatkan diri untuk datang ke sana lagi, menikmati dingin dan manisnya gelato tersebut.
Jika biasanya Raya akan ke sini bersama Naja atau Astha, tapi itu entah sudah sekitar berapa lama sejak terakhir kali Raya ke kedai. Kali ini Raya mengajak orang berbeda. Seorang teman kantor yang akhir-akhir menjadi lebih akrab dengan Raya, bahkan lebih dari Yovan dan Sita yang duduk berdekatan di kubikelnya.
Benar, orang itu adalah Bia.
Tadi mereka sempat bertukar pesan dan mendadak Raya tidak ingin pulang ke rumah terlebih dahulu, dan mencoba mengajak Bia ke kedai gelato, akhirnya Bia menyetujui karena katanya, Naja pernah menceritakan perihal kedai itu padanya.
Jika dilihat-lihat, hubungan Bia dan Naja sepertinya sudah jauh lebih baik. Begitupun dengan hubungan Raya dan Naja yang sudah kembali biasa-biasa saja. Walau belum seperti dulu, setidaknya itu benar-benar menunjukkan kalau Naja memang berubah dan Bia berhasil mengubah seorang Najandra.
Begitu membuka pintu kedai, mata Raya langsung menyapu seluruh sudut kedai untuk mencari seseorang yang ia ajak bertemu juga malam ini. Belum sempat Raya menemukannya lebih dulu, orang tersebut sudah lebih dulu melambaikan tangannya pada Raya, lengkap dengan cengiran khasnya.
"Lama banget, buset," gerutu Adit begitu Raya duduk di hadapannya dan Bia duduk di samping Raya.
"Sori, sori, jam segini jalanan macet, Dit." Raya meringis mengingat begitu padatnya jalanan yang ia lalui tadi. "Oh iya, kenalin, temen kantor gue, namanya Bia." Raya memperkenalkan Bia pada Adit.
"Bia." Bia mengulurkan tangannya. Dan Adit segera membalas uluran tangan itu seraya menyebutkan namanya, juga sambil tersenyum sok manis. "Adiknya Pak Astha?"
Adit mengangguk mantap. "Lebih ganteng, ya?"
Saat itu juga Raya langsung menoyor kepala Adit, sedangkan Bia hanya tertawa kecil menanggapi ucapan Adit yang memang terdengar begitu menyebalkan. Adit bukan jelek atau tidak ganteng, tapi biasanya kalau orang terlalu percaya diri itu mengurangi kadar kegantengan itu sendiri.
Sepertinya itu berkali juga untuk Adit.
"Emang abang gue ke mana, Kak?" tanya Adit pada Raya. "Biasanya lo sama dia, nempel mulu kayak kulit bapak-bapak sama koyo."
Raya mendengus mendengar perumpamaan yang Adit lontarkan. Kenapa harus bapak-bapak dan koyo, sih? "Sibuk, nyari nafkah." Raya menjawab asal.
Bia kembali tertawa mendengar hal itu. "Eh, Ray, aku mau pesen dulu, ya. Kamu mau rasa apa?" tanya Bia.
"Samain aja sama kamu. Aku suka semua rasa gelato yang ada di sini."
Bia mengangguk. "Kamu ... mau lagi?" tanyanya pada Adit.
Adit sedikit bingung. Mangkuk gelatonya sudah kosong karena memang Adit datang setengah jam sebelum Raya dan Bia datang. Jadi daripada gelato itu keburu mencair karena terlalu lama menunggu Raya, akhirnya Adit memakan gelato itu lebih dulu. Alhasil sudah habis tepat saat Raya dan Bia datang.
"Boleh, deh. Samain juga, ya, Kak. Saya juga suka semua rasa yang ada di kedai gelato ini," jawab Adit. "Termasuk pekerja part time-nya," lanjutnya dengan nada sangat pelan.
Raya yang mendengar itu dengan samar tak kuat untuk menahan tawanya. Dan tawa itu meledak ketika Bia sudah melangkah meninggalkan meja mereka. "Cita terus, tapi nembaknya kapan?" ledek Raya.
Adit menghela napas, ia sedikit menunduk. "Nanti kapan-kapan."
Adit bukan tidak ingin menyatakan cintanya pada Cita, namun sikap Cita belum bisa Adit simpulkan apakah perempuan itu punya perasaan yang sama dengannya atau tidak. Karena akhir-akhir ini sikap Cita semakin membuat Adit bingung, apalagi Cita sudah tidak pernah menceritakan tentang kating yang dulu sering ia bicarakan dengan Adit. Juga tentang beberapa perhatian yang sialnya begitu amat Adit sukai hingga ingin gila rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Mentari
Romance[SELESAI] Menjadi kembaran Naja, Raya pikir, sudah menjadi hal yang mampu membuat hidupnya menenangkan dan menyenangkan. Tapi ternyata semesta tidak pernah sesederhana itu untuk menciptakan sebuah takdir. Kisah cintanya perlahan menjadi rumit saat b...