~ Salahnya dirimu jika mencintai terlalu dalam, kamu akan tenggelam dengan sejuta impian yang kamu harapkan.
- Petir Govanza Faxles -
Pulang sekolah Lebyna berdiri di depan gerbang, menunggu Kevin yang tak kunjung datang. Langit terlihat mendung, menandakan hujan akan turun. Ia menghembuskan napasnya, lelah. Menelpon kedua temannya yang sudah sampai rumah, sedangkan dirinya masih pelanga-pelongo bak orang bego.
“Tau gini, gue nebeng aja sama Salwa tadi. Aghh!” Kesal Lebyna menghentak-hentakan kakinya, terpaksa berjalan kaki hingga menemukan angkutan umum.
Tind ....
Suara klakson motor mengagetkan langkahnya. Lebyna berbalik, hendak memarahi seseorang yang telah mengejutkan dirinya. “Lo buta?! Jalanan masih luas. Kenapa harus mepet-mepet ke pinggir segala, sih! Heran deh.”
Seseorang itu membuka kaca helmnya. “Naik!”
“Hah?” beo Lebyna dengan mulut sedikit terbuka.
Laki-laki itu memajukan motornya hingga berada di hadapan Lebyna. “Naik, bentar lagi hujan. Jam segini jarang lewat angkutan umum.”
Lebyna mengerjap-ngerjapkan kedua matanya polos. “G-gimana?”
Emang dasarnya Lebyna lemot. Gadis itu malah bengong ditawari tebengan gratis oleh Petir. Ya, lelaki itu adalah Petir yang tanpa sengaja melihat Lebyna berjalan sendirian keluar gerbang sekolahannya.
“Ck, lama banget sih, lo. Pake banyak mikir segala. Cepetan naik!” gertak Petir membuyarkan isi pikiran Lebyna.
“Tap—.”
“Naik! Sebelum gue berubah pikiran,” ucap Petir penuh penekanan.
Lebyna mengerucutkan bibirnya kesal. “Lo galak banget sih, sama cewek aja mainnya bentak-bentak.”
Seakan tidak peduli dengan ucapan Lebyna, akhirnya Petir turun dari motornya. Sebelum ia melancarkan aksinya, Petir menatap Lebyna dari atas sampai bawah, membuat gadis itu menyilangkan kedua tangannya menutupi seluruh tubuhnya yang dibalut baju seragam.
“Lo mau ngapain liatin tubuh gue kayak gitu? Jangan macem-macem ya!” Lebyna memicingkan matanya curiga.
Petir memutar bola matanya malas. Mengangkat tubuh Lebyna bak karung beras.
“Aaaa! Turunin gue!” teriak Lebyna tersentak kaget.
Gadis itu memukul punggung Petir minta diturunkan. Tidak berselang lama, Petir menaruh tubuh Lebyna hingga berada di jok belakang motornya.
“Berisik!” sarkas Petir melepaskan jaket kebanggaannya untuk menutupi kaki jenjang Lebyna yang tersingkap karena ulahnya.
Lebyna menutup wajahnya malu, sedangkan Petir menyunggingkan senyum tipisnya. Tanpa diduga suara siulan dari belakang saling bersahutan, geng Derozscar sedang mati-matian menggoda pimpinannya yang kini berani membonceng perempuan selain Adiknya.
“Daebak! Bos kami nih kawan, senggol dong!” seru Rohman diiringi siulan menggodanya.
“Diam seperti bakwan, bergerak boncengin perempuan! Aduh buset serepet tet ... tet ... tet ...” Sopiyan ikut menimpali membuat teman-temannya yang lain tertawa terbahak-bahak.
Petir menggeleng-gelengkan kepalanya, berani selaki mereka mengejek sang ketua. Awas saja, Petir akan membalas ejekan mereka nanti.
“Kalian semua diam! Atau gue sobek mulut kalian sampe dower, mau?!”
Semua anggota Derozscar tiba-tiba terdiam membisu. Mereka menyatukan kedua tangannya memohon. Sedangkan Petir tertawa puas di dalam hati, senang bisa menakut-nakuti teman-temannya itu.
Lebyna bergidik ngeri mendengar sentakan Petir yang kelewat tegas. Laki-laki itu menaiki motornya, melaju membelah jalanan.
Lebyna menaruh dagunya dipundak Petir, sambil berbisik. “Lo nyeremin.”
Petir memelankan laju kendaraannya. “Bukan Petir namanya kalau nggak menyambar.”
Lebyna terkekeh. “Tapi lo lebih serem dari petir aslinya.”
“Karena gue ori, mungkin.”
Lebyna mendengkus sebal, hingga selang beberapa menit ia sudah sampai kerumahnya. Lebyna turun dari motor hitam itu, melepas jaket milik Petir.
“Sama-sama,” ucap Petir membuat Lebyna melotot.
“Belum juga ih!” Kesalnya cemberut. “Makasih!”
“Sama-sama.” Ulangnya.
Keduanya tersenyum tipis, hingga Petir mengatakan, “Gue duluan.”
“Iya, hati-hati.”
Petir menganggukkan kepalanya, menyalakan mesin motornya, bersiap meninggalkan halaman rumah Lebyna. Setelah dilihat motor besar itu kian menjauh, Lebyna mengernyitkan keningnya.
“Bentar, kok kayak ada yang lupa ya?”
Lebyna terdiam, hingga ia mengangkat tangannya yang masih menggenggam jaket hitam milik Petir.
“Astaghfirullah! Gue lupa, woy! Kak Petir! Jaket lo ketinggalan!” teriak Lebyna yang mungkin sudah tidak terdengar lagi oleh Petir karena sudah jauh dari pandangannya.
Gadis itu menepuk jidatnya sambil mencaci maki dirinya yang kelewat polos. “Bodoh! Bodoh! Kenapa bisa lupa sih?!”
*****
Mini chapter 😪
KAMU SEDANG MEMBACA
DEROZSCAR [TERBIT]
Novela JuvenilRangkaian kisah antara Lebyna dan Petir yang dipertemukan dengan berbagai alur tak terduga. Mempunyai kepribadian yang sama persis, namun sudut pandang yang berbeda. Keduanya sama-sama pandai memendam kenyataan dalam suatu dendam. Kematian dua orang...