Juna mendengar deringan ponsel yang berdering di dekatnya, awalnya ia abaikan tetapi lama-kelamaan Juna geram sendiri, ia atau biasa disapa Jun atau Nana ini terpaksa berdiri dan mencari sumber suara. Di atas meja TV Juna menemukan handphone yang layarnya terdapat panggilan masuk, ia kira ponsel itu punya Jaerell tapi, ia baru sadar kalau Jaerell dari kemarin tidak ke basecamp.
Mana mungkin ponsel Jaerell tiba-tiba ada di sini, lagi pula dari tadi dirinya juga duduk di sofa depan dan tidak melihat Jaerell datang. Kalau pun lewat belakang itu mana mungkin terjadi karena bang El selalu mengunci pintu belakang, karena kalau tidak dikunci bisa saja pintunya ataupun gagangnya patah karena Raefal.
"Emma? Betina genit itu tah?" gumamnya. Ia mengerutkan dahinya, menatap bingung pada layar ponsel tersebut.
"Balikin! Nggak sopan buka buka hp orang," ucap Gabriell yang di tangannya sudah ada ponsel miliknya tadi, Juna yang heran langsung saja memukul bahu Gabriell, Juna berjalan meninggalkan Gabriell dan masuk ke dapur.
"Enak aja asal tuduh orang tadi handphonenya bunyi kok malah nyalahin gue, bikin mood rusak aja itu alien," gerutu Juna sambil membuka kulkas dan mengambil dua kotak susu pisang yang semalam dibelikan oleh bang El.
"Ngapa sih Jun heran amat ngoceh sendiri, gila lo?" tanya Sergio yang ternyata sedang di dapur sambil memotong daun bawang.
"Sejak kapan abang di sini?" tanya juna.
"Dari tadi lah."
"Kok nggak liat ya," gumam Juna sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kenapa si alien?" tanya Sergio.
"Nggak ada apa-apa," ucap Juna lalu pergi dari dapur dan tak lupa dengan dua kotak susu pisang yang ada di tangannya, Jaerell mengetuk pintu basecamp mereka, beberapa detik kemudian Jaerell mendapati Romero yang berada di hadapannya.
"Wes baru ke sini, ke mana aja lo?" tanya Romero sambil merangkul Jaerell mengajak lelaki itu masuk.
"Nggak kemana-mana, lagi pengen di rumah aja," ucap Jaerell dengan raut muka yang sedikit suram.
"Alah bohong, kita tuh ya Rell udah lama temenan, jadi gue udah tau lo orangnya gimana," ucap Romero lalu menyodorkan Jaerell es lemon. Jaerell menenggak es lemon itu.
"Serius bang gue nggak bohong."
"Jujur aja Rell, napa sih? Gue dengerin serius, gue bakalan bantu sebisa gue."
"Nggak usah bang ntar ngerepotin."
"Kaga 'lah, kapan sih lo ngerepotin gue cerita aja santai ma gue." Jaerell berpikir, ia bingung mau diceritakan atau tidak.
"Gue nggak dibolehin sama abinya Hanin lagi buat deket sama anak ceweknya."
"Bentar-bentar."
"Maksudnya lo nggak boleh lagi deket sama Hanin karena abinya?" Koreksi Romero.
"Iya bang."
"Cewek lain banyak Jae," sahut Yael yang baru keluar dari toilet dengan wajah segar efek habis mencuci mukanya.
"Iya kalo ngomong mah enteng aja bang, ngelakuinnya mah susah," balas Jaerell.
"Hati tuh nggak bisa dibohongin, kalau udah pas ya susah mau cari yang lain," lanjut Jaerell, Yael menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Lo mikir kaga sih kalo lo itu sudah secara terang-terangan ditolak oleh orangtuanya Hanin," jelas Yael serius.
"Ye tauu."
"Kalo tau kenapa masih maksa? Kalo tau kenapa masih lo berharap ke Hanin? Ya wajar aja kalo ortu Hanin nggak bolehin anaknya deket-deket sama lo."
"Kalian tau 'kan kalo kalian beda agama? Kalian tau 'kan kalo kalian pasti akan susah buat disatuin."
"Lagian juga ya Jae ini tuh cobaan buat lo, Tuhan mau lihat lo lebih milih ciptaannya atau lebih milih sang pencipta."
"Gue tau emang susah buat lepasin orang yang udah terlanjur kita sayang, tapi jangan bego juga."
"Enak kalo Hanin-nya yang nggak mau tapi ini? Ortunya! ortunya yang nggak mau, nah dengan logika kalau ortu Hanin aja udah nggak restuin udah sama aja Tuhan juga nggak restuin kedekatan kalian, Tuhan nggak mau kalian berpaling dari Dia sang pencipta."
"Tapi bang g-" Belum selesai Jaerell bicara Yael sudah berdiri.
"Terserah." ucap Yael lalu berlalu ke luar, Jaerell menatap kepergian Yael. Romero mengusap bahu Jaerell.
"Gue dukung lo Jae apa pun yang terbaik," ucap Romero dengan yakin, Jaerell membalas ucapan Romero dengan senyum tipis.
© © ©
Hanin sedang berada di pusat perbelanjaan, tadi uminya tiba-tiba minta ditemani membeli sayuran dan buah karena stok di kulkas tinggal sedikit, karena memang dilatih menjadi anak yang baik, Hanin tentu saja tidak akan menolak ajakan uminya. Umi sibuk memilih sayuran dan buah-buahan sedangkan Hanin izin ke tempat aksesoris dan alat tulis yang ada di lantai atas.
Saat sibuk memilih pena, mata Hanin menangkap sebuah gantungan kunci berbandul vespa yang warnanya sangat mirip dengan sky motor vespa-nya Jaerell.
Hanin tersenyum lalu mengambil satu gantungan kunci vespa itu dan ia kembali ke kumpulan pena tadi untuk mengambil satu lagi pena bermotif kelinci pink itu. Hanin pergi ke kasir untuk membayar barangnya lalu kembali menemui umi yang ada di lantai bawah tempat sayur-mayur dan buah-buahan. Hanin mendapati uminya sedang mengantri di kasir, jadi dengan sabar Hanin menunggu sampai antrian untuk umi datang. Saat giliran umi, Hanin berdiri di dekat umi-nya supaya umi tidak susah mencarinya nanti.