||36||

399 50 12
                                    

Dua minggu setelah pensi semua murid sibuk dengan ujian mereka, lalu seminggu ke depan mereka akan fokus dengan UTBK, Hanin dan Jaerell tidak bertemu semenjak acara pensi selesai bahkan saat tidak sengaja berpapasan di kantin pun keduanya seperti tidak melihat satu sama lain. Zahwa yang kalang kabut belakangan ini karena menghadapi sikap Hanin yang perlahan mulai dingin dan tidak berperilaku hangat lagi, belum lagi ia harus les bahasa Thailand 3 kali seminggu di rumah dengan guru private-nya.

Hanin berjalan pelan dengan buku di kedua tangannya, gadis itu jalan menunduk dengan lesu dan langkah yang sedikit gontai, rasanya kepala Hanin ingin meledak karena soal-soal Matematika peminatan yang benar-benar membuat otak berkerja ekstra, tidak lama gadis itu terjatuh dan buku-bukunya berserakan ke mana-mana.

"Hanin?"

© © ©

Hanin terbaring di ranjang UKS dengan keringat yang mengucur karena udara di dalam UKS yang panas. Laki-laki yang menolongnya tadi adalah Jaerell, seseorang yang benar-benar ia rindukan kehadirannya. Jaerell menunggu di luar karena Hanin sedang di periksa perawat UKS.

Tidak lama pintu terbuka, rupanya perawat yang memeriksa Hanin sudah ada di hadapan Jaerell. "Gimana miss?" tanya Jaerell panik.

"Tenang ya, Hanin baik-baik aja dia cuma kecapekan, kayaknya juga belum makan, saya udah siapin air hangat sama minyak kayu putih di nakas, kalau bisa kamu tolong hubungi orangtuanya ya supaya bisa di bawa pulang aja Hanin-nya," jelas perawat UKS itu dengan baik.

Jaerell berlari secepat kilat menuju kelas Hanin hingga membuat Zahwa, Azhel, dan Clara heboh bukan main. Mereka berempat segera berlari ke UKS sedangkan, Jaerell masih tetap menunggu di luar ia belum mau masuk kalau Hanin belum sadarkan diri.

"Hanin udah sadar?" tanya Jaerell.

"U-udah barusan aja, lo mau liat silakan aja," seru Zahwa.

"Gue beli makanan dulu bentar," ucap Jaerell yang dijawab anggukkan oleh Zahwa yang masih kebingungan dengan ucapan Jaerell tadi yang sepertinya bukan murni keceplosan namun seperti memang murni dari hati.

Tidak sampai 10 menit, Jaerell sudah kembali dengan kresek sedang yang berisi sekotak nasi goreng, roti keju, jus jambu, tisu kecil, dan juga sebotol air mineral. Lelaki itu mengetuk pintu lalu masuk saat orang di dalam mengizinkannya masuk.

"Ini buat Hanin," ucap Jaerell lalu tersenyum kaku, tentunya dengan senang Hanin menerimanya. "Makasih," lirih Hanin.

"Ada yang sakit nggak?" tanya Jaerell.

"Nggak ada," jawab Hanin yang membuat Jaerell jadi bingung untuk bertanya.

"Aerell," panggil Hanin pelan yang empunya nama mendongakkan kepala lalu menampilkan wajah bertanya.

"Makasih ya udah tolongin aku," ucap Hanin pelan.

"Emm iya sama-sama."

Hanin fokus makan, sedangkan Jaerell yang diam-diam memperhatikan Hanin. Sampai, akhirnya azan Ashar berkumandang dari musholla yang ada di belakang UKS.

Hanin yang masih mengunyah menjawab kumandang azan di dalam hati hingga dirinya terkejut dengan gerakan bibir Jaerell yang menyebutkan 'Allahuakbar'

© © ©

Jaerell duduk di kursi meja belajarnya dengan pena pemberian Hanin sebagai hadiah nilai ulangannya dengan bu Hara yang tuntas sudah melekat di Jari-jemarinya.

Goresan huruf arab itu tertulis sedikit rapi, walaupun begitu yang penting dirinya punya usaha. Jaerell segera menutup bukunya dengan cepat lalu langsung berpura-pura memainkan handphonenya karena Ersya yang tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu.

"Abang," tegur Ersya ceria.

"Mau apa?" tanya Jaerell ketus.

"Ih ketus amat, padahal Ersya mau kasih sesuatu."

"Apaan tuh?" tanya Jaerell penasaran lalu, gadis berambut panjang itu memberikan kotak beludru biru muda yang cantik.

"Apa nih?" tanya Jaerell sumringah.

"Buka deh coba."

Jaerell membuka kotak beludru itu dengan semangat, lalu senyumnya memudar saat melihat kalung salib yang sepertinya sama dengan yang Ersya pakai.

"Gimana? Abang suka 'kan?" tanya Ersya.

"Iya suka banget," kekeh Jaerell yang mencoba membuat adiknya senang.

"Kalo gitu sini Ersya pasangin," seru gadis itu dengan senang.

"Eh!"

"Kenapa bang?" tanya Ersya yang heran dengan penolakan abangnya.

"Leher abang lagi alergi gitu, makanya kalung yang waktu itu abang lepas takutnya ntar kalungnya jadi karatan karena alergi abang."

"Emang bisa?"eh alergi apa? Kok Ersya baru tau," tanya gadis itu penasaran.

"Nggak lama ini abang suka lupa pake sunblock jadinya merah-merah terus gatel gitu, makanya kalung waktu itu abang lepas."

"Ohh gitu, oke deh abang simpan aja dulu nanti kalo udah sembuh baru abang pake ya?" jelas Ersyay yang sedikit kecewa.

"Iya, maaf ya dek," ucap Jaerell tidak enakkan.

"Gapapa kok bang, Ersya ngerti kok."

Setelah, itu Jaerell mengunci pintu saat Ersya sudah keluar kamarnya, lelaki itu menatap kotak beludru yang diberikan Ersya tadi. Jaerell menyimpannya di dalam lemari

"Bismillah aja dulu, nggak ada yang nggak mungkin."


Suamiku Mualaf [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang