~ Kesenangan adalah sebuah kenyamanan yang tidak bisa di utarakan. Meski bersorak happy, tak urung hatinya memendam luka duri. ~
- Medina Givanza Faxles -
Para siswa siswi SMA Gardenia berkumpul di lapangan. Merayakan ulang tahun Kakek Faxles dari siang hingga petang sore. Salwa menyenggol lengan Lebyna merasa kegerahan karena terlalu lama memakai costum panda nya.
“Leb, ini acaranya sampai kapan sih? Sumpah yah. Gue tuh udah gerah banget, pengen cepet-cepet ganti baju.” Salwa merasa kerepotan dengan outfit saat ini.
“Tinggal ganti aja di toilet, ribet banget sih. 'kan disuruh bawa ganti baju, orang acara pentas seni nya juga udahan. Ini tinggal acara dansa kayaknya.”
“Kok lo tau?” tanya Hani mengernyit heran.
“Kak Fadil yang kasih tau, dia 'kan OSIS,” jawab Lebyna yang langsung di angguki oleh kedua temannya.
“Han, ganti baju yuk,” ajak Salwa menarik-narik pergelangan tangan Hani.
“Nanti dulu lah, nonton pentas seni kelas dua belas dulu.” Tolak Hani membuat Salwa mengerucutkan bibirnya kesal.
“Ya udah, gue mau ganti baju dulu, awas!” sentak Salwa jutek.
Hani terdiam sejenak. “Lo marah ya? Ya udah ayok, kita ganti baju.”
Salwa tersenyum penuh kemenangan. “Leb, lo mau ganti baju bareng nggak?”
Lebyna belum merespon, ia melirik Medina sesaat. “Na, kamu masih mau nonton? Kakak tinggal dulu bentar ya, mau ganti baju.”
Medina menganggukkan kepalanya, masih fokus menatap panggung. “Iya Kak, aku tungguin di sini ya. Tapi jangan lama-lama, soalnya aku nggak ada temen.”
Lebyna mengangguk. “Sebentar kok.”
“Yuk, guys!”
Ketiganya berjalan beriringan menuju toilet untuk mengganti pakaian. Di tengah-tengah pertunjukan dari kelas dua belas, Medina merasa kehausan karena di mejanya tidak terdapat air minum.
“Aduh, gimana ini? Nggak ada air minum, kehabisan stok apa ya? Mamah juga pasti lagi sibuk di belakang. Apa aku keluar gerbang sekolah aja ya? Nyari minuman,” ujar Medina kepada dirinya sendiri.
Gadis itu beranjak dari tempat duduknya, berniat untuk membeli air minum di sebrang jalan sana.
“Yah, sepi,” gumam Medina ketika sampai di gerbang sekolahan milik kakeknya.
Ketika akan pulang ke tempat semula, tiba-tiba ada seseorang yang menarik pergelangan tangannya. Membiusnya dari belakang, hingga mengikat lengannya dengan tambang.
Medina memberontak, namun tenaganya tidak kuat untuk melawan. Tidak berselang lama, Medina pun menutup matanya, pingsan.
“Lo yakin ini Adeknya Petir?” tanya seseorang yang membekap mulut Medina hingga jatuh pingsan tak berdaya.
Laki-laki yang memakai masker hitam misterius itu menganggukkan kepalanya mengiyakan. “Bener ini, soalnya gue lihat tadi dia duduk sama Lebyna.”
KAMU SEDANG MEMBACA
DEROZSCAR [TERBIT]
Teen FictionRangkaian kisah antara Lebyna dan Petir yang dipertemukan dengan berbagai alur tak terduga. Mempunyai kepribadian yang sama persis, namun sudut pandang yang berbeda. Keduanya sama-sama pandai memendam kenyataan dalam suatu dendam. Kematian dua orang...