[38] Tentang rasa yang mungkin masih tertinggal

478 118 49
                                    

"Kita beneran mau kayak gini aja?"

"Hm?" Naja membuka mata, menatap Bia dari arah bawah yang kini sedang mengusap-usap surainya. "Kamu pegel?" Terhitung sudah lebih dari setengah jam Naja meminjam paha Bia untuk dijadikan bantalannya saat ini.

"Nggak," jawab Bia singkat. "Bosan."

Naja yang baru memejamkan mata kembali menatap Bia, lalu langsung bangkit dan duduk di samping perempuan yang sudah resmi menjadi kekasihnya. Kali ini beneran resmi karena Naja sudah sepenuhnya mencintai Bia.

Ajaib sekali memang Bia. Naja sampai curiga kalau mungkin Bia pakai pelet untuk membuat Naja jatuh cinta dengannya. Padahal, ini juga berkat ketekunan dan niat kuat Naja untuk melupakan Raya dan jatuh cinta pada Bia.

"Mau main?" tanya Naja. "Ke Health Six, mau?"

Bia berdecak. "Nggak ada tempat lain apa?"

Naja tertawa. "Ya ..., siapa tau kamu mau cuci mata dengan liatin body-body cowok yang lagi nge-gym di sana. Body saya 'kan nggak bagus-bagus amat."

Wajah Bia langsung memerah mendengar Naja mengatakan hal itu. Tiba-tiba AC di dalam ruangan ini seakan tidak berfungsi dengan baik. Bia kepanasan.

"Kamu mikirin yang nggak-nggak, ya?" tebak Naja setelah melihat wajah merah Bia.

Bia begitu saja beringsut menenggelamkan wajahnya ke lekuk leher Naja. Pokoknya Naja tidak boleh melihat wajah Bia yang entah kenapa tiba-tiba bisa merah seperti ini.

Naja tertawa kencang. Lalu tanganya membawa Bia semakin merapat dengan tubuhnya. Sungguh, Naja bukan lagi laki-laki kaku seperti yang pertama kali Bia kenal. Walau sapaan yang mereka gunakan tidak berubah sejak dulu, tetap 'saya-kamu' tapi sikap Naja sudah benar-benar terbuka pada Bia. Ia sudah lebih banyak berekspresi untuk mengungkapkan rasa sayangnya pada Bia.

"Mau ke mana?" tanya Naja. "Aku males kalau kamu ngajak pacarannya muter-muter mall atau nongkrong di kafe, mending tidur di sini." Naja terus terang, dan membuat Bia sedikit terkejut.

Naja dan Bia ini memang berbanding terbalik dengan pasangan Astha dan Raya. Kalau Astha dan Raya suka sekali explore banyak tempat untuk kencan, sementara Naja dan Bia lebih banyak pacaran di apartemen Naja dengan ngobrol atau nonton Netflix sama-sama.

Sebenarnya itu bukan Bia banget, tapi Bia lagi-lagi mencoba mengimbangi selera Naja dengannya, dan berhasil membuat Bia juga lebih merasa nyaman kalau tidak ke mana-mana. Tapi ya ... sesekali makan junk food di tempatnya langsung 'kan lebih enak, daripada terus-terusan di kirim ke apartemen.

Lama-lama, mereka ini lebih terlihat seperti pasangan suami-istri dibandingkan pasangan yang masih pacaran.

Bia tidak menjawab, ia malah bergerak tanpa aba-aba naik ke pangkuan Naja, melingkarkan tangannya di tubuh Naja sebelum akhirnya menyandarkan kepala di pundak Naja.

Awalnya Naja sedikit tersentak, tapi karena akhir-akhir ini kegiatan pacaran mereka juga sedikit cukup ... nakal, jadinya Naja dan Bia sudah mulai terbiasa.

"Bosen banget ya pacaran sama saya?" tanya Naja, tangannya sudah mengusap-usap punggung Bia dengan gerakan yang lembut.

Bia bergumam. Setidaknya hari ini Bia memang merasa agak bosan. Jadi butuh sekali suasana yang baru.

"Ya udah, mau ke mana? Saya ngikut deh."

Bia mengangkat kepalanya, menemukan pandangannya dengan mata Naja yang juga sedang melihat ke arahnya. "Bener?"

Naja mengangguk.

"Ke rumah kamu, yuk."

Naja membelalak. Benar-benar terkejut dengan tujuan yang diinginkan Bia.

Renjana MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang