~ Redup merelakan diri untuk pergi. Remang-remang menampilkan cahaya yang tak terbayang. Ku kira aku mimpi, ternyata ini misteri yang belum sempat aku telusuri. ~
- Kevin Zordanu Gentala -
Bolos saat jam pelajaran terakhir. Lengkap sudah untuk hari ini, Lebyna tidak sempat belajar di kelasnya. Aktivitas belajarnya di sibukkan dengan hukuman dan bolak-balik dari toilet. Matanya memicing, melirik Petir yang tengah sibuk memperhatikan dedaunan.
Sesungguhnya ia kesal karena ulah Petir, ia tidak bisa melaksanakan pelajaran dengan tuntas. Apalagi sekarang ia bolos hanya karena perutnya sakit. Dirasa perutnya sudah mulai membaik, ia bangkit dari duduknya.
"Mau kemana?" tanya Petir mengikuti pergerakan Lebyna.
"Mau ke kelas lah."
"Bukannya gue udah bilang, nanggung."
Lebyna memutar bola matanya malas. "Ya udah, gue laper. Dari tadi belum makan."
"Ke kantin?" tebak Petir tetap sasaran.
"Ya iyalah ke kantin, masa iya ke toilet!" sentaknya teramat kesal karena sedari tadi ia bosan bolak-balik dari toilet, untung saja toiletnya sudah bersih. Jika tidak, lebih baik ia pulang dan BAB di rumah.
Petir menyunggingkan senyumannya, mendengarkan ocehan Lebyna yang berjalan mengarah ke arah perpustakaan. Sedikit heran, karena tujuannya tadi ingin pergi ke kantin, tetapi sekarang malah belok ke arah perpustakaan.
"Habis buang air besar, otak lo nggak ikut kebuang juga 'kan?"
Lebyna melotot galak. "Maksud lo apaan bilang otak gue kebuang segala? Ya nggak lah!"
Petir menggaruk-garuk tengkuk lehernya, kebingungan. "Ya lo aneh. 'kan tadi bilangnya laper, mau ke kantin. Kok malah masuk perpus?"
Lebyna memutar bola matanya malas, mengambil beberapa buku pelajaran yang menumpuk di rak buku. "Lo gabut 'kan, dari pada ngintilin gue terus? Mending lo baca buku, gue pergi ke kantin. Gue nggak mau yah, pas lagi enak-enakya makan ada drama gue keselek. Gara-gara liat muka lo, yang bawaannya ngeselin gue mulu."
Petir di buat melongo oleh ucapan gamblang dari seorang gadis yang berada di hadapannya ini. Bahkan ia pun tidak mengerti dengan dirinya, yang ingin mengikuti gadis itu, kemana pun ia pergi. Padahal jika dipikirkan kembali, ia pun punya kesibukannya sendiri.
"Apa lo, liat-liat. Mau protes?!" Lebyna berkacak pinggang bersiap melayangkan ucapan pedasnya kembali.
Petir menatap Lebyna tak minat. "Nggak usah geer. Gue ngikutin lo karena mau mantau, obatnya bekerja dengan baik apa nggak."
Lebyna mengernyit. "Emang harus di pantau segala? Yang di periksa di dokter aja. Sesudah minum obat dari sana, nggak ada perkara pantau memantau segala. Wah lo gila ya, ngadi-ngadi nih masnya."
Seketika Petir kehilangan kata-kata untuk memberikan alasan, akhirnya ia pun pasrah. Duduk di kursi pojok, untuk menikmati bacaannya. "Y-ya udah gue disini, lo pergi."
"Lah, kok ngusir?"
Petir tidak menjawab, ia memfokuskan pandangannya kepada buku yang terbalik, membuat Lebyna hendak menertawakan kelakuan Petir saat ini.
Entah dorongan dari mana, hingga Lebyna tercekat untuk mendekati Petir. "Lo salting ya?"
"Nggak." Singkatnya tanpa melihat Lebyna yang berada di hadapannya.
"Yakin, nggak salting? Kok bukunya kebalik?"
Petir melotot kaget, buru-buru ia membenarkan posisi bacaannya. Lebyna yang sudah tidak tahan melihat ekspresi Petir yang dilanda rasa malu itu tertawa terbahak-bahak.
Petir berdehem pelan, mencoba tetap tenang di era gempuran rasa malu.
"Sinting, lo."
Bisa-bisanya di saat dirinya di permalukan seperti ini pun, ia masih berani berargumen.
"Lo yang sinting, baca buku di balikin!"
****
Berbeda dengan aura bimbang yang berada di kelas 12 IPS 2. Mereka tampak bertanya-tanya, mengenai kehilangan Petir yang sudah tidak masuk dari jam pelajaran kedua, hingga sampai pelajaran terakhir.
"Woy, Petir kemana dah. Kok nggak balik-balik dari jam istirahat, lo pada tau kagak, dia kemana?" tanya Nazar celingak-celinguk mencari keberadaan sang ketua derozscar.
Teman-temannya kompak menggeleng. "Ya mana gue tau, 'kan dari tadi kita kemana-mana barengan terus."
"Ke toilet kali," celetuk Rohman, mencoba menebak.
"Atau nggak, bolos. Tapi kok, kita nggak di ajak ya?" Giliran Aden yang mengeluarkan pendapat.
Mereka saling pandang satu sama lain, hingga sebuah penghapus berhasil terlempar, mengenai kepala Dodo.
"Adohh! Siapa nih yang ngelempar penghapus? Kena kepala gue nih!"
"Ibu. Kenapa emang?!" jawab Bu Wati berkacak pinggang.
Dodo cengar-cengir tidak jelas. "Eh ibu. Kirain nggak ada, sehat Bu?"
"Alhamdulillah sehat. Yang tidak sehat itu kalian! Sudah tahu ibu lagi menerangkan. Kalian malah sibuk ngegosip."
Dodo sedari tadi tidur saat Bu Wati sedang menerangkan. Akan tetapi saat teman-temannya menanyakan Petir, ia langsung bangun dan hendak menimbrung.
Akan tetapi takdir berkata lain. Karena belum sempat mulutnya terbuka, ia harus mendapatkan meteor empuk dari Bu Wati.
"Sudah cukup mengobrolnya. Aden! Maju ke depan."
Aden melotot kaget. "Lah. Kok saya, Bu?"
"Ya iya kamu. Karena yang saya lihat, kamu yang paling sibuk chattingan di bawah kolong meja, ketimbang memperhatikan ibu yang sedang menerangkan."
Aden menghela napas panjang, mematikan layar handphonenya yang masih menampilkan isi chat dirinya bersama gebetan barunya.
"Tunggu sebentar ya sayang, calon presiden mau menerangkan pengeluaran bansos dulu, untuk rakyatnya," ucap Aden sebelum bangkit dari kursi belajarnya.
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
Next chapter?
Coment
Follow
Vote!
![](https://img.wattpad.com/cover/255882418-288-k965166.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DEROZSCAR [TERBIT]
Novela JuvenilRangkaian kisah antara Lebyna dan Petir yang dipertemukan dengan berbagai alur tak terduga. Mempunyai kepribadian yang sama persis, namun sudut pandang yang berbeda. Keduanya sama-sama pandai memendam kenyataan dalam suatu dendam. Kematian dua orang...