[8] Terdistraksi oleh Hal Lain Hingga Melupakan Hal Pertama

855 174 48
                                    

Ternyata benar, fokus itu adalah suatu hal yang tidak boleh dilupakan keadaannya. Bagaimanapun. Karena pasti kalau sudah hilang fokus, akan berbeda lagi ceritanya.

•°•°•

Adit itu bukan sekedar laki-laki yang selalu mudah menyesuaikan diri di manapun dan seperti apapun keadaannya. Adit memang selalu punya banyak pembahasan untuk membuat atmosfer kecanggungan benar-benar tidak terlihat. Raya-pun mengakuinya. Tapi kalau sudah membahas perkara cinta, Adit tidak jauh berbeda dari remaja bau kencur yang baru mengalami masa puber dengan jatuh cinta pada lawan jenis.

Cita dari jurusan Komunikasi itu sudah membuat Adit sedemikian rupanya terhadap cinta. Berbekal identitas sebagai sahabat Cita dari kecil membuat Adit rela jauh-jauh ke gedung Fikom hanya untuk makan siang bersama Cita.

Biasanya seperti itu, tapi siang ini setelah selesai mata kuliah Grafika sepuluh menit yang lalu, Adit enggan beranjak dari tempat duduknya di perpustakaan dan lebih memilih menggambar sesuatu di sketchbook kecilnya. Adit ada kelas lagi nanti sekitar empat puluh lima menit lagi, seharusnya tadi Adit ikut bersama teman-temannya ke kantin untuk makan siang, tapi lagi-lagi Adit sedang malas ke mana-mana.

Alasan Adit seperti ini selain karena memang malas, tapi juga karena Cita. Entah kenapa akhir-akhir Cita seperti tengah berusaha menghindari Adit, atau mungkin ini adalah salah satu cara Adit untuk berpikir positif tengang apa yang terjadi pada Cita terhadapnya. Karena saat kelas berlangsung, Cita mengirimkan Adit pesan singkat kalau siang ini Cita akan makan siang bersama kakak tingkatnya itu.

Ya, benar. Setidaknya Adit sudah berusaha berpikir positif kalau rasa malas ini bukan datang karena kecemburuan, tapi karena sikap Cita yang Adit pikir tengah menghindarinya, padahal tidak begitu. Semoga.

Ponsel Adit bergetar panjang dan sebuah kontak muncul di layar, sempat bingung beberapa saat, tapi akhirnya tetap membuat senyum Adit mengembang.

"Yo ... Aditya??!!" sapanya dengan ceria di seberang sana.

Adit tertawa pelan. Tangannya kini sibuk merapiksn barang-barangnya di atas meja dan segera dimasukan ke dalam tas, sementara ponselnya dijepit di antara bahu dan telinga.

"Lagi makan siang, ya?" tanya orang tersebut.

Adit menghela napas. "Lagi nggak nafsu," jawab Adit datar.

Seseorang yang menelepon dengan kontak bernama 'Layar Retak' di ponsel Adit itu berdecak pelan, seolah tengah kecewa karena Adit melewatkan makan siang. "Dit, entar lo makin kurus," ucap Raya.

Adit yang baru akan melangkah meninggalkan tempatnya, mendengus geli. "Bukan makin kurus, tapi makin ganteng," ujarnya dengan percaya diri, tapi masih setengah berbisik karena masih di dalam perpustakaan, dan tidak ingin juga ucapan kepercayaan dirinya tadi didengar orang lain.

"Dit, gue lagi makan siang, nih. Jangan bikin selera makan gue ilang dong."

Adit terkekeh. Kini dirinya sudah keluar dari perpustakaan dan akan menuju ke kantin untuk menemui teman-temannya. Bukan untuk makan siang, tapi hanya untuk membeli jus jeruk yang pastinya akan sangat segar bila diminun siang hari panas seperti ini. Padahal seharunya ini sudah masuk bulan musim penghujan, tapi intensitas panasnya masih tinggi dibandingkan dengan hujan yang turun.

"Kak, lo kangen gue, ya? Tumben banget telepon siang-siang. Lagi makan siang pula." Adit bingung.

"Lo beneran mau menghilangkan selera makan gue, ya?"

Mereka berdua memang sudah lebih dekat dibandingkan dua minggu lalu saat pameran berlangsung. Adit kalau sedang tidak ada kerjaan dan kebetulan tugas kampusnya sudah diselesaikan, pasti akan menghubungi Raya, entah itu dalam bentuk telepon atau pesan singkat biasa. Anehnya, dalam sehari, akhir-akhir ini Adit jadi lebih sering bertukar kabar dengan Raya dibandingkan dengan Cita. Mungkin karena Raya itu fast response, sedangkan Cita sebaliknya.

Renjana MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang