•Derozscar 51•

21.2K 871 49
                                    

~ Persahabatan adalah segalanya. Ia tidak meminta belas kasihan. Yang ia inginkan hanya rasa kenyamanan. ~

- Petir Govanza Faxles -

Lebyna menatap ruang ICU yang berada di hadapannya dengan tatapan kosong. Isi pikiran serta hatinya tidak berjalan normal. Gadis itu tidak tidur hingga menjelang subuh, menunggu kabar Petir dari dua jam yang lalu.

Para inti Derozscar pun tengah di rawat di rumah sakit yang sama. Belum ada kabar apapun dari mereka, membuat Lebyna semakin menyesal karena tidak bisa berbuat apa-apa saat ini.

Bahkan saat Kevin di tangkap oleh polisi pun ia hanya diam, tanpa berkomentar. Biarkan saja kedua orang tuanya yang mengurusi Kevin, ia sudah lelah dengan semuanya.

Talia yang melihat Lebyna terpuruk pun menggenggam pergelangan tangannya yang terasa dingin. "Tidurlah sebentar. Matamu sudah memerah, kepalamu juga pasti pusing."

Kedua mata sayu nan memerah itu menoleh ke samping. Gadis itu tersenyum pedih. "Aku tidak bisa tidur, jika Petir belum sadar dari koma nya."

Talia menghela napas panjang. "Sampai kapan sayang? Kamu perlu istirahat."

Lebyna menggeleng, memeluk tubuh Talia menumpahkan segala kerisauan yang menjalar di sekujur tubuhnya. "Kenapa Tante nggak marah sama aku? Bahkan Tante hanya biasa-biasa saja saat mengetahui aku Adiknya Bang Kevin. Kenapa, Tan?"

Talia membalas pelukan Lebyna, mengusap puncak kepalanya dengan lembut. "Kamu perempuan yang baik, Leb. Kesalahan itu hanya di perbuat oleh saudaramu, bukan dirimu. Lantas, mengapa Tante harus marah kepadamu?"

Lebyna mendongakkan kepalanya menatap Talia. "Tapi aku juga bagian dari keluarga musuhmu? Aku bagian dari seorang pembunuh ... Bang Gani ..."

"Sudah, jangan katakan itu lagi. Tante tidak suka kamu menyalahkan dirimu sendiri, yang jelas-jelas kamu tidak bersalah." Talia merapatkan tubuhnya dengan Lebyna, menikmati kehangatan yang tercipta untuk keduanya.

'Tapi aku berkhianat kepada Petir, Tan. Bahkan keluargamu pun telah aku hianati secara diam-diam, memang tidak terlihat, tapi mudah untuk dirasakan. Dan itu tentu saja teramat menyakitkan untukku pendam.' Batin Lebyna menahan sesak di dadanya.

"Bagaimana keadaan Petir?" tanya Faxles yang tiba-tiba sudah berada di belakang tubuh keduanya.

Talia terdiam membisu.

"Masih sama, kek. Belum ada perkembangan apapun," jawab Lebyna dengan suara yang sedikit gugup.

Faxles menatap Lebyna datar, berlalu ke ruangan Dokter yang merawat cucu-nya. Lebyna hanya bisa menghela napas panjang, Kakek Faxles yang ia kenal berbanding terbalik dengan Kakek Faxles yang sekarang.

"Sebentar lagi adzan subuh. Kamu yakin nggak mau tidur? Sebentar saja." Talia tentu saja khawatir dengan kondisi Lebyna. Apalagi melihat wajah Lebyna yang semakin menjelang pagi, semakin memucat.

Lebyna menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku nggak papa, Tan."

Talia mengusap punggung Lebyna, memberikan kehangatan untuknya. Tiba-tiba saja Lebyna menepisnya pelan.

"Aku mau ke toilet dulu, Tante nggak papa 'kan sendirian disini?" tanya Lebyna sedikit tidak enak hati.

Talia menganggukkan kepalanya. "Nggak papa, jangan lama-lama di toilet. Habis itu kamu kesini lagi, ya. Tante juga mau ke kantin sebentar, mau beli makanan ringan."

DEROZSCAR [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang