Jaerell membuka matanya pelan, cahaya lampu menusuk indra matanya, lelaki itu melenguh pelan saat merasa kepalanya yang masih terasa sedikit pusing dan juga punggungnya yang terasa pegal karena terlalu lama berbaring. Entah memang sedang di luar semua atau bagaimana, Jaerell hanya sendiri di dalam kamar inapnya itu. Jaerell mencoba untuk duduk dan bersandar di bantal, namun usahanya gagal karena punggungnya malah semakin terasa nyeri dan pada akhirnya mau tidak mau Jaerell harus berbaring lagi dengan perlahan sampai seorang perawat wanita masuk dengan trolly berisi makanan dan obat.
Perawat itu langsung membantu Jaerell untuk berbaring kembali. "Jangan banyak bergerak dulu, tetaplah berbaring di sini, saya perawat baru jadi mohon maaf bila masih banyak kesalahan," ucap perawat itu.
"Jaerell mengangguk. "Tadi saya diminta Dokter Kenzie untuk mengantarkan ini," ucap perawat itu sambil meletakkan mangkuk bubur, air mineral dan juga beberapa obat di nakas.
"Terima kasih," jawab Jaerell pelan.
"Kalau ada yang dibutuhkan, silakan pencet bel merah di sebelah, saya akan segera datang dan membantu," sahut perawat itu ramah.
"Oke." Respons Jaerell singkat, lalu perawat itu pergi keluar dari kamar inapnya dan menyisakan lelaki itu sendiri lagi.
Jaerell menghela napasnya perlahan, lelaki itu mengingat hari di mana ia terlambat menjemput Hanin karena Kevin yang memintanya bertemu di belakang sekolah dan akhirnya Jaerell berakhir di rumah sakit dengan punggung yang di perban.
"Oi!" Suara itu menyadarkan Jaerell.
"Sejak kapan lo di sini?
"Sejak kapan lo bangun?" tanya keduanya bersamaan.
"Sejak lo senyum senyum nggak jelas," sahut Ersya lalu menutup pintu dan duduk di kursi sebelah kakak sepupunya.
"Bacot aja," ketus Jaerell.
"Kapan lo bangun? Kok nggak ada orang yang jagain lo?" tanya Ersya sambil meletakkan totebag kuning tye dye yang sepertinya Jaerell tahu itu milik siapa.
"Punya Hanin ya?" tanya Jaerell dan Ersya mengangguk. "Iya kak Hanin nitip, katanya nggak bisa ke sini karena sibuk ngurusin kuliahnya ke Qatar."
"Dia lolos masuk ke sana?" tanya Jaerell dengan wajah terkejut.
"Iya, dia lolos."
"Syukur deh itu udah impian dia banget soalnya," gumam Jaerell dengan senyum kecil walaupun di dalam hatinya terbesit kekhawatiran.
"Oh iya, dia bilang kalo dia berangkat nanti 3 hari setelah pembagian rapor," jelas Ersya.
"Gue bisa lihat dia buat terakhir kali nggak ya," lirih Jaerell pelan lalu menghela napasnya, Ersya menggenggam tangan kakak sepupunya itu.
"Lo pasti bisa, gue yakin!"
"Makasih dek."
"By the way, udah berapa hari gue nggak siuman?" tanya Jaerell pada Ersya
"Seminggu dua hari mungkin."
"BUSET?"
"Biasa aja dong nggak usah heboh gitu kayak dikejar Tarzan aja."