Arion berdehem. “Kita selesaikan rapatnya disini dulu.” Pria itu bangkit dari kursi utama dan keluar menuju ruangannya, diikuti Tania yang sontak buru-buru meraih berkas-berkasnya dan mengekori Arion.
Arion menghempaskan dirinya di kursi kebesarannya, Tania ikut masuk dengan nafas tersengal. Kaki panjang Arion tidak bisa dikejar Tania dalam durasi yang singkat jika dengan berjalan. Oleh karena itu, Tania sedikit berlari untuk memperkecil jarak diantara mereka.
“Pak!” Bentak Tania kesal. Arion meliriknya dari ujung matanya.
“yang tadi adalah meeting ke sebelas yang bapak gagalkan!” Lanjut Tania dan mengambil tempat duduk di depan Arion.
“Bapak kenapa sih?” Tanya Tania.
Si boss uda uring-uringan selama kurang lebih satu minggu. Semua rapat yang dijalani Arion tidak pernah bisa selesai.
Yang pertama, Kesensitifan Arion meningkat, setiap presentasi dimulai, Arion akan mulai mengkritik apapun yang bisa ia kritik.
Pria itu juga akan langsung memberhentikan rapat jika dirasa tidak penting untuknya membuang waktu mendengarkan sampah yang di presentasikan.
Amarah pria itu juga seringkali terdengar, padahal sudah lama Arion tidak seperti ini.
Terakhir kali Arion seperti ini ialah saat awal-awal mending mantan istrinya meninggal.
Butuh dua bulan untuk Arion keluar dari kesengsaraannya. Tania tidak tau apa yang menyebabkan Arion seperti ini, tapi yang Tania tau ialah jika ini dibiarkan terus menerus, Perusahaan bisa-bisa mengalami kerugian.
“Tidak. Saya baik-baik aja. Tania, bisa tolong kamu batalkan segala schedule saya untuk hari ini? Saya harus menjemput theo setengah jam lagi.” Tania bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan Arion setelah pamit permisi.
Benar. Setelah Tiara tidak lagi bersama mereka, Theo jadi diantar jemput oleh Arion. Shella tidak mau mengantarkan Theo kesekolah, dan menjemput cucunya itu. Arion tidak tau alasannya, tapi ia tau bahwa memang sepatutnya dirinya sendiri lah yang menjemput Theo.
Arion tidak lagi mau menyusahkan orang lain. Pria itu menumpuk-an kepalanya diatas meja. Memejamkan matanya untuk sesaat.
Bayangan gadis itu kembali melewati pikirannya. Kangen.
Arion tidak tau apakah yang telah ia lakukan adalah hal yang benar, atau malah hal yang salah?
“PAK! PAK!” Suara heboh Tania menghampiri ruangannya, membuat Arion mendongak malas.
“Bukannya saya minta kamu mere—” Bibir Arion sontak terkatup saat Tania menyerahkan benda persegi panjang kecil ditangannya.
“Rupanya karena ini bapak uring—” Tania menutup bibirnya.
Saat keluar dari ruangannya Arion tadi, Tania mendapati seorang karyawan wanita sedang menonton video ini. Tania merasa familiar dan teringat bahwa akhir-akhir ini ia tidak melihat Tiara bersama dengan boss nya itu. Kemudian teringat wajah murung yang sering Theo tunjukkan. Tampaknya Tiara adalah alasan mereka semua menjadi seperti ini.
Bisa Tania lihat dengan jelas mata sendu yang Arion tunjukkan saat menatap kedalam layar ponsel Ami—karyawan wanita yang tadi sedang melihat video ini padahal waktunya bekerja.
“pak,” Panggil Tania. Arion berdehem tanpa mengalihkan pandangannya. Fix. Boss nya ini sudah sangat bucin kepada mbak Tiara.
“Saya gatau masalahnya apa ya pak.. tapi, ikuti hati bapak aja gabisa?” Arion mendongak kali ini. Menatap Tania setelah sekretarisnya itu mengeluarkan pernyataan dengan hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Mahardika dan Tiara. ✔️
General Fiction[[E N D !]] ❝Bian ga ngadi-ngadi sih ini, tapi mau jadi mamanya bian yang official ga sih ma? Kalau papa lama banget lamarnya, biar bian aja yang ngewakilin :)❞ Tiara. Jobless, lulus dengan IPK ngos-ngosan tapi ga gitu buruk karena dia bisa jadi...