~ Sepanjang kaki melangkah, kamu akan berhenti, ketika pijakanmu tak tentu arah lagi. ~
- Petir Govanza Faxles -
Diffa mendengkus sebal, kala melihat putri semata wayangnya yang masih tertidur pulas dengan boneka besar berwarna pink kesukaannya yang ia peluk di dekatnya saat ini. Bunyi alarm yang sedari tadi berbunyi nyaring pun ia abaikan begitu saja, ia lebih memilih untuk menikmati alam mimpinya daripada suara bising yang menggangu gendang telinganya.
"LEBYNAAA!" teriak Diffa di dekat telinga Lebyna, membuat gadis itu terbangun dengan posisi duduk tegak.
"Apa sih Mom..."
"Apa-apa! Hellow. Ini udah siang, inget kamu masih anak pelajar. Tugas kamu ya sekolah, apalagi emang? Tuh cepet temen-temen kamu udah nunggu di bawah. Langsung mandi, jangan tidur lagi," Omel Diffa keluar dari kamar Lebyna tanpa mendengarkan jawabannya terlebih dahulu.
Dengan amat lesu Lebyna berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, lalu setelah itu berdandan, dan pergi ke sekolah bersama kedua sahabatnya. Siapa lagi kalau bukan Salwa dan Hani.
Ditengah perjalanan mereka sibuk membahas alasan apa yang cocok untuk mereka utarakan saat sudah berada di sekolah, mengingat waktu masuk sekolah sudah terlambat, mereka harus menyusun rencana agar ketiganya tidak mendapatkan hukuman seperti yang mereka alami disekolah Pelita, tempat sekolahnya dulu.
"Aduh, Na. Sekolah mana udah Deket lagi, gue bingung nih kita mending sekolah atau mabal ya? Ya kali kita sekolah udah jam sembilan." Raut wajah Hani semakin cemas, apalagi melihat kedua wajah sahabatnya yang terlihat santai, namun dalam hatinya bimbang tak karuan.
"Udahlah nikmatin aja, lagian kita kesiangan juga bukan sekali dua kali, malahan udah beberapa kali. Lo juga sih, Na. Molor mulu, jadi telat 'kan kita," ketus Salwa yang sibuk menyetir seraya melirik Lebyna jengah.
Gadis yang menjadi bahan kekesalan mereka hanya bisa memutar bola matanya malas, bukannya meminta maaf kepada kedua sahabatnya, ia malah menjawab. "Ya udah sih, emang udah takdirnya gitu. Lagian tenang ajalah, orang kita sekolah juga santai. 'Kan sekarang kita bukan anak cupu lagi, kalian lupa? Identitas kita udah kebongkar kali, jadi ya nggak usah bersandiwara jadi murid teladan lagi deh."
Kedua sahabatnya mengangguk-anggukkan kepalanya, mengerti. Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di dekat gerbang sekolahan, tanpa tidak sengaja mereka melihat beberapa motor hitam yang berhenti, tepat di depan gerbang yang sedang mereka tuju.
"Pak kita telat cuma dua puluh menit aja, masa nggak dibolehin masuk sih," ujar Aden yang terlihat lelah memohon-mohon kepada satpam agar pintu sekolahanya cepat dibuka.
"Ngak bisa lah, Den. Kan udah peraturan sekolah kalau siswa belum datang sebelum jam tujuh, pas. Maka gerbang akan ditutup," jawab Pak satpam tidak peduli dengan Aden yang menampakkan wajah lesunya.
"Gini deh Pak, kalo bapak buka nih gerbang, kita traktir makanan, rokok, kopi. Apapun yang bapak mau deh, gimana?"
Peletak
Penawaran yang di lontarkan oleh Dodo mendapatkan jitakan maut dari Rohman. "Nggak gitu juga konsep nyogoknya, bro."
"Terus gimana dong?" tanya Dodo mengernyitkan dahinya, serius.
"Jadi gini-."
"Woi lah! Malah kompromi kalian berdua! Kita udah telat dua jam loh ini!" imbuh Nazar membuat Dodo dan Rohman tersentak kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEROZSCAR [TERBIT]
Подростковая литератураRangkaian kisah antara Lebyna dan Petir yang dipertemukan dengan berbagai alur tak terduga. Mempunyai kepribadian yang sama persis, namun sudut pandang yang berbeda. Keduanya sama-sama pandai memendam kenyataan dalam suatu dendam. Kematian dua orang...