~ jika diammu adalah candaku. Maka mencintaimu adalah suatu keharusan bagiku. ~
- Petir Govanza Faxles -
Petir merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap langit-langit kamarnya dengan ukiran senyum tipis tercetak jelas diwajahnya, membayangkan ekspresi wajah Lebyna tadi siang membuat isi pikirannya dibendung api asmara.
"Menggemaskan," gumamnya tanpa sadar.
Tangannya kini meraih benda pipih yang berada di atas nakas. Mengklik ikon Instagram guna mencari akun sosial media milik gadis itu.
Belum sempat Petir menemukannya, suara ketukan pintu terdengar digendang telinganya.
Tok!
Tok!
Petir berdecak sebal, dengan amat terpaksa ia pun bangkit dari tempat tidurnya. Membuka pintu kamarnya pelan. "Siapa?"
"Kakak!" pekik Medina mengagetkan dirinya.
"Astagfirullah, Kamu. Ngagetin kakak aja," ucap Petir mengelus-ngelus dadanya tersentak kaget.
Medina hanya melengkungkan senyum manisnya. "Jalan-jalan yuk, Kak. Aku bosan di rumah, Mamah pergi keluar sama temen-temen arisannya."
"Mau jalan-jalan kemana?"
Medina tampak berpikir sejenak. "Terserah, Kakak maunya kemana? Kalau aku sih ikut kakak aja, hehe ..."
Petir menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Adik satunya itu. Dia sendiri yang mengajak jalan-jalan, Dia juga yang kebingungan.
"Ya udah, siap-siap gih. Kita jalan-jalan keluar."
"Beneran?" tanya Medina memastikan.
"Kapan kakak nolak keinginan kamu?" tanya Petir membuat Medina menggeleng cepat.
Gadis itu tersenyum bahagia. "Nggak pernah hehe ..."
"Ya udah sana, siap-siap dulu. Nggak mungkin 'kan mau jalan-jalan keluar pake outfit rumahan?"
Medina menggaruk-garuk tengkuk lehernya yang tidak gatal. "Ya nggak lah, Kak. ishhh! Ya udah aku ganti baju dulu. Kakak juga!"
Petir mengangguk singkat, membiarkan Medina keluar dari kamarnya untuk mengganti pakaian.
***
Lebyna menghela napas gusar, pilihannya tidak ada yang menentu. Perkara beli sepatu sekolah berwarna hitam putih saja pusingnya tujuh keliling.
"Aghh! Gue capek!" keluhnya membanting tas selempangnya di pinggiran rak sepatu.
Salwa menoleh, mendapati Lebyna yang tengah uring-uringan tidak jelas. "Ck, lo malu-maluin deh. Berdiri, Na. Lo nggak cocok jadi pengemis, duduk di lantai kayak gitu."
Lebyna mengerucutkan bibirnya. Belum sempat ia menyanggah, Hani dengan cepat ikut berkomentar. "Iya, Na. Lo jangan malu-maluin kita elah ... percuma dong, dandan cantik-cantik. Kalau ujung-ujungnya disangka pengemis."
Kedua perempuan itu menggeleng, melihat tingkah absurd teman satunya itu. Kini ketiganya sedang berada di Mall, mencari sepatu berwarna hitam putih atas dasar peraturan sekolah.
Sejujurnya memakai sepatu putih polos pun tidak masalah. Akan tetapi, hal itu dapat mengurangi tata tertib sekolah. Membuat pihak sekolahnya dengan terang-terangan merazia sepatunya yang tidak termasuk kategori anak pelajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEROZSCAR [TERBIT]
Подростковая литератураRangkaian kisah antara Lebyna dan Petir yang dipertemukan dengan berbagai alur tak terduga. Mempunyai kepribadian yang sama persis, namun sudut pandang yang berbeda. Keduanya sama-sama pandai memendam kenyataan dalam suatu dendam. Kematian dua orang...