[23] Congratulations, How Are You Okay?

703 135 29
                                    

How could you be so fine
I can see it in your eyes
The same look that you gave me, that kills me inside

•°•°•

"Tha," panggil Raya.

"Hm?"

"Aku 'kan nggak diundang. Nggak usah dateng, ya. Aku langsung ke rumahnya Hara aja." Raya berbalik, menatap Astha yang sudah rapi mengenakan kemeja.

"Yang nikahan saudara aku, Ya. Masa aku punya pacar, tapi kondangannya sendiri." Astha membalikkan lagi tubuh Raya untuk menghadap ke arah cermin.

Di sana terpantul Raya dengan dress berwarna peach sebatas lutut yang baru dibelinya tadi siang, diantar oleh Astha dengan rengekan Adit yang juga minta ikut. Katanya, tidak apa-apa jadi nyamuk juga, yang terpenting perutnya kenyang daripada di rumah tapi kalau mau makan harus order pakai uang sendiri karena Astha menyuruh Mbak Wati untuk tidak datang hari ini.

"Kan ada Adit," balas Raya, memperhatikan tataan rambutnya lewat pantulan cermin tersebut.

Astha sudah melingkarkan kedua tangannya di pinggang Raya, menaruh dagunya di pundak Raya sambil melihat mereka lewat pantulan cermin. "Nggak mau nginep semalem lagi, Ya? Ibu baru pulang besok kok. Nanti kita bisa berangkat ke kantor bareng."

Raya menghela napas. "Aku ke tempatnya Hara aja, dia tau soal ini kok."

Semalam, di dalam dekapan tubuh Astha, Raya menceritakan segalanya, tentang Naja yang menjadi alasan kenapa Raya pergi dari rumah begitu saja. Raya bahkan sampai menangis lagi.

Saat itu, Astha tidak mengeluarkan suara banyak, ia lebih banyak mendengarkan sambil terus mengusap rambut dan punggung Raya, atau memberi kecupan ringan di pelipis.

Astha marah, kesal, dan sudah pasti tidak habis pikir pada Naja. Walau Naja pernah bersikap aneh pada Astha saat mengetahui kedekatannya dengan Raya, Astha sekalipun tidak pernah menaruh kecurigaan sedalam itu pada Naja. Yang Astha pikirkan hanya sebatas kekhawatiran seorang saudara laki-laki terhadap saudara perempuannya, sama sekali tidak pernah menyangka kalau ternyata Naja menaruh hati pada Raya layaknya seorang laki-laki pada seorang perempuan dewasa.

Namun, Astha juga tidak bisa berbuat banyak. Selain karena memang itu sudah menyangkut sesuatu yang sangat pribadi bagi keluarga Raya, Astha juga sejak dulu memang diajarkan untuk tidak terlalu ikut campur masalah orang lain. Bukan karena Astha tidak peduli pada Raya, tapi ini juga demi kebaikan Raya. Lagi pula, Astha yakin, kalau Raya lebih senang sekedar didengarkan tanpa mendapatkan solusi apapun.

Karena mau bagaimanapun, solusinya tetap satu, Naja harus cepat-cepat melupakan rasa itu terhadap Raya.

"Lama amat dandannya!"

Teriakan itu seketika membuat pagutan bibir Astha dan Raya terlepas. Raya terengah, begitu juga Astha, lalu mereka tertawa kecil setelahnya. Sepertinya Astha dan Raya memang tidak seharusnya berada di ruangan yang sama.

"Lipstick aku berantakan?" tanya Raya.

Astha tersenyum, kemudian mengusapkan ibu jarinya di bibir bawah Raya, membuat perempuan itu melangkah mundur sedikit sambil memicingkan mata.

Tolong berhenti menggoda, Astha Sandyakala! Mereka harus cepat berangkat ke Bekasi, ini sudah semakin sore dan Ibu sudah pasti akan marah-marah.

Raya lebih memilih untuk membalikkan badan, menatap dirinya di pantulan cermin, beruntung bibir yang sudah ia beri warna ombre dengan susah payah itu tidak berantakan. Kalau sampai berantakan, Astha dan Adit harus menunggu sedikit lebih lama lagi.

Renjana MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang