•Derozscar 42•

12.1K 699 63
                                    

~ kamu indah seperti bunga mawar merah. Namun dari sisi gelap-mu, kamu mempunyai dendam yang diliputi amarah. ~

- Petir Govanza Faxles -

Lebyna membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap langit-langit kamarnya yang berwarna abu-abu, jika di amati, warna abu-abu menyiratkan perasaannya saat ini. Terpaduan hitam dan putih yang bercampur menjadi satu.

“Hidup gue makin kesini, rasanya makin suram aja,” gumam Lebyna tersenyum pedih.

Drrtt drrttt...

“Siapa sih ini telepon gue pagi-pagi gini,” ketus Lebyna mengerucutkan bibirnya kesal. Tangannya bergerak memencet tombol hijau yang terpampang jelas di layar handphonenya.

“Hallo.”

“Hallo, Na. Gue Petir
Bubur lo ketinggalan. Gue lupa tadi lo belum sarapan 'kan?”

Lebyna terdiam mendengar suara Petir di sebrang sana. “Di markas?”

“Nggak, gue masih di komplek perumahan lo. Bisa keluar sebentar?”

“Ngapain?”

“Nganterin bubur.”

“Ambil pulang aja, gue nggak mood keluar.”

“Keluar sebentar, gue di depan.”

Lebyna melebarkan kedua bola matanya, kaget. “What?”

Dengan cepat Lebyna mengintip dari arah jendela kamarnya, takut Petir berbohong. Namun nyatanya laki-laki itu benar-benar datang ke rumahnya, menenteng kresek putih yang di acungkan ke atas.

“Gila! Tuh cowo cepet banget.” Lebyna menggeleng-gelengkan kepalanya tidak habis pikir.

Tanpa mengulur waktu lama lagi, Lebyna dengan cepat berlari keluar kamar. Menjemput bubur yang sama sekali tidak ia pesan sebelumnya.

Diffa yang melihat Lebyna berjalan tergesa-gesa pun bertanya dari arah dapur. “Buru-buru banget, mau kemana? Na. 'kan sekarang weekend.”

“Mau nyamperin Petir, Mom.”

“Loh, bukannya udah pulang ya?” tanya Diffa mengernyitkan dahinya berpikir.

“Iya tadi udah mau pulang, tapi ada yang ketinggalan,” jawab Lebyna seraya berlari keluar rumah.

Diffa yang penasaran pun ikut keluar, mengintip Lebyna dan Petir dibalik pintu rumahnya. “Owalah, nganterin bubur toh.”

Sosweet ya mereka.”

“Astaghfirullah! Papi!” pekik Diffa mengelus-ngelus dadanya tersentak kaget.

Daniel menempelkan telunjuknya tepat di bibir ranum istrinya. “Jangan teriak-teriak gitu, Mom. Nanti mereka denger kalau kita nguping di sini.”

“Oh iya, lupa,” bisik Diffa memfokuskan tatapannya ke arah objek yang dituju.

Terlihat keduanya saling menukar pembicaraan satu sama lain, membuat kedua orang tua itu sama-sama penasaran akan perbincangan yang mereka obrolkan. Namun sialnya Diffa dan Daniel merasa kesusahan karena jaraknya yang terlalu jauh.

DEROZSCAR [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang