Pulang bareng siapa?" tanya dokter Gredan.
"Ojek dok."
"Saya antar aja ya? biar hemat ongkos kamu."
"Nggak dok gapapa."
"Nanti lama lho nunggu ojeknya."
"Haha nggak kok dok."
"Gapapa, ayo saya antar," ucap dokter Gredan, Hanin agak sedikit bimbang karena takutnya nanti dilihat orang lain dan malah timbul gosip tidak jelas apalagi sekarang statusnya adalah calon istri Jaerell.
"Emm sebentar dok."
"Iya."
Hanin mengecek handphone-nya untuk melihat chat Jaerell, dan benar saja lelaki itu mengirimkannya pesan, Hanin meminta Jaerell untuk meneleponnya. Tidak sampai satu menit, Hanin sudah mendapatkan panggilan video dari Jaerell.
"Ciee kangen aku ya?"
"Nggak"
"Ih kamu mah gitu, bilang aja kalo kangen."
"Iya iya,"
"Kamu di mana?"
"Di mobil."
"Yaudah hati-hati."
"Oke tunggu jangan ke mana-mana."
"Iyaa."
"love you, muachh"
Dokter Gredan hanya diam saja sambil mendengarkan suara telfon itu baik-baik
"Dok?"
"Eh iya? Sudah ya?"
"Iya dok, tapi maaf banget saya udah di jemput, mungkin lain kali"
"Oh iya gapapa, ayo kita kedepan"
"Iyaa dok"
Mereka berdua jalan berdampingan dengan jarak, saat di lobi hanya ada kesunyian tanpa obrolan sedikitpun, Hanin juga sedari tadi sibuk melihat jalanan yang lumayan ramai, iya berdoa semoga saja jalan tidak macet jadi ia tidak perlu berlama-lama di sini dengan Dokter Gredan.
"Hanin ... Dijemput siapa?" tanya Dokter itu hati-hati.
"Calon Suami saya dok."
"Ouhhh gitu."
Tidak lama itu ada sebuah mobil hitam list putih yang berhenti di depan mereka, seseorang turun dari mobil dan menghampiri keduanya.
"Udah?" tanya Jaerell di balik maskernya.
"Iya udah."
"Mari Dok saya duluan"
"Iya silakan," balas Dokter itu, Jaerell sedikit membungkuk ke Dokter itu juga sebagai tanda penghormatan, Jaerell membukakan pintu mobil untuk Hanin.
"Apa sih lebay deh," ucap Hanin dengan candaan.
"Gapapa dong sekali-sekali."
Dokter Gredan hanya melihat saja momen mesra di depannya ini. "Mari dok," pamit Jaerell sekali lagi setelah menutupkan pintu untuk calon istrinya.
"Iyaa."
Selama di perjalanan mereka terus mengobrol tanpa henti, tanpa kehabisan topik, kata Jaerell kapan lagi bisa mengobrol berdua seperti ini dengan Hanin, walaupun sudah tunangan tetap saja pasti ada saja halangannya untuk jalan berdua. Saat sampai di sebelah Perpustakaan pusat, Jaerell memarkirkan mobilnya dan mereka berdua masuk ke dalam toko buku itu.
"Aku nggak nyangka sih kalo kita akan bertemu dari kecil lalu dipisahkan karena abi pindah tugas terus ketemu lagi karena papa kamu pindah tugas, terus pisah lagi karena aku kuliah di Qatar lalu bertemu dalam keadaan yang sudah memiliki iman yang sama namun hati sudah beda, terus pisah lagi karena kamu tinggal lagi di Bandung lalu ketemu lagi sampai sekarang," jelas Hanin.
"Pokoknya kisah kita ini labirin dan naik turun banget kayak roller coaster, aku gatau lagi gimana kalo misalnya kisah kita dijadikan cerita dan dibaca orang banyak, apa gak geli ya nanti?"
"Aku juga nggak sangka kalau kuasa Allah itu sebesar ini, di posisi kamu yang sudah tunangan dengan wanita lain saat aku pulang dari wisuda, terus gataunya Allah tetap bisa menyatukan kita dengan cara apapun."
"Hingga akhirnya kita akan segera menyatu dalam ikatan yang sah, Barakallah fii umrik calon suami maaf baru ucapin aku emang sengaja hehe biar kamunya sebel duluan aja," ucap Hanin lalu mengeluarkan kotak berukuran sedang dari dalam ranselnya.
"Makasih banyak calon istri, aku terharu denger curahan hati kamu."
Kini mereka berdua tinggal menunggu hari pernikahan mereka saja, hari di mana Jaerell akan mengucapkan ijab kabul di depan banyak orang dan menyebutkan nama Hanin serta binti abinya, kata-kata 'SAH' dari mulut saksi akan segera hadir di pendengaran Hanin, ia sangat menanti hal itu.
Bila saat waktunya tiba, Hanin berjanji akan menjadi seorang Istri dan Ibu yang baik untuk Suami dan anak-anaknya kelak. Dan Hanin juga harus bersiap seposesif dan semanja apa nanti Jaerell dengan dirinya.