Jika waktu itu, Raya dengan perasaan kacau balaunya, serta masalah yang tidak biasa, Astha mengizinkan Raya untuk menginap di rumahnya, bahkan tidur di kasur yang sama, juga Astha yang dengan siap menenangkan Raya di sepanjang malam dengan rengkuhan terbaiknya.
Maka kali ini, biarkan Raya melakukan hal yang sama untuk Astha, untuk kekasihnya yang sedang terpukul karena fakta yang baru saja diketahuinya tentang Sang adik.
Bukan di rumah Raya, melainkan di sebuah hotel bintang lima yang Raya sewa tanpa pikir panjang terlebih dahulu.
Raya memberitahu Naja soal ini, kalau ia akan bermalam dengan Astha, namun entah apa yang sebenarnya Naja pikirkan, Naja mengiyakan begitu saja dan akan membantu berbicara pada Papa dan Mama dengan kebohongan yang dibuatnya.
Sekarang, di dalam pelukan Raya, Astha memejamkan matanya, menenggelamkan wajahnya di leher Raya, dan demi Tuhan, Raya berkali-kali menahan napas saat rasa geli akibat hembusan napas hangat Astha menerpa lehernya.
"Tha? Udah tidur?" tanya Raya pelan, hampir seperti berbisik.
Astha bergumam tidak jelas, tubuhnya bergerak untuk kembali menyesuaikan tempat agar mendapatkan yang ternyaman. Dan Raya, kembali menahan napasnya.
"Udah bilang sama Ibu kalau nggak akan pulang malam ini?" tanya Raya, menyadari kalau Astha tidak sepenuhnya sudah terlelap.
Astha membuka mata, mendongak sedikit dan bertemu dengan dagu Raya yang berjarak dekat dengan matanya. Lalu ia memilih beringsut menjauh, menjajarkan wajahnya dengan wajah Raya agar bisa menatap mata itu. "Belum," jawab Astha singkat.
"Kok belum?" pekik Raya. "Nanti ibu kamu khawatir, Tha."
"Aku harus bilang apa sama Ibu?" tanyanya terdengar sangat polos. "Bilang kalau malem ini aku nginep di hotel bintang lima sama pacar aku?"
Raya berdeham, tiba-tiba salah tingkah. "Bukan gitu maksud aku ...."
Astha terkekeh. "Gimana, Ya?"
"Ih, nyebelin!" Raya memilih mengubah posisinya menjadi telentang dengan menghadap ke langit-langit.
Astha masih tertawa, kemudian ia beringsut mendekat, memeluk tubuh Raya dari samping. "Ibu pasti ngerti, nggak apa-apa kamu nggak usah khawatir."
"Tapi, Tha ...." Raya menoleh.
"Udah, mending tidur. Atau mau aku ... tidurin?"
Raya membelalak, seketika tubuhnya menegang, wajahnya memanas dan sudah pasti memerah. Akhirnya, Raya memilih memalingkan wajah dan mengubah posisi tidurnya menjadi memunggungi Astha.
Astha tertawa melihat Raya yang salah tingkah seperti itu, sangat menggemaskan. Lalu ia memilih kembali mendekat, memeluk tubuh Raya dengan erat, menenggelamkan wajahnya di tengkuk Raya, menyatu dengan helaian rambut yang wangi.
"Ya ...," gumam Astha.
"Hm?" Susah payah Raya menyahutnya karena ia masih ... salting?
"Kamu resign, nggak apa-apa?" Dan benar, mereka masih belum keluar dari sebuah masalah yang berawal dari peraturan baru perusahaan.
Beberapa saat yang terjadi hanya keheningan. Raya diam karena tak tahu harus menjawab apa. Ia bukan tidak suka karena harus mengalah, namun ia hanya masih sedikit kesal peraturan baru itu. Juga karena ia telah memilih untuk memperjuangkan orang-orang yang dicintainya pada Papa, tapi dengan cepat sebuah masalah langsung menerpanya.
"Ya ..., maaf aku nggak bisa ngalah saat ini. Adit lagi butuh aku buat pengobatannya." Dan memang tidak ada lagi alasan Astha untuk mengalah pada pekerjaannya. Astha mencintai Raya, namun ia masih membiarkan akal sehatnya untuk berbicara, memberitahu kalau Adit sekarang benar-benar sedang membutuhkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Mentari
Romance[SELESAI] Menjadi kembaran Naja, Raya pikir, sudah menjadi hal yang mampu membuat hidupnya menenangkan dan menyenangkan. Tapi ternyata semesta tidak pernah sesederhana itu untuk menciptakan sebuah takdir. Kisah cintanya perlahan menjadi rumit saat b...