||16||

685 68 6
                                    

Jaerell sudah sampai di rumahnya, ia melepas sepatu sekolahnya dan meletakkannya di rak sepatu depan rumah.

"Jae pulang," ucap jae dengan lesu.

"Napa balik lo? Kirain lupa rumah," ucap Ersya yang sedang bermain ponselnya di sofa depan dengan kaki kanan yang diangkat dan kaki kirinya dilipat untuk menumpu tangannya, Ersya mengucapkannya dengan sinis.

Jaerell menghiraukan ucapan Ersya, lalu ia menghempaskan tubuhnya di sofa yang berhadapan dengan Ersya. Jaerell menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa sambil menghela napasnya kasar.

"Napa lagi lo? Diputusin Emma?" tanya Ersya sambil meletakkan handphonenya di meja yang berada tepat di depannya, kini Ersya fokus pada kakak sepupunya yang sepertinya sedang ada masalah ini, Jaerell hanya menggelengkan kepalanya pelan, karena ia malas mengeluarkan suara.

"Terus napa? Ditolak cewek lain?" tanya Ersya dan Jaerell lagi-lagi menggelengkan kepalanya pertanda tidak.

"Jadi kenapa? Cerita sini gua dengerin?"

"Kurang baik apa lagi adek sepupu lo ini bang? Siap dengerin cerita lo, siap dengerin kisah kisah patah hati lo, siap dengerin nama cewek-cewek yang lo putusin, semua gue dengerin keluh kesah lo, dan sekarang apa masalah lo? Silakan lo ceritain semuanya, gue gak bakalan cerita ke mama lagi kali ini," jelas Ersya panjang lebar.

"Tapi kayaknya gue ceritain ke papa," ucap Ersya pelan.

Jaerell berteriak kesal. Mama yang sedang membawa air mineral di tangannya dan sedang lewat di belakang Jaerell pun ikut terkejut sampai air yang dibawanya tumpah mengenai kepala Jaerell dari belakang.

Ersya menahan tawanya, begitu pula dengan mama yang tidak sengaja menumpahkan air, Jaerell mengusap wajahnya yang ikut basah dan menyisir rambutnya ke belakang supaya air yang terkena di kepalanya sedikit mengering, lalu Jaerell menoleh ke belakang dan menatap sang mama dengan ekspresi datar.

"Ehehehehe maaf sayangku, maaf ya mama gak sengaja kamu sih ngagetin pake teriak segala," ucap mama tidak enakkan sambil mengusap kepala anaknya lembut, Ersya masih menahan tawanya. Karena kejadian tadi benar-benar terjadi di depan matanya sendiri yang membuatnya sampai ingin pipis.

"Dah, dah maaf ya mama mau ke belakang dadahhh," ucap mama senyum -enyum lalu kembali lagi ke dapur, Jaerell mengambil tisu yang ada di meja lalu mengeringkan wajahnya, Ersya melepas tawanya sambil menepuk-nepuk bantal sofa yang ada di sebelahnya.

"Gak usah ketawa lo, gue tampol ntar," ancam Jaerell. Ersya malah tambah tertawa sambil memegangi perutnya.

"Diem atau gue tampol beneran" ucap Jaerell sekali lagi, akhirnya Ersya berhenti tertawa walaupun dia masih ingin tertawa.

"Hey stop it!" ucap Jaerell dengan gaya ke bule-bulean, Ersya bukannya berhenti tertawa malah bertambah ngakak. Jaerell yang kesal pun melempar bantal sofa yang ada di sebelahnya ke Ersya dan berlalu pergi ke kamar.

© © ©

Hanin habis selesai mandi dan sudah memakai baju tidurnya, ia duduk di kursi riasnya dan memakai skincare. Hanin mendengar ribut-ribut di lantai bawah, ia pun segera menyudahi acara skincarenya dan segera turun ke bawah. Ia melihat abi yang sedang marah-marah dengan umi.

Suamiku Mualaf [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang