~ Matamu menenangkan, namun dari sorot matanya mempunyai luka dendam yang membuat diriku ingin pergi, lalu menghilang. ~
- Kevin Zordanu Gentala -
Dentingan sendok mewakili keharmonisan keluarga malam ini, Lebyna dan Kevin tengah sibuk menyantap makanannya masing-masing, sedangkan Diffa merapihkan alas makannya, menyudahi. Begitupun dengan Daniel yang baru saja selesai menyusul.
"Alhamdulillah, kenyang banget. Makasih ya, sayang. Makanannya juara," puji Daniel merangkul pundak istrinya penuh perhatian.
Yang mendapat perhatian malah menyombongkan diri. "Iyalah, enak. Orang tinggal makan doang."
Daniel menggaruk-garuk belakang kepalanya. "Hehe, iya maaf. Lain kali kalau kamu butuh bantuan, bilang ya, biar aku bantuin."
Diffa memutar bola matanya malas. "Bulshit! Jangankan bantuin masak, minta angkatin galon aja kamu udah ngeluh. Ujung-ujungnya minta bantuan Kevin juga 'kan?"
Mendengar ucapan pedas dari Diffa membuat kedua anaknya cekikikan, ingin mengejek takut dosa, jadilah mereka hanya diam pura-pura tidak dengar. Beginilah resiko mempunyai istri galaknya minta ampun, sedikit diperhatikan malah dibalas dengan kenyataan. Mending manis, ini manis nggak, pahit iya.
"Hehe, maaf."
"Nggak butuh maaf, butuh bukti." Diffa bersedekap dada. "Ouh iya, kamu 'kan belum kasih uang belanjaan bulanan. Mana dong, aku minta. Kamu lupa yah, kalau kamu belum kasih uang sama aku bulan ini?"
Daniel melotot. "Astagfirullah, Yang! Nanti dulu dong, malaknya. Masa iya di depan anak-anak."
Diffa mengernyit. "Lah, emang salah?"
Ingin protes tapi dani Daniel baru teringat, jika perempuan susah untuk dikalahkan dalam bidang perdebatan.
"Ya nggak salah, sih." Akhirnya Daniel menghela napas panjang, Diffa yang mendengar itupun tersenyum simpul. Lama terdiam, Daniel pun menarik tangan Diffa agar mengikutinya, memasuki kamar.
"Momi jangan lupa bagi dua!" teriak Lebyna bersemangat.
Kevin pun tidak ingin kalah. "Bagi tiga Mom!"
Diffa memicingkan matanya sinis. Belum apa-apa sudah minta jatahnya masing-masing. Sepertinya benar kata Daniel, merahasiakan uang bulanan adalah jurus pengamanan untuk kelangsungan hidupnya.
Kedua orang tuanya tidak berminat untuk menanggapi, keduanya memasuki kamar berbarengan, meninggalkan Lebyna dan Kevin yang masih berada di dapur.
Lebyna hendak membereskan alas makannya. Namun pergerakannya ditahan oleh Kevin. "Gue mau ngomong sesuatu, sama lo."
Lebyna mengernyit. "Ck, pake izin segala. Biasanya juga langsung ngomong."
"Gue serius!" ucap Kevin terdengar menegaskan.
Lebyna bergidik ngeri melihat perubahan sikap Kevin. "O-oke, oke. Lo mau ngomong apa, sih, Bang. Serius banget kayaknya?"
Kevin mendengkus. "Emang serius, siapa bilang becanda?"
Lebyna menggeleng. "Ya udah, sih, lupain. Sekarang lo mau ngomong apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DEROZSCAR [TERBIT]
Ficção AdolescenteRangkaian kisah antara Lebyna dan Petir yang dipertemukan dengan berbagai alur tak terduga. Mempunyai kepribadian yang sama persis, namun sudut pandang yang berbeda. Keduanya sama-sama pandai memendam kenyataan dalam suatu dendam. Kematian dua orang...