Hampir 4 tahun tinggal di negeri orang kini telah terlewati dengan kehampaan tanpa dia yang tidak lagi menemani, yang dulu sering berbagi cerita dan tertawa bersama hingga menanggung beban bersama sudah hilang entah ke mana. Dulu yang pernah dekat dan sangat rekat bagaikan kertas dan lem sudah menjadi asing bagaikan dua orang yang tidak pernah bertemu sebelumnya. Hanin mengganti nomor teleponnya saat Jaerell tidak pernah lagi mengirimkannya pesan singkat ataupun sekedar misscall saja, bahkan saat Hanin menanyakan tentang Jaerell pada Sergio pun lelaki itu selalu menghindari untuk menjawab dan memberi tahu.
Siapa yang tidak sakit hati kalau orang yang berjalan bersamamu selama ini menghilang begitu saja, Arvenya dan Hanin telah lulus lebih dulu karena memang keduanya memiliki otak yang sama-sama encer dan tentunya sangat pintar tidak terkalahkan, keduanya pulang ke kota masing-masing. Hanin kembali ke Jakarta sedangkan Arvenya kembali ke Jawa karena orangtuanya sedang ada di sana.
© © ©
Esok harinya, Hanin izin kepada kedua orangtuanya untuk berkeliling Jakarta, awalnya Rizky mau ikut tetapi Hanin melarang ia bilang mau me time dulu. Gadis itu melangkahkan kakinya mengitari taman yang dulu pernah ia datangi bersama kakak lelakinya, Hanin berjalan pelan sambil mengingat memori ia yang tidak sengaja melihat Emma dan Jaerell yang juga berjalan bersama ke sini.
Lelaki yang dulu menjadi kebahagiaan Hanin kini menjadi sakit hatinya, Hanin sangat bingung dengan perasaannya sekarang ia bingung harus berperasaan seperti apa, masih cinta 'kah atau sudah tidak lagi. Langkah Hanin terhenti saat ia mendengar azan zuhur, ia segera menghampiri masjid besar yang terletak tidak jauh dari taman ini.
Gadis itu merapikan mukena yang ia pakai lalu keluar bergantian dengan jamaah lainnya, Hanin memakai sepatunya kembali tetapi tidak sengaja Hanin ingat perkataan umi yang selalu mengingatkan anak-anaknya untuk bersedekah walaupun sedikit. Karena tak melihat kotak amal di tempat perempuan, gadis itu berniat ke bagian depan tepatnya di depan tangga ia melihat kotak amal di sana, langsung saja Hanin menghampiri kotak amal itu dan memasukkan uangnya, saat gadis itu berbalik ia tidak sengaja menabrak seseorang yang lewat di hadapannya dengan buru buru.
Hampir saja hanin terjatuh ke belakang, tapi untungnya orang yang menabraknya itu langsung cepat membantu Hanin, mata Hanin membulat besar saat melihat siapa orang yang tidak sengaja menabraknya.
© © ©
Kedua orang itu duduk di bangku taman dekat masjid dengan suasana yang sangat canggung, Hanin sedari tadi hanya meremas kedua tangannya karena hatinya sangat gugup sekali. Bisa-bisanya saat Hanin baru saja mau melupakan tapi Tuhan malah mempertemukan mereka berdua lagi.
Jaerell berdeham menyadarkan lamunan Hanin, gadis itu sedikit melirik ke lawan jenisnya .
"Apa kabar?" tanya lelaki itu pelan.
"Alhamdulilah, baik."
"Alhamdulilah gue juga baik," ucap lelaki itu walaupun sebenarnya Hanin tidak bertanya kembali.
"Udah selesai ya study lo di Qatar?" tanya lelaki itu kembali.
"Iya."
"Udah kerja di sini?" tanya Jaerell lagi.
"Belum, tapi baru aja mau ngelamar kerja di Rumah Sakit."
"Ohh gitu."
Setelah itu suasana kembali sunyi, Hanin pun bertanya. "Maaf Jae, lo masuk islam?" tanya Hanin pelan. Jaerell tersenyum kecil. "Alhamdulilah iya."
"Kalau boleh tau sejak kapan?" tanya Hanin.
"Sejak mau tamat SMA ... Hanin," panggil Jaerell.
"Iya?"
"Lo udah ada pasangan?" tanya Jaerell berhati-hati.
"Belum kepikiran sampe sana sih, soalnya kemarin baru aja pulang, sekarang mau cari kerja dulu," ucap Hanin.
"Oh gitu."
"Kalo lo?" tanya Hanin.
"Gue ... udah tunangan," sahut Jaerell yang membuat Hanin tersenyum dan mengucapkan kata selamat. Bukannya senang, Jaerell jadi merasa sangat bersalah dan menyesal tidak bisa menepati janjinya pada Hanin.
© © ©
Selama ini Hanin berharap saat pulang dari Qatar, ia akan melihat Jaerell kembali dengannya tetapi? Apa yang Hanin dapatkan memang tidak sesuai kenyataan.
"Kamu yang bilang, kamu yang janji sama aku, kamu yang berharap sama aku, kamu yang meminta aku untuk tetap menyisakan hatiku buat kamu, tapi sekarang? Kenapa kamu ingkarin semuanya!"
"Dulu kita beda keyakinan sekarang kita udah beda perasaan."
"Kalau emang kamu sudah ada yang baru setidaknya beri kabar buat aku supaya aku nggak berharap lebih lagi."
Hanin hanya bisa tersenyum pasrah dengan keadaan, saat pulang dari Qatar bukannya mendapatkan senyuman manis tapi malah mendapatkan kenyataan yang benar-benar perih dan menusuk. Memang pada dasarnya kita tidak akan mendapatkan apa-apa bila berharap dengan manusia, berharap 'lah pada yang Maha Esa bukan hanya raganya yang akan kau dapat tetapi hatinya juga dapat kau miliki.