~ Perkataanmu pahit, perjuanganmu sulit, tapi uangmu begitu melilit. Sadarkah, dirimu kaya akan dunia, namun miskin akan amal akhirat ~
- Rohman Abdul Qadir -
Keesokan harinya Lebyna sudah siap dengan seragam sekolahnya. Gadis itu berjalan menuruni tangga seraya bersenandung ria. Diffa yang melihat anaknya terlampau ceria pun mulai membuka suaranya dari arah dapur.
“Tumben nyanyi-nyanyi nggak jelas? Biasanya pagi-pagi udah cemberut, apalagi setahu Momi kamu lagi masa menstruasi sekarang.” Diffa memicingkan sudut matanya curiga.
“Ihh Momi apa-apaan sih, anaknya lagi ceria salah. Lagi nggak mood ngapa-ngapain juga salah, huffttt...”
“Ya aneh aja, ya nggak, Pih?”
Daniel mengangguk kepalanya menyetujui. “Ia, Na. Jarang-jarang loh kamu sebahagia ini. Ada apa hayohh ...”
Lebyna mendengkus sebal, Momi dan Papihnya rupanya sekongkol untuk menyudutkan dirinya agar jujur. Namun dipikir-pikir aneh juga, bahkan Lebyna pun tidak menyadari akan sikapnya pagi ini.
“Nggak ada apa-apa, kok. Emang lagi seneng aja hehe,” jawab Lebyna apa adanya.
“Bang Kevin kemana, Mom?” tanya Lebyna celingak-celinguk mencari keberadaan Kevin yang tidak terlihat batang hidungnya sedikit pun.
“Udah berangkat duluan. Katanya sih ada pengumuman pagi-pagi, emang kamu nggak tau?”
Lebyna menggeleng. “Nggak ada tuh info-info dari sekolah. Apa mungkin karena kelas kita beda, jadinya nggak di umumin di grup sekolah. Tapi di umumin dari grup masing-masing kelasnya aja.”
“Ya kalau soal itu sih, Momi juga nggak tau,” ucap Diffa mengambil air minum di dekat galon.
Lebyna mengangguk, melahap roti tawar yang sudah di sediakan di atas meja makan.
Ting!
Suara notifikasi handphone mengalihkan perhatiannya, ternyata itu pesan dari Petir. Lebyna segara bergegas siap-siap untuk berangkat ke sekolah. “Mom, Pih. Aku berangkat ya.”
“Nggak bareng Papih?” tanya Daniel mengernyit heran.
Lebyna menggeleng cepat. “Nggak, Pih. Udah ada yang jemput.”
“Siapa? Kok nggak di suruh masuk,” ucap Diffa bangkit dari tempat duduknya.
“Masih dengan orang yang kemarin. Nggak usah mampir-mampir lah, kelamaan. Nanti bukannya sekolah, malah betah di rumah,” jawab Lebyna sedikit ketus.
Diffa berkacak pinggang, siap mengomeli anak bungsunya. “Kamu itu, yah—.”
“Stop! Aku mau sekolah, Mom. Nanti aja yah marah-marah nya.” Potong Lebyna menyalami kedua lengan orang tuanya.
“Assalamualaikum!”
“Wa'alaikumsalam...”
***
Petir baru saja turun dari motornya, berniat untuk bertamu pagi-pagi ke rumah Lebyna. Akan tetapi sang tuan putri telah datang dengan seragam putih abunya, membuat Petir mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu yang sedari tadi tertutup rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEROZSCAR [TERBIT]
Ficção AdolescenteRangkaian kisah antara Lebyna dan Petir yang dipertemukan dengan berbagai alur tak terduga. Mempunyai kepribadian yang sama persis, namun sudut pandang yang berbeda. Keduanya sama-sama pandai memendam kenyataan dalam suatu dendam. Kematian dua orang...