Juna menepati janjinya, esoknya setelah ia pulang dari Qatar lelaki itu langsung mendatangi kediaman Hanin untuk ketiga kalinya bersama kedua orangtuanya lagi, Hanin agak jengah karena seperti dipaksa untuk menikah namun, ia tidak bisa marah karena ini sudah takdir yang dibuat Tuhan untuknya. Hanin hanya bisa berdoa semoga ini keputusan yang baik.
Hanin tersenyum saat melihat Juna sudah duduk di hadapannya dengan baju koko yang rapi, orangtua Juna juga tersenyum dengan ramah karena mereka berharap kali ini Hanin menerima lamaran anak lelaki mereka.
"Sudah bawa syaratnya?" tanya abi Hanin setelah tadi mereka mengobrol ringan.
"Sudah om," jawab Juna lalu mengeluarkan sertifikat sarjana miliknya.
Abi Hanin melihat sertifikat itu, ia mengangguk dan tersenyum. "Sudah ada kerja?" tanya abi Hanin yang membuat jantung Juna berdetak lebih kencang dari sebelumnya.
"Baru mau ngelamar kerja om."
"Di mana?"
"Di SMA om, saya mau jadi Guru Agama Islam karena jurusan saya Dakwah dan Keyakinan islam."
"Oh bagus kalo begitu, kamu kerja aja dulu nanti kita bahas lagi lamarannya ya?" ucap abi Hanin.
Abi hanin ini memang keras orangnya, beliau selama ini membiayai Hanin dan selalu mencukupi kehidupan Hanin dan Rizky apapun caranya kedua anaknya harus senang dan bahagia, walaupun memang terlampau disiplin.
Juna menghela napas saat melangkah keluar pagar rumah Hanin, orangtuanya hanya bisa mengusap bahu anaknya. "Kamu kerja dulu, kan udah papa bilangin waktu itu."
"Iya sayang, jangan terburu-buru jodoh nggak ke mana kok, sabar ya," sahut mama.
Saat Juna dan kedua orangtuanya masuk ke dalam mobil mereka dan telah pergi dari kawasan komplek rumah Hanin, seseorang masuk ke dalam pagar rumah Hanin dengan seikat bunga Daisy yang cantik. Hanin terkejut bukan main saat melihat Jaerell datang ke rumahnya dengan bucket bunga Daisy yang masih segar. Jaerell sedang mengobrol dengan Rizky sambil tertawa kecil karena lawakan Rizky yang agak receh dan yang penting bisa mengurangi rasa gugup Jaerell.
Abi keluar dari kamarnya dan duduk di hadapan Jaerell. "Om," sapa Jaerell sambil salaman dengan beliau.
"Bagaimana kabarnya om?" tanya Jaerell sopan.
"Alhamdulilah baik, orangtuamu?" tanya abi.
"Baik juga om."
"Syukurlah ... Ada apa ya datang ke mari?"
"Kedatangan saya ke mari mau meminang anak gadis om, Queen Hanin." Ucapan Jaerell yang membuat Rizky, umi dan juga abi kaget di dalam hati bahkan Hanin yang diam-diam mendengar di dalam pintu kamarnya dari atas pun ikut terkejut dengan maksud dan tujuan Jaerell datang ke sini.
"Kamu kerja apa?" tanya abi Hanin.
"Polisi om tugas di Jawa barat."
"Ohh, sudah sarjana?"
"Alhamdulilah sudah om."
"Fakultas apa?"
"Hukum om."
"Keren juga kamu, saya pikir cuma bisa gombalin Hanin aja," goda abi.
"Hehe maaf om."
"Sudah punya rumah sendiri?" tanya abi.
"Syukur Alhamdulillah udah om tapi, di Bandung rumahnya deketan sama rumah orangtua saya di sana cuma beda komplek aja."
"Bagus, itu hasil uang sendiri?"
"Iyaa om."
"Rizky, tolong kamu panggil Hanin ke sini," pinta abi pada Rizky.
Tidak sampai dua menit, Rizky sudah kembali dengan Hanin di sebelahnya. "Duduk sini nak," ucap abi pada Hanin, gadis itu langsung menuruti perintah abinya dan duduk di tengah-tengah abi dan umi.
"Silakan," ucap abi pada Jaerell, lelaki itu mengangguk dan menyodorkan bucket bunga Daisy itu pada Hanin. "Hanin," panggil Jaerell lembut, Hanin mendongakkan kepalanya menatap Jaerell.
"Kedatangan Jae ke sini bukan karena mau ngabisin makanan tapi mau menawarkan Hanin untuk menjalin rumah tangga sama Jaerell. Kalau Hanin berkenan, tolong di terima lamaran Jaerell ya? Terserah Hanin mau jawabnya kapan, pasti Jae tunggu."
"A-aku ...."
"Bentar," ucap umi.
"Kalo boleh tau, kamu cinta sama Hanin karena apa?" tanya umi.
"Karena Allah, tan," jawab Jaerell tanpa ragu.
"Alhamdulilah," sahut abi dan Rizky barengan.
"Hanin mau jawab kapan?" tanya abi.
"Nggak sekarang juga gapapa om, karena saya liat tadi kayaknya Juna juga habis dari sini ya?"
"Oh iya deh, terserah Hanin aja sih kalo om, dia yang dilamar soalnya bukan om tapi, ya kalo om sih lampu ijonya dari awal juga ke kamu," ucap abi yang membuat Jaerell menahan senyumnya.
"Hanin, cuma mau minta Aerell bawa orangtua Aerell ke sini aja, bukannya ragu tapi mau memastikan aja," sahut Hanin pelan.
"Oh boleh, kapan Hanin ada waktu? Nanti Jaerell ajak orangtua pulang ke sini dulu untuk sementara waktu."
"Sesanggupnya orangtua Aerell ke sininya aja, Hanin nggak memaksakan waktunya kapan."
"Okedeh, bentar ya Jae telpon dulu."