~ Lari maraton memang melelahkan, namun mengerjamu lebih merepotkan. ~
- Salwa Liya Maine -
Jam kedua diisi oleh pelajaran olahraga, untung saja sudah jadwalnya mencatat materi. Jadi mereka tidak harus berolahraga dibawah teriknya matahari, namun bukan keberuntungan bagi Lebyna. Bisa kalian bayangkan bagaimana kesalnya Lebyna yang sudah menjalani hukuman, lalu sekarang di suruh berlari mengitari lapangan, hanya karena ketiduran di dalam kelas.
Bersyukur Salwa tidak mengikuti usulan Lebyna yang mengajaknya tidur bareng. Karena jika ia ikut, sudah di pastikan ia juga akan kena getahnya. Huftt ... tetapi melihat Lebyna berlari seorang diri membuatnya sedikit kasihan.
“What the hell!”
Umpat Lebyna terus berlari menjalani hukumannya. Kepalanya mendongak, menatap terik matahari yang menyoroti tubuhnya. Rasanya Lebyna seakan di jemur di bawahnya, bak ikan asin yang ada di pasaran.
Sedangkan dari lantai kelas atas. Tepatnya di kelas 12 IPS 2, segerombolan laki-laki bersenang ria. Menikmati jam kosong tanpa ada murid yang berani mengusiknya.
“Woy! Tuh cewek kena hukuman apa gimana? Lari-larian dari tadi!” heboh Nazar memicingkan matanya, memperjelas.
“Kayaknya sih iya, itu Pak Bondan. Celingak-celinguk keluar masuk, mungkin lagi mantau tuh cewek.” Menurut pandangan Aden seperti itu, tidak tahu dengan tanggapan teman-temannya yang lain.
Petir menyunggingkan senyum manisnya. “Gue punya rencana, buat balas perbuatan cewek itu sama kalian tadi pagi.”
“Affaan tuh?!” Rohman terlihat bersemangat, laki-laki itu berjalan mendekatinya.
“Ikut gue!”
Segerombolan laki-laki itu keluar dari kelasnya, diiringi dengan canda tawa di setiap langkahnya. Kehancuran untuk Lebyna yang kini tengah mengeluh, karena hukumannya yang entah sampai kapan akan selesai.
Lebyna berhenti di tepi lapangan, berniat beristirahat sejenak. Alih-alih ia mendengar suara seseorang memanggil namanya.
“Eh, Neng Lebyna. Di hukum lagi ya?” Ejek Sopiyan mencoba mengalihkan perhatian gadis itu.
Seakan tuli, Lebyna hanya bersiul-siul dengan kepala menengadah ke atas. Petir yang melihat respon Lebyna seperti itu pun rasanya sangat jengkel. Kakinya melangkah mendekati Lebyna, menyodorkan sebuah minuman segar di hadapannya.
“Nih minum, pasti haus 'kan?”
Lebyna memicingkan matanya curiga. “Lo nggak lagi julidin gue 'kan?”
Petir hanya diam tanpa berniat memberi respon apapun. “Kalau nggak mau, ya udah. Biar gue aja yang minum.”
“Ehhh jangan! Gue mau!” Rebut Lebyna langsung meneguk minuman tersebut. Tidak dapat di pungkiri, ia sangat kehausan. Lihat saja bagaimana ia meminum minuman pemberian dari Petir hingga tandas tanpa sisa.
Dalam hatinya Petir bersorak gembira, karena rencananya berjalan dengan mulus tanpa ada kendala. Dirasa ada yang aneh, Lebyna mengernyit.
“K-kok rasanya ada yang aneh ya? Lo nggak masukin apa-apa 'kan, ke dalam minuman ini?”
“Cuma obat memperlancar buang air besar, kok. Aman.”
“Hah?! Obat BAB? Bangke! Gue nggak lagi kesusahan buat buang air besar, ya!” sentak Lebyna dengan mata melotot, memendam api amarah.
Ketika tangannya hendak memukul wajah Petir, tiba-tiba perutnya merasa mulas. Apakah obatnya sudah bekerja? Mengapa bisa secepat ini? Ah, rasanya Lebyna ingin menendang wajah sok polos Petir sekarang.
“Lo! Aghhh sialan, perut gue!”
Lebyna berlari terbirit-birit menuju toilet, sedangkan segerombolan laki-laki yang berhasil mengerjainya tertawa terbahak-bahak hingga tanpa mereka sadari, ada seseorang di balik pohon yang kini mengepalkan tangannya kuat.
***
Lelah bolak-balik toilet Lebyna bersandar di bawah pohon dekat taman belakang kelas. Mengelus-ngelus perutnya yang masih terasa berkedut, nyeri.
“Minum.”
Lebyna tersentak kaget, menoleh ke arah samping untuk memastikan itu adalah suara orang, atau makhluk halus? Tidak etis bukan jika makhluk halus datang siang bolong seperti ini? Lebyna bergidik ngeri membayangkannya.
“Lo! Mau ngapain kesini?!” Lebyna meresponnya dengan nada jutek.
“Mau ngobatin perut lo, masih sakit 'kan?” tanya Petir memastikan.
Lebyna tertawa mengejek. “Nggak usah sok baik. Gue hafal betul niat gamblang lo itu. Jangan harap gue bakalan masuk ke dalam perangkap lo yang kedua kalinya.”
“Lo nuduh gue, jebak lo lagi?” Petir mengernyit. “Jangan seudzon, deh. Gue nggak sepicik apa yang lo pikirin.”
“Nggak ada alasan buat gue percaya sama lo,” ketusnya membuang wajahnya ke arah samping, terlalu muak melihat wajah Petir yang terlihat sesantai itu.
Petir menghela napas panjang. Tangannya membuka plastik yang berisikan obat meredakan sakit perut, menuangkannya ke dalam sendok. Lalu menyodorkannya, tepat di bibir pucat Lebyna.
“Gue nggak mau!”
“Minum!”
Lebyna menggeleng. “Kok, lo maksa sih!”
“Emang.”
“Nggak—.”
Glek.
Petir tersenyum karena obat yang ia berikan sudah masuk ke dalam mulut gadis itu dengan sempurna. Tangannya beralih mengambil aqua yang berada di dalam kantung plastik.
“Pelan-pelan.” Peringat Petir ketika melihat Lebyna meminum minumannya tergesa-gesa.
Lebyna memejamkan matanya, menikmati rasa pahit dari obat penawar yang ia minum saat ini.
“Sumpah ya, lo. Ngeselin!”
“Emang.”
Lebyna mengacungkan jari tengahnya, menantang Petir. Sedangkan lelaki itu hanya menampilkan wajah datarnya, tanpa ekspresi.
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
TBC
17 Mei 2023.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEROZSCAR [TERBIT]
Teen FictionRangkaian kisah antara Lebyna dan Petir yang dipertemukan dengan berbagai alur tak terduga. Mempunyai kepribadian yang sama persis, namun sudut pandang yang berbeda. Keduanya sama-sama pandai memendam kenyataan dalam suatu dendam. Kematian dua orang...