~ Terkadang aku lupa cara untuk berterima kasih, pada orang yang sudah lama membantu tanpa ada kata pamrih. ~
- Aden Maulana Zargen -
Mendengar kabar Medina hilang, acara Faxles mengakibatkan kekacauan. Suasana tidak bisa dikendalikan karena para siswa-siswi menjerit kepanikan. Padahal sudah Faxles tegaskan, bahwa Medina akan segera di temukan. Jadi mereka tidak perlu over thinking berlebihan.
Petir menarik pergelangan tangan Lebyna, membuat gadis itu tersentak kaget. "Ini semua gara-gara lo! Kalau aja lo nggak kemana-mana, Medina nggak akan hilang kayak gini!"
Lebyna mengatupkan bibirnya, ia menggeleng pelan. "Gue-."
"Lo tuh emang nggak bisa di percaya, ya. Buat jagain satu orang aja nggak becus!" Petir mengusap wajahnya kasar, menatap Lebyna yang hanya terdiam membisu.
Salwa yang tidak terima pun mendorong bahu Petir. "Heh! Kak Petir bisa 'kan bicara baik-baik aja, nggak usah main bentak-bentak segala."
Petir menunjuk Salwa. "Lo, diem!"
"Tapi ini bukan kesalahan Lebyna!" Bela Salwa yang tidak terima sahabatnya di tuduh yang tidak-tidak oleh Petir. Padahal sudah jelas, bukan kesalahan Lebyna sepenuhnya.
"Lo-."
"Wa, udah." Tahan Lebyna menatap Petir dengan sorot mata kecewa.
Begitupun dengan tatapan Petir yang terbesit rasa khawatir serta rasa takut yang bercampur menjadi satu. Dirinya pun tidak mengerti, mengapa ia terus memojokkan Lebyna. Padahal gadis itu tidak salah apa-apa.
"Sekarang jam berapa?" tanya Hani kepada Salwa.
"Setengah sepuluh," jawabnya dengan tatapan yang terfokus kepada erloji yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya.
"Udah hampir tengah malam, anak-anak juga udah pada bubar. Kita masih mau nyari Medina di sekitaran sekolah ini? Apa sebaiknya kita lapor polisi aja, soalnya ini udah terlalu lama nggak sih?"
Lebyna menggeleng. "Gue yakin Medina masih ada di sini."
"Tapi ini udah malem, Na." Hani menguap menahan kantuk.
Lebyna terdiam membisu. Melihat para inti Derozscar yang masih terpencar mencari keberadaan Medina yang entah dimana saat ini.
"Kalian kalau mau pulang, pulang duluan aja," ucap Lebyna merasa kasihan dengan Salwa dan Hani yang sudah terus menguap, menahan kantuk.
"Tapi lo?" tanya Salwa merasa ragu untuk pulang.
"Gue bisa sendiri," ucapnya dengan santai. Padahal belum tentu ia mendapatkan gojek saat tengah malam tiba.
"Gue mau bantu cari Medina, kalau lo mau pulang, duluan aja, Wa." Kini giliran Hani yang menyuruh Salwa pulang.
Gadis itu menggeleng. "Gue nggak mau pulang sendirian, selain takut. Gue juga nggak berani."
Hani mengernyit. "Bukannya takut sama nggak berani satu makna ya?"
Salwa menyengir. "Ia satu makna, tapi beda bahasa hehe..."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEROZSCAR [TERBIT]
Teen FictionRangkaian kisah antara Lebyna dan Petir yang dipertemukan dengan berbagai alur tak terduga. Mempunyai kepribadian yang sama persis, namun sudut pandang yang berbeda. Keduanya sama-sama pandai memendam kenyataan dalam suatu dendam. Kematian dua orang...