~ Kabar hari ini terasa baik-baik saja. Namun ketika ada masalah, aku tak yakin bumi ini akan aman dan damai seperti sedia kala. ~
- Salwa Liya Maine -
Salwa dan Hani melongo melihat Lebyna yang tengah bersantai di meja restoran Mall. Tidak tahukah? Mereka mencarinya hingga sampai tengah malam begini. Sedangkan yang dicari, tengah menyantap makanan tanpa memikirkan kedua sahabatnya yang hampir gila karena mencari keberadaannya.
“Aemm enak banget, yah. Kita cariin kemana-mana taunya ada disini!” Salwa berkacak pinggang, memperhatikan Lebyna yang mengerjap-ngerjapkan kedua matanya polos.
“Kalian kemana aja?” tanya Lebyna dengan wajah tanpa dosanya.
“Ya nyariin lo, lah! Kita kira Lo udah pulang duluan. Eh ternyata ... malah makan alone. Kurang asem emang.” Hani menimpali dengan helaan napas panjang.
Lebyna hanya mampu menggaruk-garuk tengkuk lehernya yang tidak gatal. “Ya maaf. Hehe ... eh mau makan nggak?”
“Mau!!” seru keduanya serentak.
Lebyna tersenyum. “Ya udah sini-sini. Kita makan bareng, tapi bayar masing-masing, ya.”
“What the hell!”
****
Keributan malam kian tercipta, sang penguasa jalanan mengibarkan bendera perperangan ditemani oleh rembulan yang bertaburan bintang-bintang di atas langit. Petir menyipitkan matanya, mencari celah untuknya melindungi diri dari serangan lawan.
Pukulan demi pukulan mereka layangkan bertubi-tubi tanpa memikirkan dampak apa yang akan mereka terima setelah ini. Api dendam tiada jeda yang tak akan usai hingga sang ketua mengatakan.
“STOP!!”
Kompak semuanya mengangkat tangan, menatap Petir bertanya-tanya.
“Kenapa Bos?!” tanya Aden berteriak.
Petir menatap musuh bebuyutannya sinis. “Kita diajarkan untuk menegakkan keadilan. Bukan pembunuhan!”
Anggota inti Derozscar terdiam, hingga Nazar memberanikan dirinya untuk bersuara. “Nanggung ini, udah pingsan tinggal mutilasi, Bos!”
Peletak.
Jepretan karet mengenai lengan kanan Nazar membuat laki-laki itu meringis dengan mata melotot, kaget.
“Lo belajar jadi psikopat dari mana? Heh!” Rohman tersentak kaget.
“Dari google,” ucapnya polos.
“Goblok!” umpat Rohman tidak habis pikir dengan jalan minus yang dimiliki Nazar malam ini.
Petir mengabaikan lelucon anggotanya. Menatap para musuhnya yang sudah terkapar lemas di tengah-tengah jalanan.
“Urus mereka. Dan jangan biarkan seorang pun lolos dari kita gitu aja!” tegas Petir menyeka sudut bibirnya yang mengeluarkannya darah.
***
Usai merapihkan buku-buku belajarnya, Lebyna berbaring meregangkan seluruh otot-ototnya yang terasa kaku. Hari ini ia cukup puas jalan-jalan di luar, belum lagi perutnya yang melar akibat banyak asupan makanan gratisan.
Tok
Tok
“Buka aja, pintunya nggak dikunci, kok!”
Ceklek.
Kevin berdiri di ambang pintu, dengan lipatan tangan di dadanya. “Udah malem, belum tidur?”
Lebyna bangkit dari tempat tidurnya, melihat siapa yang datang ke kamarnya malam-malam seperti ini. “Baru mau merem, lo ketuk-ketuk pintu. Jadi melek lagi.”
Kevin berdehem pelan, berjalan mendekati Lebyna yang sibuk merapihkan tataan rambutnya yang sedikit kusut.
“Lo nggak lupa 'kan sama rencana kita Minggu lalu?” tanya Kevin memastikan.
Lebyna mengernyit. “Rencana?”
“Misi menjebak Petir. Udah sampe mana?”
Lebyna terdiam membisu. “Gue ...”
“Jangan bilang belum ada pergerakan apa-apa.” Tebak Kevin tepat sasaran.
Lebyna menggeleng pelan. “Gue bingung, Bang. Dia susah buat gue deketin.”
Deket, dalam artian ia mengetahui sisi gelap dan terang dalam diri Petir. Jujur saja, sejauh ini Lebyna belum cukup mengenal sosok Petir yang sesungguhnya. Selain tertutup, Petir juga mempunyai sikap dingin dan tegas hingga nyali Lebyna tiba-tiba menciut jika sudah berhadapan dengannya.
Kevin mengusap wajahnya kasar. “Kalau nggak sekarang, kapan lagi, Na?”
“Gue usahain, Bang. Besok,” ucapnya dengan nada pasrah.
Sudut mata Kevin menyipit. “Oke, besok. Gue tunggu kabar baiknya.”
Lebyna menggerutu dalam hati, bisa-bisanya ia berbicara asal jeplak seperti itu. Bagaimana jika ia gagal? Ah, rasanya Lebyna ingin memotong bibir polos itu.
Kevin berjalan meninggalkan kamar Adiknya. “Tidur gih, udah malem. Jangan lupa, jendela kamarnya di kunci.”
“Hmm ...”
Lebyna menutup jendela kamarnya. Lalu termenung ditepi ranjang, sesekali ia mengacak rambutnya frustasi.
“Aghhh gila! Emang mudah apa buat gue deketin kak Petir gitu aja? Bang Ke dasar! Seenak jidat aja nyuruh gue ini, itu.”
Harapannya malam ini untuk tidur dengan tenang telah pupus hilang, tergantikan dengan denyut kepalanya yang berputar. Memikirkan misi apa yang harus ia lakukan untuk melancarkan aksinya besok.
_______🦋________
28:06:23
KAMU SEDANG MEMBACA
DEROZSCAR [TERBIT]
Fiksi RemajaRangkaian kisah antara Lebyna dan Petir yang dipertemukan dengan berbagai alur tak terduga. Mempunyai kepribadian yang sama persis, namun sudut pandang yang berbeda. Keduanya sama-sama pandai memendam kenyataan dalam suatu dendam. Kematian dua orang...