~ Hari ini kamu bahagia ya? Syukurlah. Karena jika kamu bersedih, hujan akan turun membasahi bumi, merasakan kesedihan darimu. ~
- Hani Camelia Gomez-
Sepulang sekolah Hani dan Salwa tengah sibuk mencari keberadaan sahabatnya yang tiba-tiba hilang, bagaikan ditelan paus nabi Nuh. Keduanya sudah mencari setiap sudut ruangan, berharap Lebyna segera mereka temukan.
Ingin pulang duluan pun rasanya tidak tenang. Apalagi mereka berangkat bersama-sama, maka pulangnya pun harus bersama-sama juga. Solidaritas bukan?
“Ini anak satu kemana sih? Di telpon nggak di angkat, di chat nggak di bales. Apa kita lapor polisi aja?” usul Hani yang mendapat pelototan tajam dari Salwa.
“Lo kira Lebyna di culik? Pake acara lapor-lapor ke polisi segala!” Salwa menggeleng, tidak setuju.
Bibir Hani mengerucut, pertanda ia sudah lelah mencari keberadaan Lebyna, yang tak kunjung ia temukan. “Ya udah, deh. Ayo, cari kemana lagi kita?”
“Ruang ekskul nggak sih?”
“Sekarang hari Selasa. Nggak ada jadwal ekskul. Kalau pun ada, tuh orang kerajinan.”
“Terus gimana dong. Ya kali kita pulangin tas nya doang? Bisa di gibeng entar sama Tante Diffa.” Hani bergidik ngeri. Membayangkan Diffa marah sebab mengetahui jika anak gadisnya hilang, mungkin bukan Lebyna saja yang menghilang, bahkan nyawa mereka pun kemungkinan akan ikut melayang.
“Kita pulang aja yuk, siapa tau Lebyna udah pulang duluan. Mungkin aja 'kan? Bareng Kak Kevin.”
“Kalau seandainya nggak bareng sama kak Kevin gimana?” Salwa merasa bimbang dengan situasi ini. Ia takut jika sudah sampai di rumah Lebyna, ternyata Lebyna belum sampai ke rumahnya.
“Ya, gue juga nggak tau sih,” ucap Hani menggaruk-garuk tengkuk lehernya, gelisah.
“Mending cari lagi yuk, siapa tau ketemu.”
Keduanya pun kompak berpencar, mencari Lebyna sampai ketemu. Walau tidak yakin, setidaknya mereka sudah mencoba untuk bergerak.
***
Dengkuran halus keluar dari mulut Lebyna, yang kini terlelap di dalam ruangan perpustakaan. Mungkin ia terlalu kenyang makan di kantin, hingga saat menunggu Petir selesai membaca buku, ia ketiduran di sampingnya.
Petir memainkan ujung rambut Lebyna membuat gadis itu sedikit terusik, tak nyaman. Namun kegiatan itu tidak membuat Lebyna terbangun akan tidur siangnya.
“Euhh ...”
Lebyna mengerjap-ngerjapkan kedua matanya, menengok ke kanan dan ke kiri, memperhatikan sekitar. Petir yang melihat Lebyna terbangun dari tidurnya pun langsung mengeluarkan suaranya.
“Nyenyak tidurnya?”
“Gue dimana?” Bukannya menjawab, Lebyna malah kembali bertanya.
Petir menaruh buku bacaannya. “Di perpustakaan. Lo udah sejam tiduran disini, dengerin gue baca buku berasa di dongengin, ya?”
Lebyna menghela napas panjang. Sekarang dia ingat kronologi sebenarnya seperti apa. Karena sesudah makan dari kantin, ia teringat akan Petir yang berada di perpustakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEROZSCAR [TERBIT]
Teen FictionRangkaian kisah antara Lebyna dan Petir yang dipertemukan dengan berbagai alur tak terduga. Mempunyai kepribadian yang sama persis, namun sudut pandang yang berbeda. Keduanya sama-sama pandai memendam kenyataan dalam suatu dendam. Kematian dua orang...