Detik dimana dunia terasa berhenti sesaat adalah ketika tahu bahwa jalan yang sedang dilalui benar-benar telah membuka jalan bercabang lainnya, dan itu membuat kaki lemas seketika.
•°•°•
Es krim yang belum habis itu dibuang begitu saja oleh Raya karena terlanjur kehilangan minat karena terkejut dengan kedatangan Astha secara tiba-tiba. Ralat, bukan tiba-tiba karena katanya, Astha sempat menghubunginya tapi Raya tidak tahu. Namun tetap saja ... Raya terkejut.
Rasa terkejut itu perlahan menghilang dan tergantikan oleh rasa senang karena bertemu dengan Astha, menatap senyum itu lagi. Tapi lagi-lagi, kenapa pula harus dalam keadaan Raya yang berantakan seperti ini? Padahal selama ini Raya berusaha tampil sempurna kalau hendak bertemu dengan Astha, sekalipun itu berangkat ke kantor. Ya, tanpa sadar Raya sudah sebegitunya pada Astha.
"Gelap banget, Tha," ucap Raya begitu keduanya berhasil sampai di rooftop dengan menaiki tangga darurat sebanyak dua lantai, karena lift tidak membawa mereka sampai rooftop.
Sebenarnya keduanya bisa dikatakan beruntung, setelah kelelahan menaiki satu per satu anak tangga, rooftop belum dikunci oleh petugas keamanan di sana. Tapi mungkin kalau mereka turun dari sana lebih lama, keduanya terpaksa harus menginap di rooftop, menyatu dengan dinginnya angin malam dan juga nyamuk.
"Kamu takut gelap?" tanya Astha setelah memperhatikan kalau Raya sejak tadi memang berusaha lebih dekat dengan tubuhnya. Seperti ketakutan, namun tidak dibuat terlalu kentara.
"Nggak!" sangkal Raya dengan cepat seraya menyoroti Astha dengan tatapan tajam. "Tapi 'kan kalau sendirian di sini pasti serem banget." Raya bergidik.
Astha tertawa kecil. "Ada aku, 'kan?"
Awalnya Raya hanya mengerjap, tapi perlahan senyum kecil itu terukir di bibirnya. Ya, ada Astha, jadi Raya tidak perlu takut. Ia tidak sendirian.
Dinginnya angin malam semakin terasa begitu mereka sudah sampai batas rooftop, memperhatikan dengan lurus gedung-gedung yang tingginya melebihi rumah sakit ini, atau menunduk dengan hati-hati untuk melihat keadaan jalanan dengan lampu-lampunya yang sangat menarik untuk disaksikan dari atas.
Ternyata benar, rooftop itu kalau malam selalu punya keindahan sendiri. Sebab kalau siang pasti panas, Raya juga tidak mau kulitnya terbakar karena sengatan sinar matahari. Biarlah untuk malam ini tubuhnya sedikit menggigil karena angin malam yang menghantam tubuhnya secara tidak sopan.
Namun sepertinya rasa dingin itu akan perlahan hilang karena kini secara tiba-tiba, Astha membuka jas yang dikenakannya. Kali ini bukan untuk menutupi paha Raya seperti biasanya, tapi malah menyampirkannya ke kedua bahu Raya.
"Tangannya," ucap Astha yang kini sudah berhadapan dengan Raya, memegang jasnya yang sudah setengah terpakai oleh Raya, hanya tinggal Raya memasukkan kedua tangannya ke dalam lengan jas tersebut.
Walau Raya bingung dan tidak fokus karena sudah lebih dulu sibuk mengatur degup jantungnya, Raya tetap bergerak untuk memasukkan tangannya ke dalam lengan jas tersebut. Dan tangan Astha bergerak mengeratkan jas tersebut di tubuh Raya.
Sekarang, Raya terlihat lebih lucu dengan jas kebesaran tersebut. Tangannya benar-benar tak terlihat dan membuat Raya seolah tenggelam di dalam jas itu. Bahkan hingga membuat Astha tidak kuat menahan tangannya untuk mengusak rambut Raya.
"Tapi kaki kamu tetap nggak ketutupan." Astha menatap kaki Raya yang terbuka karena Raya memang hanya mengenakan short pants saja.
"Nggak apa-apa. Ini juga udah cukup." Raya tersenyum, kembali bergerak untuk menatap gedung-gedung itu dan melangkah sedikit lebih merapat ke tembok pembatas yang tingginya hampir sedada Raya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Mentari
Romance[SELESAI] Menjadi kembaran Naja, Raya pikir, sudah menjadi hal yang mampu membuat hidupnya menenangkan dan menyenangkan. Tapi ternyata semesta tidak pernah sesederhana itu untuk menciptakan sebuah takdir. Kisah cintanya perlahan menjadi rumit saat b...