[33] Berpura-pura atau tidak, intinya tetap membuat terkejut banyak orang

503 121 38
                                    

Mulai hari ini Naraya Regina Arunika resmi menjadi pengangguran!

Meski begitu, Raya sudah menyusun rencana untuk hari ini. Mulai dari bangun tidur sampai kembali tidur. Namun baru di daftar yang pertama, rencananya sudah berantakan karena Raya bangun siang.

Maklum, Raya tidak pernah bangun siang selain akhir pekan, makanya begini. Niatnya ingin membuat sarapan untuk Papa dan Mama bersama Bude Farah, tapi malah Raya yang tidak sarapan, karena makan jam segini sudah bukan disebut sebagai sarapan.

Astha Sandyakala : Hari ini mau ngapain aja?

Naraya Regina A. : Nggak tau, hehe. Aku baru bangun, terus langsung makan.

Raya kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Mungkin ia benar-benar harus membatalkan seluruh kegiatan yang sudah dibuatkan daftar untuk hari ini, mendadak Raya malas berbuat apa-apa. Bahkan baru saja terlintas dalam pikirannya, ia ingin tidur lagi setelah menghabiskan makannya.

Mungkin hari ini akan terasa menyenangkan seharian berada di rumah, tidak berbuat apa-apa. Tapi setelah melewati setidaknya satu atau dua minggu, Raya yakin, ia pasti akan merasa bosan dan mulai merindukan kegiatan sibuknya.

Tahu sendiri, sejak dulu Raya tidak bisa yang namanya lama berdiam diri di rumah. Ia akan menyibukkan diri dengan kegiatan apapun, bahkan bekerja paruh waktu di kedai atau restopun sudah pernah Raya lakukan saat kuliah dulu.

Astha Sandyakala : Nanti malem mau liat Adit, nggak?

Astha Sandyakala : Dia ada jadwal di kafe malem ini.

Naraya Regina A. : Jemput!

Berbicara soal Adit, sejak Raya tahu kalau Adit kondisinya sedang kurang sehat, Raya jadi lebih sering berkomunikasi dengan Adit daripada dengan Astha. Bukan maksud untuk menduakan Astha, tapi Raya hanya ingin berbicara lebih banyak dengan Adit. Akhir-akhir ini juga Adit jadi lebih terbuka terhadap Raya. Ia bahkan menceritakan hampir semua yang dirasakannya ketika mengetahui soal penyakitnya.

"Gue sedih sekaligus hancur waktu tau gue sakit, Kak. Tapi gue lebih sedih dan sangat hancur pas liat betapa khawatirnya raut muka Ibu sama Abang," cerita Adit beberapa waktu lalu lewat sambungan video call yang pada saat itu harus diakhiri karena Astha jadi tidak bisa menelepon Raya.

"Lo bisa sembuh, Dit. Gue yakin." Raya mencoba menguatkan dengan segala ucapan positif yang ia bisa katakan.

Saat itu Adit hanya tersenyum kecil, meringis pelan. Ada raut yang sulit digambarkan yang Raya tangkap di sana, seperti sebuah perasaan ... tidak ingin terlalu berharap. "Gue juga penginnya gitu. Tapi jalan satu-satunya untuk sembuh hanya ...," Adit menghela napasnya sebelum melanjutkan, "gue dapat ginjal baru dari orang lain."

Iya, Raya tahu itu. Astha sudah mengatakannya kalau Adit tidak mungkin selamanya dialisis.

Sebelum Raya membalas ucapan itu, Adit kembali melanjutkan, "Tapi gue nggak mau keluarga sampai berkorban untuk gue."

Ada keheningan lama yang terjadi sampai Adit tiba-tiba tertawa keras sembari meledek raut wajah Raya yang terlihat serius sekali. Lalu Adit menawari Raya untuk mendengarkannya bernyanyi sambil bermain gitar, walau tidak jadi karena Astha menyuruh Adit untuk segera mematikan sambungan video call itu.

"Kamu mau ke mana hari ini?"

Pertanyaan Mama di seberang sana membuat Raya geming, ia baru selesai mandi, masih mengenakan bathrobe, tengah memilih pakaian mana yang akan ia pakai. Padahal sejujurnya, Raya sendiri tidak tahu akan ke mana setelah ia rapi.

Renjana MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang