~ Harapanku punah, harapanku musnah. Apakah ini akhir dari segalanya? ~
- Medina Givanza Faxles -
Hari sudah sore, dan Lebyna baru saja mengantarkan Medina pulang ke rumahnya. Namun ternyata saat ditengah jalan, Medina menyuruh Lebyna agar berhenti di dekat pedagang sate, dekat gang kecil.
“Kak, anterin Medina sampe sini aja. Rumah Medina udah deket kok,” ucapnya bersusah payah membuka sabuk pengaman yang melingkari perutnya.
“Kamu yakin mau turun disini? Ini udah sore loh, Mamah sama Papah kamu pasti nyariin. Kakak anterin sampe rumah aja ya,” ujar Lebyna terbesit rasa khawatir kepada Medina yang terlihat kelelahan akibat banyak berjalan di mall.
Medina menggeleng-gelengkan kepalanya. “Nggak usah kak, makasih ya kakak-kakak udah anterin Medina pulang.”
“Iya dek, tapi kamu yakin mau pulang sendirian? Tanpa kakak-kakak yang jelasin kenapa kamu pulang sore?” kini Salwa yang bertanya tidak yakin dengan keputusan Medina yang ingin turun ditengah jalan sepi seperti ini.
Medina hanya tersenyum tipis seraya membuka pintu mobilnya, keluar. “Nggak papa, kok. Aku bisa bilang ke Mamah kalau aku ditolongin sama kakak di mall.”
“Tapi dek---.”
“Udah ya kak, Medina pulang. Dadah!” seru Medina berlari memasuki gang sempit nan kecil itu sendirian hingga memotong ucapan Hani yang hendak berbicara kepadanya.
“Rumah dia dimana sih?” tanya Salwa menatap punggung Medina yang kian menghilang dari pandangannya.
Lebyna mengedikkan bahunya acuh. “Ya nda tau toh, kok nanya saya.”
Hani tertawa mendengar balasan Lebyna yang memakai logat Jawa. Sedangkan Salwa mengerucutkan bibirnya kesal. “Udah-udah dari pada kita mikirin adek gemes itu, mending kita pulang dan siap-siap buat dateng ke pestanya kakek kak Petir.”
“Setuju, yuk gas!” seru Salwa dengan gembira.
Lebyna menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Salwa yang terlalu senang untuk mendatangi pesta. Tanpa pikir panjang, Lebyna menancapkan gas nya hingga meninggalkan tempat tersebut.
****
Usai berdandan mereka berangkat ke tempat tujuan, yaitu kediaman keluarga Faxles. Mereka merasa was-was karena pakaiannya yang sederhana, bahkan dengan makeup yang acak-acakan.
“Na, kok gue gemeteran sih? Mana muka gue udah kaya ondel-ondel lagi,” ucap Salwa membuka alat-alat make-up yang berada di dalam tas kecilnya.
“Bukan lo aja yang gemeteran, bahkan gue udah ngerasa ini situasi di ambang kematian.” Hani menimpali ucapan Salwa dengan tatapan memucat.
Sedangkan teman satunya malah asik memakan cokelat, tidak was-was dan tidak tegang. Lebyna, perempuan itu hanya melirik kedua temannya dengan ekspresi datar.
“Udah lah, nggak usah berlebihan gitu. Ingat aja, kita masih dalam tahap sandiwara. Jadi sebisa mungkin, kalian tetap tenang dan jadi cewek cupu kayak yang kalian lakuin di sekolah.”
“Ini beda Na, ini beda! Ini pesta loh bukan sekolah. Ini pesta!” tegas Salwa merasa tidak tenang dengan perkataan Lebyna yang bisa sesantai itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEROZSCAR [TERBIT]
TeenfikceRangkaian kisah antara Lebyna dan Petir yang dipertemukan dengan berbagai alur tak terduga. Mempunyai kepribadian yang sama persis, namun sudut pandang yang berbeda. Keduanya sama-sama pandai memendam kenyataan dalam suatu dendam. Kematian dua orang...